Percikan Air Terjun Subang Selama 2 Hari

Percikan air terjun memberikan kesegaran, bisa dinikmati di wilayah Subang Selatan.

Percikan air terjun bisa menyegarkan pikiran dan raga yang jenuh dengan kesibukan di kota. Tak perlu jauh-jauh melakukan perjalanan. Bagi mereka yang biasa berakhir pekan e Bandung, atau sebaliknya yang dari ibukota Jawa Barat itu ke Jakarta, sekali-kali bisa membelokkan kendaraannya sedikit.

Percikan Air Terjun

Ada pilihan destinasi yang tidak itu-itu saja di antara Jakarta dan Bandung, kali ini sedikit melipir ke . Tepatnya di Subang Selatan. Ada kesejukan percikan air terjun, atau dalam bahsa Sunda disebut curug.

Jalur untuk mencapainya juga menawarkan jejak petualangan baru. Dari Jakarta, jaraknya 157 kilometer. Sedangkan dari pusat Kota Subang ke arah selatan, jaraknya 37 kilometer. DI sana ada hamparan perkebunan teh nan hijau dengan sederet air terjun.

Walaupun masuk wilayah Subang, lokasinya lebih dekat dengan kota Purwakarta. Dari tol Cipularang, wisatawan bisa keluar di pintu tol Sadang, Purwakarta, dan melanjutkan perjalanan ke arah Wanayasa. Bila berangkat dari Bandung, jaraknya 63 kilometer ke utara melalui Jalan Raya Ciater.

Lalu ada apa saja sajian wisatanya? Pilihan destinasinya ada Curug Cikondang, Cilémpér, Cijalu, hingga Cileat. Semburan air dan hawa sejuknya menyegarkan badan dan pikiran. Obyek wisata ini bisa dijajal dalam dua hari di akhir pekan.

Percikan air terjun Cijalu di Subang menarik meskipun masih dikeramatkan.
Percikan Air Terjun Cijalu menyegarkan meskipun kaum hawa mesti menahan diri. Foto: DOk. TL

Hari Pertama: Curug Cijalu

Berangkat pagi dari Jakarta atau Bandung. Bila berangkat pukul 06.00 dari Jakarta, dalam kisaran tiga jam pengunjung sudah tiba di Jalan Raya Ciater, Subang. Sedangkan dari Bandung, tidak sampai dua jam.

Tiba di Subang, wisatawan akan disambut hamparan kehijauan perkebunan teh yang berkabut. Selanjutnya, tinggal menuju Jalan Raya Ciater hingga menemukan jalan ke arah Serangpanjang.

Di sana tujuan pertamanya adalah Wisata Curug Cijalu. Pengunjung harus membayar tiket masuk Rp 10 ribu per orang. Adapun tarif kendaraan sebesar Rp 3 ribu-10 ribu, tergantung ukurannya. Kawasan wisata yang berada di Desa Cipancar, Kecamatan Serangpanjang, ini tidak sulit dicapai. Jalan masuknya beraspal. Area parkir utama akan ditemui setelah 20 menit berkendara dari gerbang. Selanjutnya berjalan kaki.

Sudah ada juga beberapa warung makanan dan cenderamata. Tersedia pula ruang lapang bagi pengunjung yang ingin beraktivitas atau bahkan untuk mereka yang ingin berkemah.

Sekitar 10 menit berjalan dari area parkir, wisatawan bisa menemukan air terjun kecil menuruni batuan alami di sisi kiri, namanya curug Cikondang. Tingginya kira-kira 30 meter. Percikan air terjun nya cukup memberikan kesegaran.

Berjalan kaki lagi 10 menit, ada teras air terjun yang airnya berasal dari Gunung Sunda. Di area sebelum teras, pengunjung bisa menemukan sejumlah kupu-kupu bersayap panjang. Yang indah, kupu-kupu ini dari bagian belakang tubuhnya seperti terlihat semprotan cairan setiap sekitar dua detik sekali.

Kupu-kupu tersebut dikenal sebagai The Green Dragon Tail (Lamproptera meges), biasanya hidup di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Ternyata, meski dikenal sebagai Curug Cijalu, air terjun utama setinggi 50-60 meter tersebut aslinya bernama Cilémpér. Menurut sejumlah pedagang di sana.

Sudah dua curug, tapi belum juga bertemua dengan curug Cijalu. Maka timbul pertanyaan, di manakah Curug Cijalu yang sebenarnya?”

Rupanya cucug yang satu ini masih dikeramatkan. Penduduk, jika tak sedang sibuk berladang, biasanya tidak segan mengantarkan hingga ke air terjun itu.

Perlu tambahan waktu sekitar satu jam untuk menemukannya dari Curug Cilémpér, dengan melintasi jalur basah dan hutan kecil. Selain itu, ada syarat khusus, yakni hanya pengunjung laki-laki yang boleh bermain atau mandi di air terjun yang satu ini. Kaum hawa harus menahan diri untuk menikmati percikan air terjun. Sepulang dari air terjun setinggi 15-20 meter itu, saatnya beristirahat.

Malam bisa dihabiskan menginap di sekitar Ciater. Ada sejumlah penginapan yang menawarkan beragam akomodasi.

Hari Kedua: Curug Cileat

Keesokan harinya, waktunya mengunjungi Curug Cileat. Jalurnya lebih menantang dibanding dengan tiga air terjun sebelumnya. Letaknya juga tidak dekat dari ketiganya. Harus berkendara lagi untuk mencapai Dusun Cibago, Desa Mayang, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang.

Kawasan air terjun ini dikelola penduduk sekitar. Tiket masuknya Rp 5 ribu. Disarankan untuk menggunakan jasa pemandu lokal karena lama perjalanannya sekitar 2-2,5 jam. Jalurnya menanjak, berupa medan tanah dan batu yang bersisian langsung dengan hutan kecil dan jurang. Pastikan perbekalan air minum dan makanan mencukupi karena tidak ada warung di sepanjang perjalanan.

Percikan air terjun perlu usaha yang lebih karena letaknya yang cukup jauh.
Percikan air terjun perjalanannya harus melewati pemukiman penduduk yang menjemur paneh hasil bumi. Foto: Dok TL.

Sebelum keluar dari Cibago, berhati-hatilah melangkah. Warga memiliki rutinitas menjemur hasil panen di ruas jalan, semisal biji kopi. Bila merasa lelah, Anda dapat beristirahat sejenak sambil menikmati percikan air di beberapa sisi dinding tebing. Saat bersentuhan dengan sinar matahari, percikan air ini akan memunculkan pelangi. Tak hanya itu, sambil beristirahat, mungkin ada kupu-kupu, capung warna-warni, dan bahkan elang Jawa yang menemani.

Setelah melalui apitan batu menyempit yang dirimbuni pepohonan dan semak terakhir, titik-titik air akan mulai terasa menerpa wajah. Tak lama berselang, terlihat jelas curahan air dari ketinggian sekitar 100 meter di lekuk dinding tebing. Cantik sekali. Itulah sambutan “Selamat Datang” dari percikan air terjun Cileat.

Semakin mendekat, air semakin deras memercik. Hati-hati bila membawa kamera. Lantas, bila tergoda untuk mengelilingi Cileat, menerobos ke balik air terjun seperti yang dilakukan oleh umumnya para pemandu, Anda perlu mewaspadai permukaan pijakan yang licin. Setelah perjalanan panjang, asiknya berlama-lama di lokasi hingga benar-benar puas menghirup udara segar dan tepercik air dingin. Sore nanti, tentu saja harus kembali ke kota asal.

agendaIndonesia

*****

4 Hari di Seputar Belitung Yang Mengasyikan

Senja Liburan 4 hari di Belitung

Bisa 4 hari di seputar Belitung? Liburan mendadak ternyata bisa juga dibikin seru. Meski tiket pesawat dan harga sewa kendaraan roda empat tinggi,  karena pilihannya adalah 4 hari di seputar Belitung, ganjalan dana itu seperti terkikis. Maklum, empat hari di pulau, yang merupakan bagian dari Kepulauan Bangka Belitung (Babel), ini benar-benar mengasyikkan.  Bagi saya dan banyak turis, bisa jadi liburan ini nmerupakan liburan yang ingin diulang kembali.  Apalagi pilihannya tak melulu pantai, tapi juga jejak film Laskar Pelangi, bukit hijau, dan tentu sajian kuliner.

4 Hari di Seputar Belitung: Belitung Timur Hari 1

Hari Pertama: Belitung Timur

Penerbangan pendek selama 45 menit ke Tanjung Pandan sungguh tak terasa. Lubang-lubang bekas galian tambang tampak dari atas, tersebar di mana-mana. Pengemudi yang siap mengantar saya rupanya sudah menunggu di pintu ke luar Bandara H.A.S Hanandjoeddin. Ketika kendaraan bergerak, saya menemukan jalan yang mulus dan sepi, tanah kering, serta rumah dengan jarak berjauhan. Hal ini menjadi pemandangan pertama yang saya lihat. Saya berencana menghabiskan waktu empat hari di pulau ini. “Enak itu, kalau cuma tiga hari, keburu-buru banget,” ucap Iqbal, yang menjadi pengemudi merangkap pemandu wisata.

Iqbal menyarankan tujuan wisata hari pertama ialah ke Belitung Timur (Beltim). Setelah melahap ilak bakar, sajian ikan bakar khas pulau dengan tumis kangkung, saya pun berangkat. Perjalanan ditempuh sekitar 1-1,5 jam. Kunjungan pertama ialah ke sekolah, tempat syuting Laskar Pelangi. Kemudian, mampir ke Museum Kata-kata Andre Hirata sembari menikmati kopi kuli.

Keasyikan menikmati kopi, akhirnya kunjungan ke Pantai Burung Mandi batal karena hari sudah terlalu sore. Namun bila Anda punya waktu panjang, tentu jangan dilewatkan. Akhirnya, saya pun kembali ke Tanjung Pandan.

Hari kedua: Tanjung Kelayang & Tanjung Tinggi

Pantai Kelayang salah satu pantai selama 4 hari liburan di Belitung
Pantai Kelayang dalam 4 hari di seputar Belitung

Hari kedua, saatnya melaut. Saya berangkat sekitar pukul 08.00. Tujuan pertama ialah Tanjung Kelayang dan pemilik perahu sudah menelepon. Ia sudah siap mengantar keliling pulau. Pagi yang hening, kendaraan melaju di jalan aspal yang mulus. Tak lama, anak panah ke Pantai Tanjung Kelayang pun tampak. Saya melihat area parkir sudah penuh. Maklum, musim liburan.

Kemudian, saatnya berputar-putar di laut, mulai dari Pulau Pasir, yang hanya berupa seonggok pasir, tempat saya menemukan sejumlah bintang laut, hingga  Pulau Lengkuas dengan mercusuar yang menonjol. Saatnya snorkeling! Setelah lelah mengambang di air, saatnya beranjak. Pengemudi kapal menyarankan untuk tidak membersihkan diri di Pulau Lengkuas, tapi di Pulau Kepayang, sekalian menikmati makan siang.

Rekomendasi yang tepat. Begitu mendekati pulau yang juga disebut Pulau Babi itu, suara musik terdengar nyaring. Rupanya, hanya ada satu restoran di sana. Setelah membilas badan, saatnya kembali menikmati ikan bakar dan tumis kangkung. Benar juga, di pulau ini air di kamar mandi bersih. Meski ada beberapa kamar mandi , tetap harus antre karena jumlah turis membludak.

Di Pulau Kelayang, selain ada penangkaran penyu, ternyata ada penginapan dan bisa menjadi pilihan bagi turis yang ingin menyepi. Perut kenyang, saatnya menyinggahi pulau-pulau lain yang ternyata meski sama-sama penuh dengan batu, bentuknya berbeda-beda.  Misalnya Pulau Batu Belayar dan Pulau Burung, hingga akhirnya kembali berlabuh di Tanjung Kelayang. Saya berniat menyisakan sore untuk menikmati mentari tenggelam di Tanjung Tinggi.

Tiba di Tanjung Tinggi, area parkir penuh lagi. Kondisi cukup ramai karena saya datang di masa liburan. Karena terlalu ramai, waktu kunjungan pun dipersingkat. Lebih baik beristirahat dulu karena kami ingin menikmati makan malam di Pantai Tanjung Pendam yang berada di pusat kota.

Hari Ketiga: Bukit Mentas, Bukit Berahu, dan Icip-icip

Hari ketiga, dicoba pilihan wisata bukan pantai. Tujuan wisata ialah Bukit Mentas, dengan suasana hutan dan sungai yang juga penuh bebatuan. Saya menemukan  Tarsius , si monyet mini  dalam kandangnya. Sore hari, akhirnya kembali ke pantai. Pilihannya ialah Pantai Bukit Berahu di Tanjung Binga dengan restoran di atas  bukit, serta pantai di bawahnya dengan deretan cottage.  Pantai ini berpasir putih nan bersih. Akhirnya, tercapai juga merekam keindahan senja.

Malamnya, hidangan Belitung  jadul di Restoran Belitong Timpo Duluk, Jalan Lettu Mad Daud, Tanjung Pandan menjadi pilihan icip-icip. Hidangan yang sudah jarang dijumpai di pulau ini pun terpapar di meja dengan interior unik. Dinding-dinding dipenuhi perangkat tempo dulu dan benda-benda jadul lainnya.

Hari keempat: Warung Kopi Kong Djie dan Danau Kaolin

Hari terakhir, sebelum terbang kembali ke Jakarta, saya menyeruput kopi di Warung Kopi Kong Djie di Jalan Siburik, Tanjung Pandan. Warung ini didirikan pada 1945 dan menawarkan hidangan kopi serta kopi susu. Ada juga teman minum kopi berupa gorengan. Dilanjutkan menuju toko oleh-oleh, membeli  terasi, aneka kerupuk ikan, juga berbagai sambal khas dari ikan laut.

Persinggahan terakhir adalah Danau Kaolin di Desa Air Raya, yang jalurnya searah dengan perjalanan ke bandara. Danau terbentuk karena galian penambangan kaolin, yang akhirnya menciptakan lubang besar. Airnya terlihat berwarna biru tosca , sedangkan sekelilingnya berupa lahan putih. Tampilan warna ini menciptakan kontras. Tentu menggoda untuk menjadikannya obyek foto. Setelah berfoto, perjalanan menuju bandara dilanjutkan. Kemudian, mengucapkan “Selamat Tinggal Belitung!”

Naskah & Foto: Rita N/TL

Keliling Jawa Barat Dengan Kereta Api

Pandangan udara dari sebuah jembatan kereta api di lanskap sawah di Jawa Barat

Dari balik kaca kereta yang melaju, hutan dan sawah seolah berlarian ke belakang. Dunia para penumpangnya pun dibawa ke masa lampau, ketika roda-roda besi menggerakkan kehidupan di Jawa Barat. Hingga hari ini, jalur kereta dan artefak transportasi itu masih lestari. Lekaslah naik dan rasakan pengalaman melewati terowongan tua, jurang yang menganga, hingga stasiun-stasiun lawas dari abad kesembilan belas.

Jawa Barat Alamnya Indah

Romantisme masa silam tak hanya dapat dinikmati lewat artefak di museum-museum. Jawa Barat justru menawarkan sensasi ini melalui perjalanan di atas roda besi kereta api. Wisatawan dapat memilih bepergian naik kereta wisata dengan fasilitas mewah atau menggunakan kereta lokal yang sarat akan pengalaman unik. Stasiun-stasiun kecil, jembatan tinggi, terowongan tua, dan panorama pegunungan akan memberikan memori tak terlupakan ketika Anda menyusuri sudut-sudut Jawa Barat.

original SB2012031830
Stasiun Kereta Api Bandung, Jawa Barat .
  • Kereta Wisata Jakarta-Bandung

Jalan tol Jakarta-Bandung tak jua lelah menampung ribuan kendaraan dan berjam-jam kemacetan setiap harinya. Mengapa tak mencoba naik kereta dan merasakan eksotisme bentang alamnya? Tinggalkan ponsel Anda dan lihatlah keluar saat kereta melewati jembatan Cisomang, Kabupaten Purwakarta. Ini adalah jembatan kereta tertinggi di Indonesia yang masih aktif. Di kanan-kiri, hanya sungai dan jurang yang menganga sedalam 100 meter!

Naik apa? Perjalanan akan semakin lengkap dengan kereta wisata Argo Parahyangan Priority. Gerbongnya menyajikan kemewahan berupa interior eksklusif, video on demand, jaringan internet nirkabel, dan menu coffee break. Harga tiket Rp 250 ribu untuk sekali jalan.

  • Kereta Lokal Cibatu-Purwakarta

Cibatu adalah sebuah desa di Kabupaten Garut. Maka pengalaman yang akan Anda dapatkan pun identik dengan kehidupan pedesaan yang masih asri dan alami. Sepanjang jalan, hanya ada stasiun-stasiun kecil seperti Karang Sari, Cimindi, Maswati, Plered, dan Ciganea. Selain pemandangan serbahijau, kereta juga melewati terowongan terpanjang yang masih aktif, yaitu Sasaksaat. Lalu di dekat peron Stasiun Purwakarta, Anda akan menemui kuburan kereta warna-warni yang sempat viral di media sosial.

Naik apa? Kereta Simandra hanya bertarif Rp 8.000 sekali jalan. Tiketnya harus dibeli di stasiun Cibatu atau Purwakarta. Namun tiket Jakarta-Cibatu tersedia secara daring, yaitu menggunakan kereta Serayu dengan harga sekitar Rp 63.000.

  • Kereta Komersial Bogor-Sukabumi

Kabupaten Sukabumi memiliki segudang tempat wisata yang menarik, antara lain Situ Gunung dan Geopark Ciletuh. Bepergian ke sana paling pas tentu dengan naik kereta dari Stasiun Bogor Paledang. Selama 2 jam perjalanan, penumpang disuguhi pemandangan yang beragam, dari permukiman, persawahan, dan yang paling mencolok, kemegahan Gunung Salak. 

Naik apa? Kereta yang tersedia adalah Pangrango kelas ekonomi dan eksekutif. Pangrango ekonomi bertarif Rp 30.000 dengan fasilitas AC rumahan dan tempat duduk 2-2 yang berhadapan. Sementara Pangrango eksekutif bertarif Rp 70.000 dengan fasilitas AC khusus kereta dan tempat duduk yang bisa disandarkan.

Bahan dan Foto Dok. Javalane

Dolan Asyik Di Labuan Bajo Dalam 1 Hari

Dolan asyik ke Labuan Bajo di NTT bsa dilakukan dalam satu hari.

Dolan asyik di Labuan Bajo ternyata bisa dilakukan dalam kurun waktu satu hari. Ini tentu di luar waktu tempuh dari daerah asal. Ini biasanya bisa dilakukan jika kebetulan mendapat tugas atau urusan pekerjaan ke wilayah Nusa Tengara Timur. Cobalah sisihkan satu hari untuk menikmati daerah yang kaya budaya dan wisata alam ini.

Dolan Asyik di Labuan Bajo

Tentu saja untuk menikmati seluruh spot di sini sejatinya tak cukup dengan dolan asyik di Labuan Bajo dalam satu hari. Bahkan banyak yang bilang seminggu pun masih terasa kurang. Banyak sekali yang isa dikunjungi di sini.

Sarapan di Labuhan Bajo shutterstock
Sebelum dolan seharian, bisa dimulai dengan sarapan “mewah” nasi goreng dengan pemandangan laut yang indah. Foto: shutterstok

Lalu apa saja yang bisa dilakukan dalam dolan asyik di Labuan Bajo jika cuma waktu satu hari? Agenda di bawah ini mungkin bisa menjadi pertimbangan.

Pertama: Berburu Sunrise di Pantai Waso

Pengunjung bisa memulai hari di Labuan Bajo dengan menikmati matahari terbit (sunrise) yang eksotis di sini. Ada sejumlah spot yang keren, namun salah satu destinasi wisata di Labuan Bajo yang menawarkan titik sunrise terbaik adalah Pantai Waso.

Terletak di Desa Benteng Dewa, Kecamatan Lembor Selatan, Manggarai Barat, Pantai Waso memiliki daya tarik yang tidak dimiliki pantai lainnya.

Saat matahari terbit, pelancong akan disambut pemandangan matahari terbit dengan latar belakang perbukitan hijau yang mengelilingi pantai. Ditambah lagi, pantulan sinar matahari di bebatuan pinggir pantai seakan memancarkan kilau yang sangat indah. 

Ke dua: Island Hopping 

Ketika matahari sudah utuh di langit, saatnya menikmati Labuan Bajo sebagai wisata kepulauan. Dolan asyik ke Labuan Bajo kurang lengkap tanpa island hopping, atau eksplorasi dari satu pulau ke pulau lainnya. Bakal menjadi pengalaman yang tak terlupakan, para pelancong bisa melakukan island hopping dengan menggunakan kapal phinisi.

Dolan asyik di Labuan Bajo bisa dilakukan Kapal phinisi yang bisa dipakai untuk island hopping ke pulau Komodo.

Wisatawan bisa naik phinisi untuk island hopping ke Pulau Komodo. Sesampainya di Pulau Komodo, mereka bisa melihat sekitar 2.000 komodo secara langsung di pulau tersebut. Selain itu, wisatawan juga bisa menyelami keindahan bawah laut yang dipenuhi hamparan terumbu karang dan berbagai spesies ikan warna-warni.

Ke tiga: Singgah di Desa Wae Rebo

Dari pulau Komodo, para wisatawan bisa mengisi waktu dolan asyik di Labuan Bajo di siang hari dengan mengunjungi destinasi wisata berkelanjutan di Labuan Bajo. Salah satunya berkunjung ke Desa Wisata Wae Rebo di Kampung Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese, Manggarai Barat.

Desa wisata ini terus berupaya menjaga keberlanjutan lingkungan. Baik dengan membatasi penggunaan listrik, mengolah makanan dari hasil kebun sendiri, serta menjaga kearifan lokal. Bahkan, Desa Wisata Wae Rebo masih menjaga tujuh rumah adat Mbaru Niang yang diakui sebagai situs warisan budaya dunia. 

Dolan asyik di Labuan Bajo perlu mampir ke Desa Wae Rebo.
Desa Wae Rebo di Manggarai Barat. Foto: Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo

Selain Desa Wisata Wae Rebo, di daerah ini masih banyak desa wisata lain yang tidak kalah menarik dikunjungi saat dolan asyik ke Labuan Bajo, yakni Desa Bena, Desa Wologai, Desa Cancar, atau Desa Tololela. 

Ke empat: Asyiknya Sunset di Pantai Waecicu

Setelah island hopping dan menikmati ragam budaya di desa wisata, menjelang sore para wisatawan bisa beristirahat di pinggir pantai sambil menikmati sunset di Labuan Bajo. Dari banyaknya pilihan pantai indah yang ada, Pantai Waecicu jadi spot sunset terbaik yang bisa dipilih.

Hanya dengan duduk di atas pasir pantai yang lembut, pelancong akan merasakan semilir angin yang menyegarkan. Menyeruput segelas minum segar sambil disinari sinar matahari terbenam yang eksotis, seakan melunturkan rasa lelah setelah seharian keliling Labuan Bajo. 

Ke lima: Dinner di Pinggir Pantai

Selesaikan dolan asyik di Labuan Bajo? Belum. Setelah puas berkeliling menikmati destinasi wisata unggulan, saatnya makan malam. Pilihannya adalah di Kisik Seafood and Grill. Berlokasi tidak jauh dari Pantai Waecicu, restauran ini merupakan salah satu tempat makan seafood di pinggir pantai. 

Kalau ingin yang lebih autentik, wisatawan juga bisa mencari restoran lokal yang menyajikan olahan makanan khas Labuan Bajo dengan cita rasa yang istimewa. Dengan menu-menu khas lokal yang sedap.

Salah satunya ikan kuah asam, yakni olahan ikan kerapu yang dimasak menggunakan belimbing wuluh sebagai bahan utama. Perpaduan daging ikan lembut dengan kuah asam segar yang khas sungguh menyegarkan setelah dolan seharian.

Makanan khas Labuan Bajo lain yang tidak kalah menarik dicoba adalah rumpu rampe: oseng daun dan bunga pepaya yang dimasak dengan rempah khas Labuan Bajo. Biasanya, rumpu rampe dihidangkan bersama ikan bakar atau sei sapi, untuk menetralisir rasa pahit gurih yang nikmat. 

Bisa kan, sehari menikmati Labuan Bajo? Ayo agendakan waktumu saat mampir ke daerah ini.

agendaIndonesia/kemenparekraf

****

Dua Hari Mengitari Kota Labuan Bajo (2)

labuan bajo2 andi prasetyo IMG 6243

Ibu kota Kabupaten Manggarai Barat dengan suguhan senja berupa siluet pulau-pulau berbentuk kerucut dan dataran. 

Sebagai tempat persinggahan sebelum menuju Pulau Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, sesungguhnya memberi tawaran wisata yang tak kalah menarik. Dari objek wisata berupa bukit, pantai, gua, sampai kehidupan masyarakatnya. Penjelajahan kota ini membutuh waktu sekitar dua hari. 

Labuan Bajo Hari Ke Dua

Pulau Kelor

Awak kapal mulai menarik tali jangkarnya. Biduk besar yang saya tumpangi akan berderu selama satu jam, meninggalkan daratan Labuan Bajo menuju Pulau Kelor. Pulau ini termasuk satu dari gugusan pulau kecil yang ada di sekitar kota di barat Nusa Tenggara Timur tersebut. Tak banyak orang tahu keindahannya lantaran jarang disinggahi turis. Padahal, ada dua lanskap yang menawan ditawarkan, yakni di laut dan di bukit. Pulau Kelor terdiri atas bukit berbentuk kukusan dengan bibir pantai yang cukup luas. Dari atas, tampak hamparan laut bersama gradasinya yang memukau. Di bibir pantai, orang bisasnorkelingmenyaksikan koral warna-warni menari. 

Ciao Hostel & Resto

Kala matahari meninggi di pulau, ide yang paling baik adalah kembali ke darat untuk mengisi perut. Ada sebuah restoran dengan masakan western cukup ternama tak jauh dari Pelabuhan Labuan Bajo. Lokasinya berada di lantai dua Ciao Hostel. Pilihannya berupa spageti atau pasta lainnya yang dimasak dengan beragam cara. Harganya berkisar Rp 43-73 ribu. Selain itu, ada aneka jus. Di semua sudut Restoran Ciao ini, tamu bisa langsung menghadap ke laut lepas. Ada gugusan pulau-pulau kecil di sekitarnya. 

Pelabuhan Labuan Bajo

Menjelang senja, beranjak ke Pelabuhan Labuan Bajo di Jalan Soekarno Hatta adalah ide menarik. Di sana, terlihat surya pulang ke peraduannya diiringi suara mesin kapal yang masih melaut. Pulau-pulau berbentuk kerucut dan dataran Flores yang tak ada putusnya mulai berubah warna jadi hitam, mengabarkan siluet. Pendar-pendar lampu mercusuar menyala, mengesankan alam pada malam yang romantis. Di situ pula, tergambar keaslian kehidupan masyarakat sekitar. Tak perlu mengeluarkan bujet untuk menikmati sore menjelang petang yang syahdu di sini. 

La Cucina

Kembali malam, suasana Kampung Tengah sebagai sentra berkumpulnya para turis mulai menampakkan kehidupannya. Kafe-kafe berjajar di sepanjang jalan. Namun ada satu yang paling menarik lantaran interiornya banyak menggambarkan pernik bahari. Namanya La Cucina. Konsepnya fusi Italia-Nusantara. Warna yang diangkat dominan putih dan biru. Kafe ini dulu pernah disinggahi Valentino Rossi ketika ia menyambangi Labuan Bajo. Ada tulisan tangan pembalap kesohor itu di salah satu sudut ruangan disertai tanda tangannya. Harga per porsinya tak terlampau mahal mulai Rp 20 ribu. l

Rosana & Andi Prasetyo 

******

Dua Hari Mengitari Kota Labuan Bajo (1)

labuan bajo 1 andi prasetyo IMG 2141

Ibu kota Kabupaten Manggarai Barat dengan suguhan senja berupa siluet pulau-pulau berbentuk kerucut dan dataran. Sebagai tempat persinggahan sebelum menuju Pulau Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, sesungguhnya memberi tawaran wisata yang tak kalah menarik.

Dari objek wisata berupa bukit, pantai, gua, sampai kehidupan masyarakatnya. Penjelajahan kota ini membutuh waktu sekitar dua hari. 

Labuan Bajo Hari Pertama

Tempat Pelelangan Ikan 

Pagi-pagi betul, nelayan turun dari kapal membawa berember-ember ikan yang berisi dari kerapu tungsing, kerapu batik, kue, cumi-cumi, sampai tuna. Penjaja hasil laut memajang ikan-ikan besar nun segar yang dijual dengan harga murah. Tuna seberat 15 kilogram, misalnya, dilelang tak sampai Rp 400 ribu. 

Menyelisik kehidupan asli masyarakat Labuan Bajo di tempat pelelangan ikan yang berlokasi di Jalan Soekarno Hatta, tepatnya di dermaga nelayan Kampung Ujung, menjadi pemandangan budaya yang menarik. Di sini, mereka berbicara menggunakan bahasa Manggarai. Umumnya, mama-mama penjual ikan memakai masker kuning dari kunyit untuk menghindari udara laut yang membikin kulit perih. Bila bosan, pengunjung bisa mencoba jajanan pasar tradisional seperti kompyang yang cocok disantap bersama kopi. Mencapainya cukup berjalan kaki sekitar 15 menit dari sentra hotel di Kampung Tengah. Bisa juga naik ojek selama 10 menit dengan biaya Rp 5.000 dari Bandar Udara Komodo. 

Goa Batu Cermin 

Berkendara sekitar 20 menit dari Bandar Udara Komodo, gua besar dengan luas kurang lebih 19 hektare dengan ketinggian kira-kira 75 meter bisa dijumpai. Seorang arkeolog dari Belanda, yang juga berprofesi sebagai pastor, Theodore Verhoven, menemukan gua itu lantas menggalinya sebagai potensi pariwisata sejak 1951. Di bagian atap, terdapat sebuah lubang udara yang memantulkan cahaya. Verhoven kemudian menamakannya gua batu cermin karena dari dalam sana, cahaya yang masuk memberikan efek berkaca-kaca layaknya reflektor. Namun, untuk menuju tengah gua ini, perlu jalan membungkuk demi menerobos celah antara stalatit dan stalagmit dengan jalur yang licin. Menariknya, ada fosil penyu di salah satu sisi atap gua. Ada pula jangkrik gua (Rhaphidophora sp) serta kelelawar yang hidup menggelantung. 

Bukit Sylvia

Dulunya, bukit ini tak punya nama. Hingga akhirnya salah satu operator hotel mendirikan resor di kawasan tersebut dengan nama Sylvia Resort. Jadilah orang-orang menamainya Bukit Sylvia. Tempat ini berlokasi tak terlalu jauh dari Bandar Udara Komodo kira-kira 20 menit menggunakan kendaraan. Namun jalannya cukup ekstrem. Buat menuju puncak, pengunjung pun harus trekking kurang lebih 15 menit. Sampai di atas, lanskap bukit-bukit Teletubbies tersaji, di antaranya Pulau Bajo dan Pulau Monyet. Menengok sedikit ke sisi matahari berpulang, tampak Pulau Sabolo dan Kukusan. Daratan Flores 360 derajat pun seakan mengelilingi tubuh. Tak jauh dari Bukit Sylvia, terdapat pantai yang terkenal dengan keindahan pasir putihnya, Wai Cicu. 

Festival Komodo

Festival ini memang rutin diadakan tiap tahun dan umumnya digelar di bulan kedua atau ketiga. Pusatnya di kawasan Gua Batu Cermin, Labuan Bajo. Umumnya, perayaan ini diawali dengan parade patung komodo dengan titik awal Kampung Ujung. Selanjutnya, tiap malam, diadakan pentas tari tradisional, lagu-lagu daerah, dan penampilan grup musik di panggung. Masyarakat bisa menyaksikannya secara gratis. Kala Travelounge bertandang, pertunjukan yang bisa dinikmati pukul 19.00-22.00.

Bajo Paradise 

Tak jauh dari Bukit Sylvia, sekitar 10 menit berkendara, kafe ini menjadi tempat yang wajib dikunjungi. Pemiliknya, Maxim, mengatakan kafe yang dibangun sejak 10 tahun lalu itu memang untuk mewadahi para pendatang menikmati sore atau malam ala pantai. Bajo Paradise langsung menghadap ke laut dengan pemandangan pulau-pulau berbentuk kukusan, kapal-kapal berlabuh, dan dermaga putih. Spot bar di ujung kafe menjadi lokasi favorit pelancong menikmati kesyahduan Labuan Bajo. Selain itu, setiap pukul 20.00, selalu ada sekelompok grup musik reggae menghibur pengunjung. Salah satu penyanyinya, Karon Harum, punya warna suara Rasta Bob Marley yang menonjolkan karakter khas Jamaika. Nuansa demikian enak dinikmati dengan meneguk minuman khas Flores, sopi, dan lain-lain.  

Rosana & Andi Prasetyo 

******

Dari Sabang Hingga Takengon Selama 5 Hari

Dari Sabang hingga Takengon rasanya butuh waktu lebih dari 5 hari

Dari Sabang hingga Takengon sesungguhnya jarak dan ruang yang cukup jauh. Begitu banyak hal bisa dilakukan untuk menikmati negeri Serambi Mekah ini, tak adil rasanya jika harus “dikunyah” cepat-cepat.

Dari Sabang Hingga Takengon

Apa boleh buat kadang untuk pekerja, waktu adalah barang yang sangat mewah. Maka ketika cuma memiliki waktu lima hari dan ingin merambah begitu banyak tempat di Nangroe Aceh Darusalam, pilihan perjalanan dari Sabang hingga ke Takengon ini bisa dicoba diagendakan. Jika terasa berat dan melelahkan, bisa dipilih yang lebih tenang menikmatinya.

Hari Pertama: Tiba di Banda Aceh

Sudah pasti mengelilingi kota Banda Aceh setelah menapakkan kaki di Bandar Udara Sultan Iskandar Muda adalah agenda yang masuk akal. Bagi teman-teman muslim, jika datang saat sekitar waktu sholat, rasanya wajib mengunjungi Masjid Raya Baiturrahman yang terletak di Jalan Moh. Jam.

Bahkan jika tak pas waktu sholat pun, rasanya mengunjungi masjid ini wajib. Ini adalah bangunan yang sangat ikonik dan bersejarah. Terlebih jika mengingat tragedi tsunami 2004 lalu, di mana bangunan masjid ini kokoh berdiri meski diterjang bah.

Dari Masjid Baiturrahman, sempatkan mengunjungi Museum Tsunami di tengah kota, menaiki kapal PLTD apung di Punge Blang Cut. Kapal itu merupakan pengingat akan kuatnya gelombang air laut yang menghantam Aceh pada 2004.

Namun keliling kota perlu dipersingkat. Ada tempat yang juga layak dikunjungi, Kilometer 0 di Pulau Weh.Jadi, setelah mengelilingi Banda Aceh, pengunjung bisa menuju Pelabuhan Ulee Lheu. Desau angin dan empasan ombak seakan memanggil untuk menyeberang.

Dari Sabang hingga Takengon bisa dilakukan dalam waktu 5 hari.
Tugu Kilometer 0 di Pulau Weh, Aceh, . Foto: Dok. shutterstock

Kapal membuang jangkar sore hari di Pelabuhan Balohan, setelah menyeberang dengan feri dari Ulee Lheu. Dermaga Pulau Weh rasanya cukup sesak oleh pedagang. Jika tak terlalu terlalu sore, segeralah menuju ke bukit yang berjarak 29 kilometer dan bisa dicapai sekitar 1,5 jam berkendara. Di sanalah Tugu 0 Kilometer berada.

Hari ke dua: Keliling Sabang, Kembali ke Banda Aceh

Pagi hari, cobalah berkeliling dari pantai ke pantai, berperahu di Danau Aneuklaot yang sejuk dan sepi, kemudian duduk minum kopi di depan Gedung Kesenian Kota Sabang. Jalanan di Kota Sabang sangat sejuk. Orang di sini menaruh hormat pada pohon. Saat membuat jalan pun pepohonan tidak ditebang. Tak mengherankan, di tengah jalan kota, ada pohon menghunjam agak ke tengah jalan. Sore, kembali menyebarang ke Banda Aceh. Waktu memang mepet untuk menikmati Aceh dari Sabang hingga Takengon.

Hari Ke Tiga: Mencari Kopi ke Takengon

Dari Banda Aceh terentang jarak 400 kilometer menuju dataran tinggi Gayo—daerah pusat kopi arabika di provinsi ini. Tiga kabupaten di Tanah Gayo dipenuhi tumbuhan penghasil kafein itu, salah satunya Takengon. Ini adalah bagian ke dua perjalanan dari Sabang hingga Takengon.

Kota kecil peninggalan pemerintah kolonial yang dibangun abad ke-20 ini terletak pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut. Dataran tinggi di tengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam itu merupakan salah satu penyuplai kopi arabika terbesar dunia.

Perlu tujuh jam menuju daerah ini. Umumnya pengunjung sampai Takengon sudah sore. Atau, jika berangkat skitar pukul 21.00, saat subuh mini bus dari Banda Aceh tiba di sana setelah membelah hutan dan memanjati lika-liku jalan yang mulus menuju pedalaman.

Di Takengon, pengunjung bisa dengan mudah menjangkau sentra perkebunan kopi. Hanya perlu waktu 30 menit berkendara dari pusat kota. Untuk menikmati secangkir kopi arabika, silakan mampir di warung-warung yang tersebar di kota ini.

Bila ingin cita rasa berbeda, Anda dapat mencicipi kopi khas penduduk Gayo: kopi robusta dataran tinggi. Sembari menyeruput kopi, Anda bisa menikmati embusan angin yang dingin.

Hari Ke Empat: Kopi Gayo Dan Danau Laut Tawar

Di pagi dan senja, kabut tipis turun di sekeliling bukit-bukit hijau perkebunan kopi. Ada sebagian kebun yang agak tandus berwarna abu-abu kecokelatan. Perpaduan warna cerah dan suram itu tampak menawan jika dipandang dari kejauhan.

Dari Sabang hingga Takengon perlu perjuangan panjang, namun sangat layak diperjuangkan dan dinikmati.
Kawasan di sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah. Foto: Dok. Unsplash

Gayo punya tradisi berkuda. Penghormatan atas kuda masih terasa di sini. Kenangan akan kuda yang dipacu mengingatkan orang-orang pada sejarah. Kuda adalah mesin perang mereka yang tangkas, di samping sebagai pengangkut karung-karung kopi.

Bila tertarik berkuda, pemilik kuda akan mengantar berkeliling memasuki perkebunan kopi. Bayaran untuk naik kuda ini terserah para wisatawan. Jika ingin menonton pacuan kuda, datanglah pada bulan tertentu, misalnya Agustus. Pada Mei setiap tahun, pemerintah mengadakan Festival Danau Laut Tawar dengan berbagai perlombaan.

Danau ini dikelilingi gundukan tanah yang ditanami kopi. Ke mana mata diarahkan, pohon-pohon kopilah yang tampak. Hanya sebagian kecil dataran yang ditanami padi. Pengunjung bisa juga mengelilingi Danau Laut Tawar dengan menyewa perahu sembari, lagi-lagi, menikmati kopi. Pemandangan hijau terhampar berkelok-kelok di sekeliling.

Dari Sabang hingga Takengon sungguh perjalanan mimpi bagi para pecinta kopi.
Menyeduh kopi. Foto: Dok. unsplash

Hari Ke Lima: Kembali ke Banda Aceh dan Jakarta

Hari ini saatnya kembali ke Banda Aceh dengan menumpang bus.Jika tiba cepat dan masih ada waktu. Di Banda, sebelum terbang kembali ke Jakarta, sempatkan membeli oleh-oleh khas Aceh. Kalau kopi, tentu saja sudah dibawa dari Gayo.

Nikmati pulau Taman-taman kota yang sejuk, jalanan, dan perumahan telah dibuat teratur. Warung-warung kopi mengeluarkan aroma sedap yang memanjakan hidung. Aroma martabak daging dan mi Aceh, dengan bawang putih plus minyak dan merica, berebut masuk ke hidung saya. Aah… lima hari sungguh waktu yang kejam buat menikmati Aceh dari Sabang hingga Takengon.

agendaIndonesia

*****

2 Hari Menyusuri Badung sampai Tabanan (Hari 2)

Maskapai Batik Air melakukan penernangan ke dua kota di Australia. Keberangkatan dari Bali.

2 hari menyusuri Badung sampai Tabanan wisatawan bisa menikmati sejumlah pantai dan spot wisata. Kuta dan Mengwi—berlokasi di Kabupaten Badung, dan Kediri di Kabupaten Tabanan—disatukan oleh garis pantai yang merentang. Kedekatan secara geografis ini membikin tipikal pantai-pantai di sana memiliki kemiripan, seperti konturnya yang landai dan ruang “bermain pasir” yang cukup luas. Cukup dengan berkendara dari Bandar Udara Internasional Ngurah Rai kira-kira 30 menit. Bila ingin menyisir pantai, lebih baik kala pagi, sebelum matahari tampil terlalu terik. 

2 Hari Menyusuri Badung Sampai Tabanan: Hari Ke-2

Memulai hari di Bali tak melulu harus dengan  bubur kuning atau nasi jinggo. Ada juga  lak-lak—jajanan khas Singaraja. Bentuknya serupa dengan serabi, hanya berukuran lebih kecil. Di atasnya dibubuhi parutan kelapa dan gula merah cair. Saat menyusuri Krobokan, tepatnya di Jalan Raya Canggu, saya menemukan warung kecil yang menjual penganan ini. Wangi daun suji langsung merebak. Dua-tiga biji langsung habis dilahap. Enaknya dilahap hangat-hangat. Tentu dinikmati bersama dengan kopi Bali. Sepiring berisi lima lak-lak dibanderol Rp 5.000. Ada penganan lain di sini, seperti olen-olen (kue yang berbahan dasar ketan hitam) dan pisang rai (pisang yang diolah bersama dengan tepung beras).

Pantai Batu Bolong

Setelah mengisi perut, saatnya bergerak ke utara. Lebih-kurang 10 menit atau sekitar 3 kilometer dari Jalan Raya Krobokan, ada pantai yang menjadi favorit turis. Pantai Batu Bolong yang berkarang. Bahkan, di beberapa titik, terdapat karang-karang besar yang memberikan efek estetis. 

Pasirnya halus, meski tak terlampau putih. Ruang bermain, juga berjemur, cukup luas. Orang bisa bersantai menikmati lanskap. Dapat juga berenang di pinggir pantai, berselancar, atau berwisata religi. Selain terkenal sebagai pantainya para surfer, Batu Bolong memang kesohor lantaran terdapat pura besar di sana. Jadi mereka bisa melihat orang-orang Hindu bersembahyang atau menggelar upacara. 

Echo Beach

Cukup berjalan kaki sekitar 1,5 kilometer dari Pantai Batu Bolong, jajaran kafe dan restoran di sebuah gang berderet rapi. Muaranya adalah Echo Beach. Makin mendekat ke pantai itu, tempat-tempat nongkrong semakin banyak. Berupa pantai berkarang dengan air yang tak terlalu jernih dan pasir yang sudah berubah kecokelatan. Tak banyak aktivitas yang bisa dilakukan selain duduk-duduk menikmati suara ombak atau angin sepoi-sepoi sembari menyeruput segelas koktail

Pantai Seseh

Lepas menikmati siang di Echo Beach, yang juga menjadi penanda ujungnya pantai di Badung, saatnya beranjak menuju Mengwi. Sekitar 20 menit berkendara menuju utara, melewati persawahan dan kebun-kebun pohon kelapa, sebuah pantai dengan dominasi abu-abu menyapa. Entah, siang itu memang rona Seseh menunjukkan atmosfer yang kalem. Berbeda jauh dengan pantai-pantai sebelumnya, yang penuh ingar-bingar kafe, bean bag, lazy chair, dan warna-warni papan selancar. Rupanya, pantai ini  kental dengan upacara adat. Pasca-hari raya Galungan, Kuningan, dan sebagainya, pantai ramai dikunjungi warga lokal. 

Tanah Lot

Selain Kuta, primadonanya Pulau Dewata adalah Tanah Lot. Pantai yang bisa dijangkau 18 menit dari Pantai Seseh atau 1 jam dari Bandara Internasional Ngurah Rai, ini memiliki pesona yang komplet, memadukan keindahan lanskap, budaya, mitos, religi, dan sejarah yang kental. Di pintu masuk, tamu disuguhi pemandangan gapura khas arsitektur Bali yang megah menghadap ke pantai. Di samping kiri, di sebuah pendopo, sekelompok pemusik gamelan memainkan alatnya masing-masing. 

Di ujung, terlihat pura besar dikelilingi air laut yang biru. Orang hanya bisa ke sana kalau gelombangnya surut. Sementara itu, di sisi lain, terdapat sebuah karang besar dengan lubang di bagian tengahnya. Apalagi kala senja, saat langit memerah, Tanah Lot seperti terbingkai dalam lukisan. 

Pie Susu Dhian

Ke Bali tak lengkap kalau tak membeli piesusu. Oleh-oleh khas Pulau Seribu Pura yang punya cita rasa manis campur gurih itu memang bisa ditemukan di berbagai toko oleh-oleh. Namun, kalau ingin memborong, sebaiknya langsung datang ke sentranya, yakni di Jalan Nangka Selatan, Dangin Puri Kaja, Denpasar. Sekitar 55 menit bila berkendara dari Tanah Lot. Piesusu berisi 25 buah dibanderol dengan harga Rp 35 ribu, sedangkan paket yang berisi 50 buah dihargai Rp 70 ribu. 

Rosana & A. Prasetyo

*****

2 Hari Menyusuri Badung sampai Tabanan (Hari 1)

Pantai Finns Bali 1

2 hari menyusuri Badung sampai Tabanan adalah jalan-jalan yang senantiasa menyenangkan. Kuta dan Mengwi—berlokasi di Kabupaten Badung, dan Kediri di Kabupaten Tabanan—disatukan oleh garis pantai yang merentang.

Kedekatan secara geografis ini membikin tipikal pantai-pantai di sana memiliki kemiripan, seperti konturnya yang landai dan ruang “bermain pasir” yang cukup luas. Cukup dengan berkendara dari Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Denpasar, Bali, kira-kira 30 menit. Bila ingin menyisir pantai, lebih baik kala pagi, sebelum matahari tampil terlalu terik. 

2 Hari Menyusuri Badung Sampai Tabanan: Hari Pertama

Pantai Petitenget

Di pantai ini, orang bisa menikmati pagi dengan menyaksikan orang bersembahyang di Pura Petitenget, pura besar yang terletak di muka gerbang pantai. Atau jogingberkuda,dan mengajak anjingnya jalan-jalan santai dari ujung ke ujung. Lokasinya di Desa Seminyak, Kuta Utara, Badung. Hanya 15 menit bila berkendara dari Jalan Raya Seminyak. Di kawasan pantai, berkumpul hotel dengan varian harga dan kelas yang berbeda, mulai melati hingga bintang lima. 

Pantai Batu Belig 

Lokasinya di Jalan Batu Belig, Seminyak, Kuta Utara. Dari Pantai Petitenget, bisa dicapai dalam 18 menit. Pasirnya luas membentang. Sayangnya, kontur pantai ini tak selandai Pantai Petitenget. Pasirnya juga lebih hitam. Itulah yang membikin wisatawan jarang datang. Lantaran sepi, orang bisa leluasa berjemur, juga menikmati suara debur ombak, tanpa takut terusik pengunjung lain. Banyak lazy chair dan bean bag yang disewakan penduduk lokal. Umumnya yang menyewa adalah turis asing. 

Pantai Berawa (Finns Beach)

Berada di area Finns Beach Club, Canggu, Kuta Utara, pantai ini ditempuh dengan waktu 20 menit dari Batu Belig itu. Di sini anak-anak muda yang doyan party di klub berdatangan. Pantai Barawa memang berada di area eksklusif. Namun orang tak harus masuk ke klub bila tak ingin membayar mahal. Ada jalan setapak masuk menuju pantai yang terbuka untuk umum. Namun pantainya tak lapang. Jadi tidak memungkinkan untuk berlama-lama berjemur atau bermain pasir di sini. 

Umumnya, turis datang untuk berselancar. Tersedia paket bimbingan berselancar bagi pemula. Per paket dibanderol Rp 350 ribu per 2 jam untuk membayar instruktur. Untuk sewa papan selancar berkisar Rp 50 ribu per jam. 

Warung Mina 

Matahari mulai bergerak ke barat. Petang lalu mendarat. Saatnya mengisi perut. Melipir ke arah timur, menuju pusat Kota Denpasar, tepatnya di Jalan Tukad Gangga Nomor 1, Renon, Panjer, Denpasar Selatan, terdapat sebuah restoran keluarga dengan menu laut khas Bali. Menu favorit pengunjung adalah gurami dengan beragam bumbu (seperti asam pedas, menyatnyat, santan kemangi, serta bumbu kuning), sate lilit, dan plecing kangkung. Plus sambal matah khas Pulau Dewata. Karena datang beramai-ramai, diputuskan untuk memilih menu paket dengan harga yang lebih ekonomis, yakni hanya Rp 252 ribu untuk empat orang. 

F. Rosana & A. Prasetyo

*****

Pulau Cinta di Gorontalo yang Asyik

Pulau Cinta di Gorontalo

Pulau Cinta di Gorontalo semakin populer sebagai alternatif tempat liburan. Bukan sekadar dikunjungi, tapi pilihan menginap yang asyik. Kota yang bisa dicapai dalam enam jam berkendara dari Manadovia Jalan Trans Sulawesi ini, tengah menjadi incaran para pencandu perjalanan.

Pulau Cinta di Gorontalo

Pulau Cinta di Gorontalo semakin populer sebagai alternatif tempat liburan. Bukan sekadar dikunjungi, tapi pilihan menginap yang asyik. Kota yang bisa dicapai dalam enam jam berkendara dari Manadovia Jalan Trans Sulawesi ini, tengah menjadi incaran para pencandu perjalanan. Gorontalo yang menjadi provinsi ke-32 setelah berpisah dengan Sulawesi Utara pada 2000, ternyata menyimpan destinasi yang tak kalah menggoda. Destinasi yang tengah melambung dari daerah penghasil jagung ini adalah Pulau Cinta.

Sesuai dengan namanya, pulau ini memiliki simbol cinta. Simbol tersebut terbentuk dari 15 cottage yangmengelilingi pulau dan pada lekukannya menunjukkan tanda cinta. Berlibur di sini, pelancong bisa benar-benar menikmati suasana laut sepenuhnya karena lokasi pulau tersebut yang berada di tengah laut. Dikelilingi perairan, antar-cottage di resor yang berada di Patoameme, Butomoito, Kabupaten Boalemo, ini dihubungkan dengan jalan setapak dari kayu yang berada di atas air.

Kebanyakan orangmembayangkankeberadaan Pulau Cinta serupa dengan resor yang berada di Maladewa, yang memang dikenal sebagai tujuan liburan wisatawan dunia.Keberadaan Pulau Cinta bukan satu-satunya pesona, bila ingin yang serupaada jugaPulau Saronde di Gorontalo Utara. Pulau satu ini juga sudah menjadi incaran para turis yang datang.

Obyek wisata di provinsi ini tersebar di setiap kabupaten. Bila kebetulan sampaike Kabupaten Bone Bolango,ada juga pilihan lain, yakni Pantai Botutonuo.Di pantai itulah, turis bisa menikmati keindahan matahari tenggelam. Untuk bisa sampai ke pantai yang tak jauh dari pusat kota Gorontalo itu, hanya dibutuhkan waktu 30 menit dengan mengendarai kendaraan roda empat. Tak jauh dari Botutonuo, ada juga pantai lain, yakni Olele yang bisa ditempuh dalam satu jam, serta Bolihutuo yang harus ditempuh sekitartiga setengah jam.

Jika ingin berputar-putar di kota, turis juga bisa menemukan peninggalan sejarah yang dikenal dengan namaBenteng Otanaha. Berada di atas bukit di Kelurahan Dember 1, Kecamatan Kota Barat, Gorontalo, ini bisa dicapai dalam 20 menit dari pusat kota. Bangunan yang didirikan pada 1522 ini, terdiri dari tiga bagian yang masing-masing membentuk lingkaran dengan diameter berbeda. Kini, Benteng Otanaha hanya menyisakan bagian dinding-dindingnya saja.

Dari puncak bukit ini juga bisa terlihat pemandangan kota Gorontalo yang berada di bawahnya. Tentu pagi atau sore hari menjadi waktu yang cocok untuk menuju bukit ini, ketika matahari tak terlalu terik. Tak jauh dari benteng, bisa ditemukan juga Danau Limboto yang memiliki kedalaman lima sampai delapanmeter. Di sana pelancong bisa sekadar menjadikan Danau tersebut sebagai obyek kamera, menjajal memancing, atau berperahu.Untuk mengangkat destinasi yang satu ini digelar juga Festival Danau Limboto.

Di tepi danau juga bisa dijumpai Museum Pendaratan Soekarno, yang didirikan untuk mengenang kedatangan presiden pertama Republik Indonesia tersebut dengan pesawat amfibi dan mendarat di Danau Limboto pada 1950 dan 1956. Jangan lupa, tentunya pelancong harus menikmati sajian khas, semisal binte biluhuta yang berbahan jagung, ikan, serta sayuran. Sedap!

 

FLIGHT

 Garuda Indonesia. Penerbangan dari Bandar Udara (Bandara) Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng, Tangerang, menuju Bandara Jalaluddin, Gorontalo, dilayani maskapai nasional ini dalam satu kali setiap harinya, yakni pukul 07.15. Penerbangan yang tidak langsung atau transit satu kali di Makassar ini,berlangsung 4 jam 45 menit. Sedangkan untuk rute sebaliknya dijadwalkan pukul 13.50 dengan tempat transit yang sama yakni Makassar.

 

Batik Air. Perusahaan dari Lion Group ini menjadi pilihan untuk penumpang yang ingin melakukan penerbangan langsung atau tanpa transit. Jadwal dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Bandara Jalaluddin pada pukul 02.10 setiap harinya dan frekuensi hanya satu kali dalam sehari untuk penerbangan langsung ini. Dengan waktu penerbangan selama tiga jam, pesawat akan mendarat pada pukul 01.30 di pulau Sulawesi. Untuk penerbangan dari Gorontalo yang juga berlangsung selama tiga jam, dijadwalkan pada pukul 06.55 dan tiba di Cengkareng, Tangerang, pada pukul 08.55.

 

Citilink. Maskapai dengan logo berwarna hijau ini pun hanya menawarkan penerbangan dengan transit terlebih dulu di Makassar selama 2 jam 25 menit. Keberangkatan setiap harinya dijadwalkan pada pukul 04.30dan pesawat akan mendarat di Gorontalo pada pukul 07.55.Untuk penerbangan kembali ke Tangerang, dijadwalkan pada pukul11.00 setiap harinya.