Menyusur Pesisir Selatan Bali Dalam 2 hari

Menyusur Pesisir Selatan Bali Batu Belig

Menyusur pesisir Selatan Bali, mengikuti garis pantai yang terentang dari Badung sampai Tabanan. Sekali lagi Bali, tak ada habis-habisnya menikmati pulau Dewata ini.

Menyusur Pesisir Selatan Bali

Kuta dan Mengwi—berlokasi di Kabupaten Badung, dan Kediri di Kabupaten Tabanan— Bali, disatukan oleh garis pantai yang merentang panjang. Kedekatan secara geografis ini membuat tipikal pantai-pantai di wilayah ini memiliki kemiripan, seperti konturnya yang landai dan ruang “bermain pasir” yang cukup luas. Cukup dengan berkendara dari Bandar Udara Internasional Ngurah Rai kira-kira 30 menit. Bila ingin menyisir pantai, lebih baik kala pagi, sebelum matahari tampil terlalu terik.

HARI PERTAMA: Petitenget, Batu Belig, Berawa.

Pantai Petitenget

Di pantai ini, orang bisa menikmati pagi dengan menyaksikan orang bersembahyang di Pura Petitenget, pura besar yang terletak di muka gerbang pantai. Atau joging, berkuda,dan mengajak anjingnya jalan-jalan santai dari ujung ke ujung. Lokasinya di Desa Seminyak, Kuta Utara, Badung, Bali. Hanya 15 menit bila berkendara dari Jalan Raya Seminyak. Di kawasan pantai, berkumpul hotel dengan varian harga dan kelas yang berbeda, mulai melati hingga bintang lima.

Pantai Batu Belig

Lokasinya di Jalan Batu Belig, Seminyak, Kuta Utara. Dari Pantai Petitenget, bisa dicapai dalam 18 menit. Pasirnya luas membentang. Sayangnya, kontur pantai ini tak selandai Pantai Petitenget. Pasirnya juga lebih hitam. Itulah yang membikin wisatawan jarang datang. Lantaran sepi, orang bisa leluasa berjemur, juga menikmati suara debur ombak, tanpa takut terusik pengunjung lain. Banyak lazy chair dan bean bag yang disewakan penduduk lokal. Umumnya yang menyewa adalah turis asing.

Pantai Berawa (Finns Beach)

Berada di area Finns Beach Club, Canggu, Kuta Utara, pantai ini ditempuh dengan waktu 20 menit dari Batu Belig itu. Di sini anak-anak muda yang doyan party di klub berdatangan. Pantai Barawa memang berada di area eksklusif. Namun orang tak harus masuk ke klub bila tak ingin membayar mahal. Ada jalan setapak masuk menuju pantai yang terbuka untuk umum. Namun pantainya tak lapang. Jadi tidak memungkinkan untuk berlama-lama berjemur atau bermain pasir di sini.

Umumnya, turis datang untuk berselancar. Tersedia paket bimbingan berselancar bagi pemula. Per paket dibanderol Rp 350 ribu per 2 jam untuk membayar instruktur. Untuk sewa papan selancar berkisar Rp 50 ribu per jam.

Warung Mina

Matahari mulai bergerak ke barat. Petang lalu mendarat. Saatnya mengisi perut. Melipir ke arah timur, menuju pusat Kota Denpasar, tepatnya di Jalan Tukad Gangga Nomor 1, Renon, Panjer, Denpasar Selatan, terdapat sebuah restoran keluarga dengan menu laut khas Bali. Menu favorit pengunjung adalah gurami dengan beragam bumbu (seperti asam pedas, menyatnyat, santan kemangi, serta bumbu kuning), sate lilit, dan plecing kangkung. Plus sambal matah khas Pulau Dewata. Karena datang beramai-ramai, diputuskan untuk memilih menu paket dengan harga yang lebih ekonomis, yakni hanya Rp 252 ribu untuk empat orang.

HARI KE DUA: Batu Bolong, Echo Beach, Pantai Seseh, dan Tanah Lot

Lak-lak Bali Rama

Memulai hari di Bali tak melulu harus dengan  bubur kuning atau nasi jinggo. Ada juga  lak-lak—jajanan khas Singaraja. Bentuknya serupa dengan serabi, hanya berukuran lebih kecil. Di atasnya dibubuhi parutan kelapa dan gula merah cair. Saat menyusuri Krobokan, tepatnya di Jalan Raya Canggu, saya menemukan warung kecil yang menjual penganan ini. Wangi daun suji langsung merebak. Dua-tiga biji langsung habis dilahap. Enaknya dilahap hangat-hangat. Tentu dinikmati bersama dengan kopi Bali. Sepiring berisi lima lak-lak dibanderol Rp 5.000. Ada penganan lain di sini, seperti olen-olen (kue yang berbahan dasar ketan hitam) dan pisang rai (pisang yang diolah bersama dengan tepung beras).

Menyusur Pesisir Selatan Bali Batu Bolong

Pantai Batu Bolong

Setelah mengisi perut, saatnya bergerak ke utara. Lebih-kurang 10 menit atau sekitar 3 kilometer dari Jalan Raya Krobokan, ada pantai yang menjadi favorit turis. Pantai Batu Bolong yang berkarang. Bahkan, di beberapa titik, terdapat karang-karang besar yang memberikan efek estetis.

Pasirnya halus, meski tak terlampau putih. Ruang bermain, juga berjemur, cukup luas. Orang bisa bersantai menikmati lanskap. Dapat juga berenang di pinggir pantai, berselancar, atau berwisata religi. Selain terkenal sebagai pantainya para surfer, Batu Bolong memang kesohor lantaran terdapat pura besar di sana. Jadi mereka bisa melihat orang-orang Hindu bersembahyang atau menggelar upacara.

Echo Beach

Cukup berjalan kaki sekitar 1,5 kilometer dari Pantai Batu Bolong, jajaran kafe dan restoran di sebuah gang berderet rapi. Muaranya adalah Echo Beach. Makin mendekat ke pantai itu, tempat-tempat nongkrong semakin banyak. Berupa pantai berkarang dengan air yang tak terlalu jernih dan pasir yang sudah berubah kecokelatan. Tak banyak aktivitas yang bisa dilakukan selain duduk-duduk menikmati suara ombak atau angin sepoi-sepoi sembari menyeruput segelas koktail.

Pantai Seseh

Lepas menikmati siang di Echo Beach, yang juga menjadi penanda ujungnya pantai di Badung, saatnya beranjak menuju Mengwi. Sekitar 20 menit berkendara menuju utara, melewati persawahan dan kebun-kebun pohon kelapa, sebuah pantai dengan dominasi abu-abu menyapa. Entah, siang itu memang rona Seseh menunjukkan atmosfer yang kalem. Berbeda jauh dengan pantai-pantai sebelumnya, yang penuh ingar-bingar kafe, bean bag, lazy chair, dan warna-warni papan selancar. Rupanya, pantai ini  kental dengan upacara adat. Pasca-hari raya Galungan, Kuningan, dan sebagainya, pantai ramai dikunjungi warga lokal.

Tanah Lot

Selain Kuta, primadonanya Pulau Dewata adalah Tanah Lot. Pantai yang bisa dijangkau 18 menit dari Pantai Seseh atau 1 jam dari Bandara Internasional Ngurah Rai, ini memiliki pesona yang komplet, memadukan keindahan lanskap, budaya, mitos, religi, dan sejarah yang kental. Di pintu masuk, tamu disuguhi pemandangan gapura khas arsitektur Bali yang megah menghadap ke pantai. Di samping kiri, di sebuah pendopo, sekelompok pemusik gamelan memainkan alatnya masing-masing.

Di ujung, terlihat pura besar dikelilingi air laut yang biru. Orang hanya bisa ke sana kalau gelombangnya surut. Sementara itu, di sisi lain, terdapat sebuah karang besar dengan lubang di bagian tengahnya. Apalagi kala senja, saat langit memerah, Tanah Lot seperti terbingkai dalam lukisan.

Pie Susu Dhian

Ke Bali tak lengkap kalau tak membeli pie susu. Oleh-oleh khas Pulau Seribu Pura yang punya cita rasa manis campur gurih itu memang bisa ditemukan di berbagai toko oleh-oleh. Namun, kalau ingin memborong, sebaiknya langsung datang ke sentranya, yakni di Jalan Nangka Selatan, Dangin Puri Kaja, Denpasar. Sekitar 55 menit bila berkendara dari Tanah Lot. Pie susu berisi 25 buah dibanderol dengan harga Rp 35 ribu, sedangkan paket yang berisi 50 buah dihargai Rp 70 ribu.

agendaIndonesia

*****

3 Pantai di Karangasem Dengan Pasir Putihnya

3 pantai di Karangasem salah satunya Blue Lagoon

3 Pantai di Karangasem, Bali, ini seakan tersembunyi dari jangkauan orang. Tapi sesungguhnya, ia menjadi oase bagi banyak wisatawan pecinta pantai.

3 Pantai di Karangasem

Melancong tak selalu berharap bertemu dengan suasana yang ramai, bahkan saat memilih Bali sebagai destinasi wisata. Saya lebih dulu mencari lokasi yang terbilang tenang. Hasilnya, ditemukan tiga pantai yang dibilang nyempil. Petunjuk jalan menuju pantai pun jarang. Paling tidak, itulah yang dialami ketika saya menelusuri Karangasem untuk mencari Virgin Beach.

Pantai yang terletak di Desa Perasi, Karangasem, ini tak cukup terkenal, termasuk oleh sopir sekaligus pemandu yang menemani saya. Ketut, pria asal Sanur, mengaku belum pernah menginjakkan kaki di Virgin Beach. Walhasil, setelah melewati Jalan Raya Candidasa menuju Jalan Raya Bugbug, yang kiri dan kanannya penuh pemandangan hijau, kendaraan dikendarai perlahan.

Papan nama cukup jelas bertuliskan Virgin Beach pun di depan mata. “Waktu saya lewat beberapa waktu lalu, rasanya tak ada plang pantai itu,” ucap Ketut. Saya tersenyum. Bisa jadi pantai ini memang tersembunyi. Dari jalan utama menuju Amlapura, kendaraan berbelok ke kanan, masuk ke Jalan Pantai Perasi, mengikuti anak panah. Pantai masih sekitar 2 kilometer.  Setelah melalui jalan kampung, tibalah saya di area parkir. Saat kendaraan berhenti, giliran kaki pengunjung yang harus melangkah. Jalan menurun dan berbatu sepanjang 500 meter pun saya tapaki.

3 pantai di karangasem, Bali, salah satunya Virgin Beach

Saya menemukan jalan berujung gang sempit di antara dua kios. Suara debur ombak kian kencang terdengar. Mulanya tidak berharap menemui keindahan. Namun, begitu  melayangkan pandangan ke pantai sepanjang 600 meter itu, senyum saya langsung melebar. Meski terbilang pendek, pantai itu benar-benar menggoda. Wow, pasirnya lembut dan putih. Gradasi warna airnya biru menantang tubuh menceburkan diri ke dalamnya. Warga setempat menyebutnya Pantai Pasir Putih. Karena berada di Desa Perasi, dikenal pula dengan Pantai Perasi.

Belasan kafe sederhana menjadi pilihan untuk melepas dahaga. Kursi-kursi menjadi tempat untuk berleha-leha. Saya berjalan menyusuri pantai. Ada deretan perahu nelayan di bagian ujung. Para nelayan pun menyediakan jasa untuk mengantar saya ke lokasi penyelaman atau snorkeling. Tak lama setelahnya, sebuah perahu dengan empat turis perempuan menepi. Puluhan turis asing, dibalut bikini dan busana santai, menerjang ombak. Seperti saya, mereka menelusuri pantai. Saat gelap, tak ada pilihan selain meninggalkan pantai. Tidak ada penerangan, terutama di jalan, karena kiri dan kanan tanah kosong. Hanya gerombolan sapi yang asik memamah biak.

Perjalanan pulang cukup menanjak, membuat saya terengah-engah. Tentu dua pantai lain tak saya kunjungi hari ini. Saya menuju ke Candidasa, menginap di sebuah hotel. Esok pagi giliran Blue Lagoon yang akan dicapai dengan perahu. Cuaca yang cerah di April membuat saya bisa langsung menatap langit biru dengan awan putih kala pagi. Blue Lagoon berada tak jauh dari Padang Bai. Bisa dicapai via darat, tapi bila menginap, ditempuh dengan perahu menjadi pilihan yang lebih tepat.

Saya tiba pukul 09.00 di teluk tersebut. Kapal hilir mudik di Padang Bai. Belum ada perahu datang membawa turis untuk snorkeling atau menyelam.  Di depan tampak sebuah pantai yang juga pendek dan terlihat sepi. Tak jauh dari jungkung yang mengantar saya, ada sebuah area mengapung, lengkap dengan sejumlah permainan, di antaranya seluncuran yang langsung ke laut.

Tak lama, jungkung atau perahu kayu lain berdatangan. Perahu cepat pun tampaknya membawa turis-turis dari Cina. Rombongan orang itu menaiki area terapung. Sebagian meluncur dan menikmati air laut, sebagian melaju kencang dibawa banana boat dan jenis permainan lain. Sebagian lagi tampak mencoba mencermati ikan dengan snorkeling. Ramai lah pagi itu.

Tak terasa terik sinar mentari mulai terasa di kulit. Saatnya melepas keindahan di bawah laut dengan rangkaian bukit di sekeliling teluk. Masih ada satu pantai lagi hari ini yang akan disinggahi. Namun, saya memilih melalui jalur darat. Letaknya tak jauh dari Pelabuhan Padang Bai. Dari arah Candidasa, Blue Lagoon berada sebelum Pelabuhan Padang Bai, sementara Pantai Bias Tugel, yang menjadi sasaran selanjutnya, berada setelah pelabuhan tersebut.

Siang hari, saya meninggalkan Candidasa. Entahlah, kali ini adalah waktu yang tepat untuk kembali ke pantai. Bagaimana pun, paling asik menikmati pesisir saat pagi atau sore. Namun tak ada pilihan. Sebab, hari ini saya harus meninggalkan Pulau Dewata. Dari Candidasa, saya ke Padang Bai sebelum pintu pelabuhan kendaraan berbelok ke kanan, sebuah jalan kecil dengan beberapa homestay. Namanya Gang Mumbul.

Sekitar 600 meter, jalan kecil itu berujung di jalan yang diapit dua tembok. Terlihat deretan mobil di sisi kanan. Ruang parkir yang sempit membuat kendaraan yang keluar harus mundur. Gerbang itu dijaga beberapa pemuda setempat. Mereka menariki uang retribusi. Saya menembus panas di antara dua dinding tembok, menuruni tangga, hingga bertemu dengan lubang di dinding kiri. Di sinilah saya harus berbelok karena di ujung jalan tebing langsung ke samudera.

Berikutnya, saya harus menyusuri jalan setapak di antara pepohonan. Hingga kembali, saya disuguhi pantai pendek yang menawan. Panjang pantainya hanya sekitar 400 meter. Di situ pun hanya ada beberapa warung. Namun justru jadi pilihan sejumlah turis asing. Payung warna-warni menjadi tempat berteduh kala sinar surya menyengat kuat. Saya memilih duduk manis, sebab teriknya terlalu menyakiti kulit. Lain halnya dengan para pemilik kulit pucat yang terlihat asik bergumul dengan ombak. Mungkin lain kali saya harus datang lebih sore agar butiran pasir yang lembut bisa lebih lama merendam kaki.

Tak lengkap melaut tanpa mencicipi hidangan khasnya. Selepas Padang Bai, Ketut membawa saya singgah ke Lesehan Sari Baruna, tak jauh dari Goa Lawah, Klungkung, sebelum mengantarkan saya ke bandara. Satu paket sate ikan, sop ikan,  dengan nasi seharga Rp 23 ribu pun melepas rasa lapar. Saya siap terbang ke Jakarta.

Dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta

Pilihan terbang ke Bali memang begitu banyak. Setiap maskapai nasional menawarkan beberapa kali penerbangan dalam sehari. Penerbangan dari negara tetangga pun langsung mencapai Bandara Ngurah Rai. Dari bandara, Anda bisa langsung mengarah ke Karangasem. Pilihannya bisa menginap di Padang Bai, Manggis, atau Candidasa.

Rita N./B. Rahmanita/Dok. TL