
Terbang dengan LCC atau Low Cost Carrier, penerbangan dengan biaya rendah, semakin banyak dipilih wisatawan untuk terbang. Tentu saja karena soal kepraktisannya, dan tarif tiketnya. Penerbangan jenis ini sesungguhnya bukan hal baru. Fenomena ini bahkan sudah dimulai sejak 1967 oleh maskapai Southwest.
Terbang Dengan LCC
Dunia penerbangan saat ini mengenal dua jenis penerbangan berdasarkan layanannya, yaitu Low Cost Carrier (LCC) dan Full Service Carrier (FSC). Di Indonesia, FSC didominasi oleh Garuda Indonesia dan Batik Air, yang dapat dikenali dengan maskapai penerbangan dengan pelayanan premium dan harga yang tinggi. Sedangkan LCC didominasi oleh Lion Air Group, Citilink, dan Air Asia.
Perbedaan harga yang cukup jauh antara maskapai FSC dan LCC membuat masyarakat menggandrungi terbang dengan LCC, meski masih banyak juga yang lebih puas dengan pelayanan FSC.
Pernahkah terpikir bagaimana cara LCC tetap mendapatkan keuntungan dengan tarif yang sangat rendah? Mengetahui 10 faktor ini bisa menjadi pertimbangan kapan terbang dengan LCC, kapan memilih FSC.
Mengambil Tarif Batas Bawah
Kelebihan dari maskapai jenis LCC adalah tarif mereka yang rendah. Ini bukan berarti mereka mengakali harga, karena tarif mereka tetap berada dalam batas yang diizinkan oleh peraturan pemerintah, hanya mereka membidik tarif batas bawah.
Penetapan tarif batas bawah berakibat pada banyaknya pelayanan yang jauh berbeda dengan penerbangan jenis Full Service Carrier. Misalnya saja kenyamanan yang didapatkan, makanan dan minuman selama penerbangan, fasilitas bagasi, dan berbagai pelayanan lain yang justru menjadi kelebihan dalam penerbangan FSC.
Memperpendek Jarak Antarkursi

Penerbangan jenis LCC berusaha membawa penumpang sebanyak-banyaknya. Tentu dalam batasan aman dan nyaman. Karena itu, mereka memperpendak jarak ruang antarkursi penumpang.
Kira-kira rumusnya, semakin pendek jarak antarkursi, semakin banyak penumpang yang dapat mereka angkut. Semakin banyak penumpang yang mereka angkut, semakin banyak pemasukan yang dapat digunakan untuk menutupi biaya operasional.
Beberapa maskapai LCC juga memangkas beberapa space ruangan seperti dapur dan toilet yang lebih sempit sehingga seluruh ruangan dalam pesawat dapat dimaksimalkan untuk menampung penumpang lebih banyak.
Hanya Ada Satu Kelas Kabin
Jika wisatawan perhatikan perbedaan yang pertama akan ditemui ketika memasuki pesawat FSC dan LCC dari depan adalah, pesawat LCC tidak memiliki ruang khusus serupa kelas bisnis di FSC. Dengan kabin yang seragam pihak maskapai dapat menghemat banyak hal mulai dari interior hingga pelayanan.
Meski demikian, beberapa maskapai mensiasati dengan memberikan pilihan untuk treatment khusus kepada penumpang, contohnya Citilink dengan Green Seat-nya, juga Air Asia. Namun tentu saja perlakuan khusus ini bisa didapatkan dengan menambah sejumlah uang tertentu.
Membawa Bahan Bakar Secukupnya
Pernahkah Pelancong memperhatikan ketika naik penerbangan LCC bahwa waktu terbang lebih singkat dibandingkan jika naik maskapai yang full service? Hal ini karena LCC cenderung membuat pesawatnya seringan mungkin. Karenanya, mereka tidak membawa bahan bakar berlebih, agar bahan bakar tidak membebani pesawat ketika terbang sehingga mereka bisa bergerak dengan lebih cepat dari satu kota ke kota lainnya. Tentu jumlah bahan bakar yang dibawa tetap dalam range aman.
Menekan Fasilitas

Ketika wisatwan menumpang LCC, maka mereka sudah siap untuk tidak mendapatkan in flight entertainment, makanan dan minuman gratis sama sekali. Jika mau, penumpang diperkenankan untuk membeli atau memesan ketika melakukan reservasi atau booking tiket. Jumlah makanan dan minuman tersebut tentu terbatas, sehingga jika tidak membeli atau memesan terlebih dulu, bisa jadi akan kehabisan. Jumlah meal yang mereka bawa di luar pesanan sangat terbatas karena menekan kemungkinan waste.
Mengenakan Biaya Tambahan
Penerbangan LCC sebenarnya bisa memberikan pelayanan tambahan, namun dengan sejumlah ketentuan. Misalnya saja penumpang harus membayar lebih untuk bagasi yang lebih banyak; harus membayar untuk pilihan kursi; harus membayar untuk mendapatkan makanan dan minuman di pesawat; dan harus membayar untuk berbagai macam fasilitas tambahan lainnya.
Jadwal Red Eye Flights
Red Eye Flights adalah penerbangan yang dilakukan pada jam yang sangat pagi dan jam yang sangat malam. Penerbangan LCC banyak mengambil celah pada jadwal Red Eye karena ingin mengambil kue Red Eye yang selama ini cenderung dihindari maskapai Full Service.
Memperpendek Turn Around Time
Semakin lama sebuah pesawat terparkir di bandara maka biaya parkir juga akan makin mahal. Maskapai LCC mengakalinya dengan cara memperpendek turn around time (waktu tunggu untuk terbang ke base awal atau rute lanjutan), sehingga secara rata-rata jam terbang mereka lebih tinggi dari FSC, karena mereka lebih banyak terbang daripada berdiam di bandara.
Penyesuaian Jadwal Penerbangan
Terkadang beberapa maskapai LCC memutuskan tidak jadi terbang karena jumlah penumpang yang sangat sedikit dan tidak memenuhi kuota. Jika penerbangan dipaksakan tetap dilakukan mereka akan mengalami kerugian. Mereka lalu mengakalinya dengan cara mengalihkan penumpang ke penerbangan selanjutnya. Akibatnya sering terjadi penumpukan penumpang di bandara dan delay.
Namun tidak semua LCC menerapkan hal semacam ini, karena beberapa LCC pun memiliki komitmen yang tinggi terhadap konsumen dengan berangkat tepat waktu dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya delay berkepanjangan.
Terminal Tersendiri
Banyak bandara memberlakukan terminal yang berbeda antara LCC dan FSC. Di Bandara Soekarno Hatta, misalnya, LCC mendapatkan Terminal 1 sedangkan Garuda Indonesia berada di Terminal 3. Demikian halnya dengan bandara-bandara lainnya di dunia. Alasan mengapa terminal mereka berbeda adalah karena faktor soal fasilitas yang berbeda.
Jadi mau pilih penerbangan mana? Semua ada plus minusnya. Terbang dengan LCC oke, terbang dengan FSC ayo aja. Yang terpenting semua tetap menerapkan penerbangan yang aman.
agendaIndonesia
******