
Kunstkring, atau dahulu lengkapnya Bataviasche Kunstkring, adalah bangunan bersejarah dilestarikan. Bangunan yang dipergunakan untuk seni dan galeri. Kini dipadu antara pertunjukan seni dan hidangan jadul.
Kunstkring
Mencari bangunan lawas di daerah Menteng, Jakarta Pusat, bukan lah hal yang sulit. Namun gedung yang terletak di Jalan Teuku Umar Nomor 1 ini memang berbeda. Berada di pojok jalan tak jauh dari rel kereta api Gondangdia, di bagian depan tertera namanya Tugu Kunstkring Paleis. Di bagian bawah tertulis, Gallery & Shop, Dining & Lounging, Bread Corner, Tea House. Di masa lalu dikenal sebagai Kantor Imigrasi Jakarta. Kemudian sempat ngetop di kalangan muda dan gedung lawas itu tetap digunakan meski berganti nama.
Menurut catatan Wikipedia, Bataviasche Kunstkring adalah organisasi seni yang didirikan pada zaman Pemerintah Hindia Belanda yang sangat menonjol akivitasnya pada tahun 1920-an . Di sini diposisikan sebagai pusat dari semua Kunstkring yang tersebar di Batavia atau Jakarta, Bandung dan Surabaya serta beberapa kota besar lain.
Bataviasche Kunstkring kerap menyelenggarakan pameran yang merupakan kulminasi reputasi seni dari daerah-daerah. Bahkan mengadakan pameran bond kunstkring, atau pameran bersama dari berbagai kunstkring. Kunstkring beranggotakan seniman-seniman Belanda atau Eropa yang berdiam di Indonesia.
Pameran pertama menampilkan karya-karya pelukis Belanda kelahiran Indonesia. Ruang-ruang yang luas dipergunakan untuk pertunjukkan musik dan ceramah, antara lain dari Prof. Djajadiningrat dan H.P. Berlage. Perpustakaan menyediakan buku-buku kesenian untuk kalangan umum.
“Kini diberi nama Bataviasche Kunstkring. Dalam bahasa Belanda “kunst” berarti seni dan “kring” bermakna lingkaran. Karena di masa penjajahan Belanda, gedung ini difungsikan sebagai balai seni Jakarta, di mana seniman-seniman Belanda memamerkan karyanya,” kata Manajer Humas Tugu Kunstkring Paleis. Tentunya, seniman Indonesia kala itu tidak mendapat tempat di gedung ini.

Tak hanya menawarkan sajian dengan gaya fine dining, Tugu Kunstkring Paleis juga menjadi tempat asik buat berkumpul bagi kaum sosialita. Yang tak kalah mengejutkan dalam operasionalnya, Kunstkring pun tetap setia pada seni budaya dan sejarah. Nilai-nilai sejarah tetap dipertahankan, sementara operasional resto berjalan seperti lazimnya sebuah usaha.
Hal ini ditunjukkan dengan hadirnya galeri seni, ruang pamer dan ruang-ruang privat dengan tema-tema yang berbeda-beda. Semuanya diharapkan bisa memberi kontribusi pada pelestarian sejarah, seni dan budaya.
Untuk para tamu, ada pilihan 85 tempat duduk mewah di ruang makan utama di lantai pertama. Disebut Ruang Dipenogoro, dengan ciri lukisan 4×9 meter saat penangkapan Pangeran Dipenogoro. Namun pemilik Tugu Grup, Anhar Setjadibrata, pemilik Tugu Group menyebutnya The Fall of Java.
Menu di resto ini pun kental dengan unsur budaya dan sejarah. Menyajikan makanan Indonesia jaman dulu, Asia Tenggara dan Barat, saat saya berkunjung tiga menu pun menjadi pilihan. Yakni, steamed salmon ravioli topped with crispy smoked beef bacon yang disajikan dengan saus kepiting. Harganya Rp 98 ribu. Ada juga garnaal mielie, crisp beer-battered fried prawn yang disajikan dengan spinach gnocchi, tomato and green salad senilai Rp158 ribu. Untuk penutup, saya mencoba coconut crème brulee (Rp 62 ribu) dan segelas Mystique Mocktail (Rp45 ribu). Yang menjadi juara, saya memilih udang goreng.

Bagi yang ingin sesuatu yang bermakna sejarah, coba gaya makanan zaman kolonial Belanda, yakni ala rijsttafel. Sejumlah pelayan akan menyajikan sederet hidangan khusus Betawi dalam satu meja. “Di Kunstkring, kami ingin menghidupkan lagi budaya rijsttafel. Dengan jumlah tamu minimal lima orang, kami pun bisa menyajikan menu Betawi Grand Rijsttafel yang terdiri dari 12 jenis hidangan. Semua sajian itu disajikan pelayan dengan menggunakan pikulan, sementara ada beberapa orang yang menari untuk menghibur para tamu. Dipilih Betawi karena sajian lokal ini makin tergusur,” jelas manajer humasnya.
Restoran juga kerap menggelar pameran berskala besar dan pertunjukan seni. Tahun 1936 dibuka museum yang menyajikan lukisan-lukisan berkelas internasional yang dipinjam dari berbagai museum di Eropa, antara lain karya Marc Chagall, Van Gogh dan Picasso. Tahun 1935 diselenggarakan pertunjukkan Peralatan Perak.
Atau pada Juni 2015 lalu, misalnya, Tugu Kunskring Paleis bekerja sama dengan Ballet.id mengadakan “Reviving the Glory of Kunstkring”, dengan suguhan repertoire balet klasik Rusia, yang diadaptasi dari tarian tradisional Indonesia dengan interpretasi balet Hong Kong “Suzie Wong”. Rasanya, benar-benar di Tugu Kunstkring Paleis, kita bisa mencicipi budaya, seni, sejarah dan makanan di satu tempat.
agendaIndonesia/Fiz R./Rully K./TL
*****