
Hangat-hangat ala bandung saat udara mulai terasa dingin ketika memasuki musim hujan, ada pilihan asik, yakni bandrek, bajigur, ronde, atau sekoteng. Keempatnya bisa menjadi teman nongkrong yang menyenangkan.
Hangat-hangat ala Bandung
Di saat musim hujan dan masa liburan di Bandung, rasanya ada yang bisa dilakukan selain diam . Tapi, ayo cari penghdi kamar hotel. Minuman hangat tersebar di beberapa titik di kota Kembang ini. Ada beberapa minuman khas Parahyangan yang sengaja disajikan untuk membuat tubuh tisa diserak lagi kedinginan. Sebut saja bandrek yang bisa diseruput sambil nongkrong berdua bersama teman.

Bandrek di Hutan Pinus
Sekelompok pengendara sepeda motor trail memacu tunggangannya melintasi jalan berkelok, melewati beberapa orang yang mengayuh sepeda perlahan. Mereka berada di antara pohon pinus dataran tinggi Bandung bagian utara Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Tujuan mereka sama, yakni menuju warung bandrek Ibu Ipah di sekitar hutan pinus Tahura Ir. H. Djuanda yang buka sejak 2004.
Minuman hangat ini merupakan campuran jahe, cabai Jawa (cabe areuy dalam bahasa Sunda), gula aren, kolang-kaling, dan serutan kelapa. Ada dua jenis bandrek yang disajikan. Pertama, bandrek orisinal dengan rasa jahe yang dominan seharga Rp 10 ribu per gelas. Bila tidak terlalu suka rasa jahe yang kuat, Anda bisa memilih jenis kedua. Jenis kedua merupakan bandrek spesial dengan tambahan susu kental manis seharga Rp 12 ribu per gelas. Kudapan yang paling pas berupa aneka gorengan (pisang, peuyeum, tahu isi) seharga Rp 2 ribuan, atau tape ketan hitam yang dibungkus daun jambu.
Warung Bandrek Ibu Ipah; Tahura Ir. H. Djuanda, Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan,
Bandung
Bandrek Sejak 1958
Bajigur adalah minuman hangat asli Tanah Pasundan, perpaduan antara santan, gula Jawa, dan kolang-kaling. Santan cukup dominan dengan rasa manis dan gurih. Harganya Rp 10 ribu per gelas. Teman untuk menikmatinya ialah gorengan. Berada di pusat kuliner Jalan Cilaki, Bandung, warung ini menyediakan gorengan tahu, pisang, nangka, dan nanas dengan harga satuan Rp 2 ribuan.Warung bajigur Hj Siti Maemunah tergolong warung bajigur tertua yang masih bertahan di Bandung.
Dirintis oleh Maemunah sejak 1958, tak heran jika warung bajigur ini memiliki banyak pelanggan fanatik dari beberapa kota besar. Dulu, warung ini dikenal dengan nama Bajigur Supratman karena awalnya dibuka di Jalan Supratman. Setelah ada penataan kawasan, warung pindah ke Jalan Cilaki. Karenanya, kini terkenal dengan nama Warung Bajigur Hj. Siti Maemunah. Setelah Maemunah wafat, warung ini dikelola oleh anak-anaknya dan menjadi salah satu ikon kuliner malam Kota Bandung. Lokasi warung ini hanya sekitar 300 meter dari Gedung Sate.
Warung Bajigur Hj. Siti Maemunah; Jalan Cilaki, Bandung

Denting Tukang Sekoteng
Dentingan mangkok yang khas di malam hari kerap menjadi penanda penjaja sekoteng mulai berkeliling menyusuri jalanan, meski ada juga yang mangkal di tempat keramaian. Sekoteng terdiri atas air jahe dan campuran rempah lain, air gula, lalu diberi taburan potongan roti tawar berbentuk dadu, pacar cina, kacang tanah, dan kue simping manis. Menurut salah seorang pedagang sekoteng keliling yang sudah berjualan sejak 1975, jarang ada tukang sekoteng mangkal.
“Hampir semuanya keliling, tapi sekarang semakin jarang. Mungkin orang-orang sekarang tidak terlalu suka ya,” ujarnya. Dengan harga Rp 15 ribu per mangkok, pedagang sekoteng lain tetap setia menyusuri jalanan kota. Sesekali mereka berhenti di tempat-tempat ramai, seperti Gedung Sate atau taman-taman kota yang kerap dikunjungi warga.
Tukang Sekoteng Keliling; Sekitar Gedung Sate, Bandung
Ronde Jahe Alketeri
Nyempil di mulut gang dengan suasana warung kuno sederhana justru menjadi ciri khas dan daya tarik sendiri dari Warung Ronde Jahe Alketeri di Jalan Alketeri, Bandung. Area warung sangat sempit dan memanjang sekitar 5 x 2 meter. Kondisinya masih sama seperti pertama kali buka pada 1984. Nyonya Guat, 83 tahun, masih tetap setia menyapa para pelanggannya. Ia juga meracik pesanan dengan sabar.
Ronde jahe atau wedang ronde buatannya berupa ronde dari tepung beras ketan yang dibentuk bulat tanpa isi. Ada pula yang bulat besar dengan isi kacang. Ronde disiram air jahe panas, air pandan, dan gula aren. Bagi yang tidak suka gula aren, bisa diganti dengan gula pasir cair. Rasanya enak dengan tekstur empuk kenyal dan air jahe yang manis, segar, sera harum. Harganya Rp 20 ribu per mangkok. Nyonya Guat tinggal di kawasan ini sejak 1940-an. Ia pernah berganti-ganti usaha, mulai warung nasi, warung sate, hingga akhirnya menemukan usahanya yang pas dan tetap bertahan hingga kini, yaitu ronde jahe.
Ronde jahe Alketeri kini dikenal sebagai salah satu warisan kuliner Bandung yang wajib dicicipi para pemburu kuliner. Hasil kerja keras Nyonya Guat kini berbuah 11 cabang yang tersebar di beberapa pusat perbelanjaan modern di Bandung dan satu cabang di Palembang.
Ronde Jahe Alketeri; Jalan Alkateri Bandung
TL/agendaIndonesia
*****