menikmati 1001 kisah negeri sendiri bersama Komunitas Historia Indonesia

Menikmati 1001 kisah negeri sendiri tentang sejarah dan budaya. Banyak program yang disusun Komunitas dengan menarik. Wisata pun menambah wawasan dan mengungkap kesadaran.

Menikmati 1001 Kisah Negeri Sendiri

Jarum jam arloji menunjukkan tepat pukul 20.00 WIB. Hujan yang mengguyur sejak sore belum juga reda. Meski begitu, ratusan anggota Komunitas Historia Indonesia  (KHI) tetap semangat mengikuti “Wisata Malam Kota Tua Jakarta”. Mereka tetap antusias menyambangi tempat-tempat sejarah yang mungkin belum diketahui, meski cukup lama tinggal di Jakarta.

Ya, mungkin boleh dibilang orang yang mengetahui jika Museum Fatahillah itu dulunya bernama Stadhuis alias Balai Kota masih terhitung dengan jari. Begitu pula dengan Stadhuis Plein, sebutan untuk Taman Fatahillah; Raad van Justitie, yang dulunya Benteng Batavia kini dinamakan Museum Seni Rupa dan Keramik; atau Hoenderpasar Broeg, nama lain Jembatan Kota Intan pada zaman kolonial.

menikmati 1001 kisah negeri sendiri bersama aktivitas KHI
Kmunitas Hirtoria Indonesia sedang beraktivitas menikmati sejarah Jakarta. Dok KHI

Komunitas penggemar sejarah ini memang mengenalkan situs-situs sejarah bangsa dengan cara berbeda. Pada acara bertajuk “China Town Journey”, misalnya. Para anggota KHI menyambangi The Groote Kanaal atau Kali Besar, Pasar Pagi, Rumah Keluarga Souw, eks Gedung Tiong Hoa Howe Kwan, Klenteng Toa Sai Bio, Gereja St Maria De Fatima, Klenteng Jin De Juan, dan Pasar Glodok.

China Town Journey juga digelar tahun ini, tepatnya sehari menjelang perayaan Hari Raya Imlek nanti. “Namun temanya berbeda. Kali ini kami akan mengajak para peserta mengunjungi tempat-tempat yang dulunya dijadikan pusat prostitusi, perjudian, dan perdagangan madat,” ucap Asep Kambali, pendiri dan Ketua Umum KHI.

Meski terkesan negatif, pria yang akrab disapa Kang Asep itu ingin memperlihatkan jika keberadaan etnis Tionghoa sudah ada sejak dulu dan tak dapat dilepaskan dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Dalam sejarahnya, kata Kang Asep, kawasan Pecinan selalu menjadi penopang sekaligus jantung yang menggerakkan detak perekonomian. “Kami berharap, adanya acara seperti itu dapat meningkatkan kesadaran kita sebagai warga negara Indonesia sehingga meningkatkan toleransi berwarga negara,” ujarnya.

Di lain kesempatan, para anggota penggemar sejarah itu juga tampil di Bandara Internasional Soekarno-Hatta dalam rangka 60 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Indonesia. Mereka berdandan menyerupai sosok Presiden Soekarno, Mohammad Hatta, Ali Sastroamidjojo, Pandit Jawaharlal Nehru, Zhou Enlai, Presiden Gamal Abdul Nasser, dan Raja Faisal.

KHI juga menggelar program Night at The Museum pada kesempatan lain. Sesuai dengan namanya, para peserta diajak melakukan tur museum di tengah malam. Sekali waktu, mereka juga menjelajahi kawasan Pulau Seribu untuk mengamati benteng-benteng peninggalan Belanda yang ada di sana.

Banyak kegiatan yang diadakan komunitas yang berdiri pada 22 Maret 2003 itu. Tentu semua tak lepas dari sejarah dan budaya. Pada awal berdiri, KHI diberi nama KPSBI-Historia, kependekan dari Komunitas Peduli Sejarah dan Budaya Indonesia-Historia. Namun pada 2005, KPSBI-Historia berganti nama menjadi Komunitas Historia Indonesia atau KHI.

Hingga kini, anggota KHI sudah mencapai 23.500 orang yang tersebar tak hanya di Indonesia, tapi sampai luar negeri. KHI memiliki jenis keanggotaan pasif dan aktif. Anggota pasif berupa anggota yang hanya melakukan registrasi via situs KHI, tapi tidak mengisi formulir lanjutan via situs  yang sama untuk verifikasi. Anggota jenis ini bersifat gratis, tapi memiliki fasilitas terbatas.

Seddangkan anggota aktif merupakan anggota yang telah mengisi formulir lanjutan via website yang sama. Selanjutnya, anggota mengisi formulir di sekretariat KHI dan telah berkontribusi membayar biaya registrasi sebesar Rp 300 ribu satu kali seumur hidup, sudah termasuk iuran bulanan untuk tahun berjalan. Keanggotaan jenis ini memiliki fasilitas penuh. Untuk mengkomunikasi program-programnya, KHI menggunakan sarana situs, Blog,Twitter, dan Facebook.

Berbagai prestasi dan penghargaan sempat diraih KHI, seperti Komunitas Peduli Museum, Most Recommended Consumer Community Award, The Best Enterpreneurial & Business ConsumunityAward, dan Pengabdian terhadap Kelestarian Budaya Indonesia.

Penghargaan-penghargaan itu diraih karena KHI dinilai berhasil mengemas paket tur yang mengedepankan konsep rekreasi, edukasi, dan hiburan agar sejarah tidak lagi membosankan. Namun yang terpenting, menurut Kang Asep, KHI berharap warga Indonesia menjadi turis di negerinya sendiri.

Kontak KHI

Email info@komunitashistoria.com

Andry T./Dok. TL/Dok. Komunitas Historia Indonesia

Yuk bagikan...

Rekomendasi