
Candi Sukuh diketahui sebagai candi Hindu terakhir yang ada di pulau Jawa. Sekaligus menandai dimulainya masa perkembangan awal agama Islam di pulau ini. Kompleks candi Hindu yang tidak terlalu besar ini memiliki pengaruh era Megalitikum di lereng Gunung Lawu.
Candi Sukuh
Terletak di Dusun Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Candi Sukuh tidak sulit untuk dicapai jika pengunjung menggunakan transportasi umum. Dari Terminal Tirtonadi, Solo, pengunjung bisa naik bus jurusan Tawangmangu, yang membawa ke Terminal Karangpandan. Di masa normal, sebelum pandemi Covid19, bus jurusan ini umumnya beroperasi mulai pukul 6 pagi. Di hari biasa, bus itu penuh dengan penumpang anak sekolah dan pegawai kantor. Ongkos bus tak mahal, sekitar Rp 10 ribu per orang dewasa, dan sekitar 60 menitan sampai di Karangpandan.
Perjalanan ke lereng barat Gunung Lawu dilanjutkan dengan bus-bus kecil atau minibus dengan tujuan Desa Kemuning. Perjalanan akan memakan waktu sekitar 20 menit untuk tiba di pertigaan Nglorok. Dari sini, pengunjung bisa memilih dua pilihan untuk menuju Candi Sukuh, yakni naik ojek atau berjalan kaki selama kurang lebih 45 menit di jalan aspal sepanjang dua kilometer.
Komp.leks candi ini pada hari-hari biasa tidak cukup banyak dikunjungi wisatawan. Ia baru agak ramai pada hari-hari akhir pekan atau libur sekolah. Kadang ada pula rombongan anak sekolah
Memasuki kompleks candi Sukuh ini, pengunjung akan disambut Gapura Paduraksa—gapura beratap menuju teras pertama. Di bagian atasnya terdapat pahatan kepala Kala, yang menyambut dengan senyum seringai. Di dinding kiri-kanan terdapat relief raksasa sedang menggigit ekor ular dan memakan manusia. Konon, kedua pahatan itu merupakan sandi angka, biasa disebut sengkalan dalam tradisi Jawa kuno. Ini biasanya diperkirakan menunjukkan tahun selesainya pembuatan candi, yakni 1359 Saka atau 1437 Masehi.

Sepintas, tanpa memperhatikan detail relief, bangunan utama Candi Sukuh tampak seperti bangunan pemujaan ala suku Maya di Meksiko. Candi yang menghadap ke barat pada ketinggian 910 meter di atas permukaan laut ini dibangun pada akhir abad ke-15. Candi tersebut menurut sejumlah keterangan dikategorikan sebagai candi Hindu dengan arsitektur yang, konon, menyimpang dari ketentuan kitab Wastu Widya.
Pengaruh budaya pra-Hindu (Megalitikum) tampak jelas dari teras berundak di kompleks candi tersebut, di mana titik paling suci ditempatkan pada bagian paling tinggi dan paling belakang. Ada dugaan Candi Sukuh dibangun dengan tujuan sebagai tempat meruwat untuk melepaskan kekuatan buruk yang dimiliki seseorang.
Saat ini pengunjung tidak dapat lagi melintasi Gapura Paduraksa untuk masuk ke teras pertama. Para wisatawan kini harus memutar dari sisi kanan. Pintu gapura utama tersebut ditutup agar pahatan yang berfungsi sebagai Mantra Ruwatan, yang ada di lantai gapura, tetap terlindungi. Karya tersebut diperkirakan menggambarkan persatuan lingga dan yoni, sebuah lambang kesuburan. Mantra itu dipasang konon untuk menyucikan setiap tubuh yang masuk ke kompleks candi.
Tak banyak yang dapat dinikmati di halaman teras pertama. Pemandangan paling mencolok, selain Karanganyar dari ketinggian, adalah tiga batu yang masing-masing bergambar lelaki berkuda diiringi pasukan bertombak, sepasang lembu, dan lelaki penunggang gajah. Di belakang ketiga batu tersebut terdapat semacam bangku batu dan meja.
Teras kedua dapat dicapai setelah melalui tangga batu yang diapit Gapura Bentar. Sama sekali kosong di sini, sehingga dapat dipastikan pengunjung akan bersegera menuju teras ketiga. Teras tertinggi itu diyakini sebagai pelataran paling suci. Terdapat banyak arca dan batu bergambar di sana. Di sayap kanan, perhatian pengunjung akan tersita oleh tiga arca manusia bersayap. Anak-anak bisa jadi akan berimajinasi tengah bertemu dengan malaikat. Pada bagian belakang, tampak dua dari tiga arca memiliki pahatan aksara Kawi. Sedangkan di sayap kiri terdapat beberapa arca berbentuk lembu dan gajah, di mana kisah Sudamala dimulai tepat setelah relief gajah terakhir. Relief itu menggambarkan kisah keberhasilan Sadewa—anggota Pandawa bersaudara—meruwat Dewi Uma, yang dikutuk oleh Batara Guru menjadi Durga.
Pengunjung biasanya tak mau melewatkan kesempatan untuk naik ke bangunan utama di teras ketiga setinggi 6 meter. Tidak ada ruangan di dalamnya. Kosong pula bagian atapnya. Hanya ada lingga tanpa yoni dengan beberapa batang dupa wangi dan canang sesaji. Kadang-kadang, pengunjung meletakkan uang dalam jumlah tak terlalu besar di sana. l
TL/agendaIndonesia
*****