Pulau Kemaro Palembang menjadi salah satu daya tarik saat Imlek dan Cap Go Meh.

Pulau Kemaro Palembang, Sumatera Selatan, ramai dikunjungi peziarah dan pelancong. Selain pada hari-hari biasa, paling ramai didatangi saat Imlek dan puncaknya ketika perayaan Cap Go meh, atau hari ke 15 setelah Hari Raya Imlek setiap tahun.

Pulau Kemaro Palembang

Deru mesin perahu motor menandai dimulainya pelayaran saya ke Pulau Kemaro dari tepi Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Daratan seluas lima hektare ini sesungguhnya hanya berjarak sekitar enam kilometer dari Benteng Kuto Besak, sehingga bisa dicapai dalam waktu singkat. Cukup dengan membayar Rp 15 ribu, saya bisa mengunjungi pulau itu.

Kemaro berarti kemarau, atau musim panas. Meski air sungai meluap, menurut cerita warga setempat Pulau Kemaro tidak pernah kebanjiran. Saya memilih menyewa perahu karena ingin melihat sekeliling pulau dan juga sisi lain sungai yang membelah ibu kota Sumatera Selatan ini. Sebenarnya ada juga bus air, yang mengantar anak-anak berseragam pulang dari sekolah. Tapi ini tentu khusus anak sekolah dan “trayeknya” lebih tertentu. Dengan sewa perahu, selain lebih leluasa, rasanya tak melanggar hak anak-anak sekolah itu.

Tak lama perahu motor membelah air Sungai Musi, pulau yang saya tuju tampak di depan mata. Saya naik ke dermaga yang posisinya cukup tinggi. Di mana-mana terlihat pepohonan, sehingga tidak terasa hawa panas. Pedagang makanan dan minuman menyambut di bawah kerindangan pohon. Ketika kaki melangkah lebih jauh, tampak sekeliling pulau seperti hutan kecil. Jalan pun berujung pada sebuah rumah ibadah yang berupa pagoda.

Sebenarnya, pagoda berlantai sembilan itu baru dibangun pada 2006. Semula, ini Kelenteng Soei Goeat Kiong, yang lebih dikenal sebagai Kelenteng Kwan Im. Didirikan pertama kali pada 1962, kini tempat itu telah menjelma pagoda bertingkat didominasi warna merah dan kuning serta hiasan naga. Bangunan pagoda tinggi menjulang, tampak unik di tengah pepohonan. Ada pelataran dengan dua patung penjaga berwarna hitam di pintu masuk utama.

Tidak jauh dari sana, saya menemukan rumah penjaga pagoda yang ternyata sudah puluhan tahun turun-temurun tinggal di Pulau Kemaro. Seorang ibu tua yang berasal dari Pulau Jawa bertugas membersihkan lingkungan tersebut. Ibu itu lantas bercerita bagaimana pulau ini paling ramai dikunjungi ketika acara Cap Go Meh, perayaan 15 hari setelah Tahun Baru Imlek. Pengunjung datang dari berbagai daerah, bahkan negara lain.

Bagi muda-mudi, ada obyek wisata yang unik, yakni pohon cinta. Pohon dengan beberapa cabang ini diyakini bisa membantu menyatukan cinta. Caranya, cukup dengan mengukirkan nama kedua pasangan, maka keinginan untuk menikah akan kesampaian. Kisah cinta memang mencuat di pulau ini. Di sebuah batu, bisa dibaca legenda Pulau Kemaro. Berupa kisah percintaan antara putri Kerajaan Sriwijaya dan saudagar dari Cina, yakni Siti Fatimah dan Tan Bun An.

Pulau Kemaro Palembang dikenal dengan kisah cinta antara Tan Bun An dan Siti Fatimah. Ramai dikunjungi di hari ke 15 setelah tahun baru musim semi.
Batu Prasasti tentang Pulau kemaro, Palembang, Sumatera Selatan. Foto: shuterstock

Kisahnya, berdasar cerita ibu penjaga dan beberapa pengunjung setempat juga batu prasasti, suatu hari sang putri diajak ke Negeri Tiongkok. Saat pulang, mereka dibekali sejumlah guci. Di Sungai Musi, di dekat Pulau Kemaro, Tan Bun An memeriksa guci-guci tersebut. Ternyata cuma berisi sayuran. Pria Cina itu pun membuang semua guci ke sungai karena kesal. Salah satu guci pecah, dan terlihatlah kepingan koin emas. Ia kaget dan menyesal, lalu menyuruh pengawalnya melompat ke sungai untuk mengambil guci yang telah dibuang. Karena sang pengawal itu tak kunjung muncul kembali, ia pun ikut terjun ke dalam sungai. Langkah ini dilakukan pula oleh Siti Fatimah. Sayangnya ketiganya tak muncul lagi.

Delta kecil yang menjadi daratan awal Pulau Kemaro itu pun meluas, sehingga dianggap sebagai kuburan sang putri dan lambang cinta keduanya. Masyarakat menyebutnya tempat keramat. Legenda itu terus didengungkan kepada setiap pengunjung, sehingga selalu hidup dari masa ke masa.

Di salah satu sisi pulau juga ditemukan beberapa patung pendeta dan pendekar Tiongkok. Ada pula bangunan kelenteng baru dengan pulasan merah menyala. Bulan ini tentunya Pulau Kemaro akan lebih terang dengan hiasan lampion merah saat perayaan Cap Go Meh.

agendaIndonesia/Rita N./TL

*****

Yuk bagikan...

Rekomendasi