Brunch Saat di Bali, 5 Yang Menggoda

Brunch saat di Bali, pilihan makan di saat nangung

Brunch saat di Bali ketika sedang menikmati liburan rasanya hal yang biasa. DI manapun orang sedang berlibur, mereka biasanya memang mengoptimalkan waktu untuk bersantai, leha-leha, atau menggunakan waktu untuk kegiatan hore-hore. Berenang, menyelam, mengunjungi spot-spot menarik, atau sekadar berkumpul bersama teman.

Brunch Saat di Bali

Bukan rahasia jika saat liburan orang memilih tidur lebih lama, atau bangun lebih siang karena menghabiskan malam lebih larut. Dalam situasi seperti itu, sering makan pagi terlewatkan, namun makan siang belum waktunya.

Pada situasi itu, orang memanfaatkan brunch, ini gabungan breakfast dan lunch. Waktunya biasanya antara pukul 9 hingga 11 pagi. Pada jam seperti itu, biasanya menu sarapan di hotel sudah tidak terlalu lengkap. Atau, kadang menu sarapan yang disediakan hotel terlalu standar.

Di Bali, rasanya banyak tempat yang bisa dipilih untuk menikmati sarapan kesiangan atau makan siang kepagian alias brunch saat di Bali. Bisa sambil menikmati pemandangan terasiring sawah, atau debur gelombang laut. Berikut beberapa alternatif yang bisa dipilih.

Makan Sehat di Nude

Liburan sambil tetap menjaga kesehatan? Ada pilihan bagus di Canggu Bali. Tepatnya di Jalan Pantai Berawa. Ini bisa menjadi pilihan untuk mereka para vegan dan vegetarian. Juga ada pilihan menu bagi mereka yang menghindari makanan yang mengandung gluten.

Beberapa menu andalan yang bisa dipilih seperti  smoked salmon baget, the nude omelette, naught nude big brekky, crispy duck pancake, atau yellowfin salad. Semua dengan harga yang masuk akal. Rata-rata menu berada di kisaran Rp 40 ribu–70 ribu.

Nude Canggu, Jl. Pantai Berawa No. 33, Tibubeneng, Bali

brunch saat di Bali menjadi pilihan jam makan ketika sedang liburan.
Menu brunch yang menggoda di Sisterfields, Bali. Foto: Ist. sisterfields

Sarapan Ala Australia

Resto ini membawa café culture Australia. Ia melayani pengunjung sejak breakfast, brunch, lunch, hingga makan malam dan menjadi salah satu favorit wisatawan mancanegara. Bergaya butik café ala negeri kangguru itu dengan ruang makan terbuka, membuat banyak wisatawan merasa nyaman di sini.

Banyak menu makanan seperti salad, pastry, dan sandwich yang cocok untuk jam-jam makan yang nanggung. Tidak berat tapi cukup mengenyangkan sebelum jalan menuju lokasi wisata. Chilli scramble atau eggs benedict-nya layak dicoba. Soal yang perlu diperhatikan, karena umumnya pelanggan wisatawan asing, resto ini menyediakan masakan non-halal.

Sisterfields, Jalan Kayu Cendana Nomor 7, Seminyak, Bali

Brunch saat di Bali karena orang memanfaatkan waktu untuk liburan.
Menu lengkap bergaya tradisional dengan penyajian yang menggoda selera. Foto: Ist Biku

Nuansa Tradisional dan Eropa

Untuk mereka yang mencari masakan tradisional dengan tampilan klasik dan gaya eropa, bisa memilih brunch di Biku. Resto ini sendiri berada di sebuah bangunan joglo kuno yang konon berusia sekitar 150 tahun dan langsung dibawa dari Jawa. Suasananya sangat hangat dan membuat orang langsung betah. Menunya sangat beragam namun yang spesial adalah sajian teh-nya. Ada aneka pilihan teh, mulai dari teh Jawa, India, hingga dari Cina.

Tak hanya untuk menikmati teh, Biku juga menyajikan aneka menu yang cocok untuk brunch saat di Bali. Jika mampir ke sini bisa dicicipi mulbery pie, wagyu stek sandwich, poke bowl, atau Vietnamesse spicy chicken wings. Meski bergaya resto, harga makanan di sini cukup ramah di kantong.

Biku, Jalan Petitenget No. 888, Kerobokan, Bali

Pasta Untuk Brunch

Meskipun bukan resto atau café yang mengkhususkan diri untuk masakan Italia, cobalah brunch saat di Bali dengan pilihan pasta di resto Kinuwa ini. Resto ini sesunguhnya memiliki pilihan terlengkap, mulai dari pastry, pasta, salad, soup, smoothie, eggs dan toast. Di sini juga ada menu untuk vegan dan vegetarian.

Tapi seperti di sebut di muka, jika mampir di sini, cobalah mencicipi sajian pasta dan pizza nya. Pilihan bisa jatuh pada spaghetti Sicilian, Dialova Pizza, atau Manggo Bowl. Jika ingin yang lebih berat, bisa dipilih grilled chicken breast, grilled striploin, atau grilled mahi-mahi fish.

Harga untuk brunch di sini cukup ramah kantong. Makanan dipatok mulai dari Rp 50 ribu-70 ribu. Sedangkan minuman mulai Rp 30 ribu.

Kinuwa, Jalan Raya Batu Bolong No. 55, Canggu, Bali

Brunch saat di Bali bisa memilih tempat yang terbuka seperti di Nook.
Brunch dengan pemandangan sawah. Foto: Ist. Nook

Brunch Di Ruang Terbuka

Ini pilihan untuk mereka yang ingin sarapan atau makan siang di tempat yang terbuka. Bertempat di Jalan Umalas, Kerobokan, Nook memberikan tempat makan luar ruang yang asri, dan bernuansa alam. Tempatnya luas dan banyak spot yang instagramable.

Makanan favorit di tempat ini adalah smoothie bowl, sandwich dan burger. Jika sedang diet di sini juga ada pilihan menunya. Ada juga juice aneka buah yang segar disruput di udara terbuka. Harga makanan di sini memang agak lebih tinggi, mulai dari Rp 70 ribu hingga Rp 150 ribu.

Nook, Jalan Umalas 1 No. 3, Kerobokan Kelod, Bali

Sudah siap dengan agenda liburan lagi setelah kondisi pandemi agak mereda? Ayo main ke Bali.

agendaIndonesia

****

Nikmatnya 3 Menu Ikan Tuhuk di Krui

Nikmatnya 3 menu ikan tuhuk saat berkunjung ke Kriuk di Kabupaten Lampung Barat. Tuhuk tak lain adalah ikan marlin, ukurannya bisa mencapai  40 kilogram dan dagingnya diolah menjadi beragam sajian.

Nikmatnya 3 Menu Ikan Tuhuk

Bila melintasi Pulau Sumatera dengan menyisir sisi barat, ada daerah pesisir yang akan dilalui dan banyak diburu para peselancar, yakni Kabupaten Krui. Di kota yang semula bagian dari Kabupaten Lampung Barat ini, ada destinasi wisata yang cukup dikenal, bahkan hingga ke mancanegara, yakni Tanjung Setia. Di kawasan ini, deretan home stay  diisi para peselancar dari berbagai benua, yakni Benua Australia, Asia, Amerika, hingga Eropa.  Nah, selain pilihan restoran di masing-masing home stay,  mengisi perut di seputar Pasar  Krui pun bisa jadi pilihan.

Tak jauh dari Dermaga Krui, ada dua restoran yang bisa dituju untuk mencicipi sajian khas ikan, yakni setuhuk atau tuhu. Ikan yang dimaksud adalah ikan marlin. Hanya, mengingat ada dua jenis, yakni blue marlin dan black marlin, bila melihat hasil tangkapan para nelayan, yang dimaksud adalah black marlin. Ikan berparuh panjang ini dikenal dengan dagingnya yang lembut. Di Pasar Krui, yang tak jauh dari dermaga, ikan dijual dengan variasi harga, tergantung musimnya.

Salah satu staf di Rumah Makan Uncu Rina, yang berada di samping Kantor Bupati Krui, menyebutkan bila sedang musim, harga ikan tuhuk sekitar Rp 40 ribu per kilogram. Namun, saat ikan setuhuk sulit didapat, harga bisa melambung hingga Rp 90 ribu per kilogram. Para pendatang maupun turis dipastikan mencari sajian ikan setuhuk bila mampir ke Krui. Sajian yang dicari beragam, baik yang berupa sate maupun yang diolah menjadi pindang.

Sate Tuhuk

Tampilannya memang seperti sate pada umumnya. Ada daging yang ditusuk dan sepintas tidak jauh berbeda dengan sate ayam karena daging ikan tuhuk tertutup bumbu kacang yang dihaluskan. Baru terasa berbeda ketika tusuk sate itu masuk ke mulut. Daging yang telah dipotong-potong terasa begitu lembut. Berbeda sekali saat kita mengunyah daging sate jenis lainnya, seperti ayam, kambing, dan sapi. Bahkan, lebih lembut dari daging kelinci.

Potongan ikan tuhuk seperti meluncur di tenggorokan. Karena berbahan ikan segar, sudah pasti tidak ada aroma manis atau aroma lainnya. Proses pembakarannya tidak selama sate pada umumnya. Cukup 15 menit, sate pun sudah siap disantap. Sate disajikan dengan guyuran bumbu kacang dan kecap. Tersedia 10 tusuk sate per porsi dengan harga sekitar Rp 15 ribu.

RM Pondok Kuring; Pekon Serai, Pesisir Tengah; Krui

Nikmatnya 3 menu ikan tuhuk di Krui, Lampung Barat. Salah satunya sop ikan tuhuk.
Nikmatnya 3 menu ikan tuhuk di Krui, Kabupaten Lampung Barat, di antaranya sop ikan. Foto: Dok. A. Probel-TL

Sop Ikan Tuhuk

Ikan tuhuk tak hanya disajikan dalam olahan sate.  Seperti umumnya daerah Sumatera, ikan marlin pun diolah berupa sop, yang bening, tapi wangi karena taburan daun bawang dan bawang goreng. Ikan diberi tambahan sayuran, seperti wortel yang dipadu dengan sepiring nasi. Paling pas disantap saat masih hangat. Hanya sebaiknya, ikan disantap saat langit di Krui mulai gelap. Apalagi saat angin laut sudah mulai berputar-putar di sekitarnya.

Seporsi sop ikan tuhuk dipatok dengan harga Rp 10 ribu. Sop ini menjadi salah satu sajian yang ditawarkan rumah makan Uncu Rina. Rumah makan yang berdiri sekitar tujuh tahun lalu ini dikelola oleh satu keluarga. Seperti beberapa rumah makan di Krui, unggulannya tentu olahan dari ikan tuhuk meski saat musim angin barat datang, jenis ikan ini lebih sulit diperoleh.

RM Uncu Rina

Pasar Krui

Krui

Pindang Menyegarkan

Tidak jauh dari daerah Sumatera Selatan yang terkenal dengan olahan pindang ikan, Lampung pun menawarkan kesegaran khas yang sama. Bahkan, dengan hasil para nelayan berupa ikan tuhuk, suguhan khas ketika ke Krui pun berupa pindang ikan tuhuk. Tampilannya seperti umumnya olahan pindang. Kuah berwarna kecokelatan dipadu dengan potongan cabe dan daun kemangi. Potongan ikan tuhuk berwarna putih dan berukuran cukup besar pun langsung menggoda.

Rasa asam dari buah asem, serta wangi serai dan kemangi membuat pindang dengan daging ikan yang lembut, menyegarkan saat disantap siang hari. Satu piring nasi habis tanpa terasa. Per porsi sajian pindang ini dipatok dengan harga sekitar Rp 20 ribu.

RM Uncu Rina

Pasar Krui

Krui

agendaIndonesia/Rita N./A. Probel

4 Kuliner Halal Terpopuler di Pontianak

Choipan atau caikue yang terkenal di Pontianak. Foto shhutterstock

Ini 4 kuliner halal terpopuler di Pontianak, Kalimantan Barat. Kota ini dikenal sebagai salah satu kota besar di Indonesia dengan perpaduan dan keragaman budaya yang sangat menarik. Hal ini disebabkan oleh demografi di ibu kota Kalimantan Barat tersebut, di mana mayoritas warganya terbagi menjadi setidaknya empat kelompok besar, yakni kaum Dayak sebagai pribumi serta kaum Tionghoa, Jawa, dan Melayu sebagai pendatang.

4 Kuliner Halal Terpopuler di Pontianak

Kondisi tersebut disinyalir terjadi akibat gelombang migrasi besar-besaran pada abad 18. Ketika itu, kerajaan-kerajaan di sekitar area Kalimantan Barat merekrut banyak tenaga kerja dari luar wilayah mereka untuk sektor pertambangan dan pertanian. Mereka yang datang kemudian betah dan membentuk komunitas besar yang berdomisili di area ini, hingga sekarang.

Pontianak Tugu Khatulistiwa
Tugu Katulistiwa sebagai ikon kota Pontianak yang perlu dikunjungi selain menikmati 4 kuliner halal terpopuler.

Dari situ, budaya para pendatang saling berbaur dengan budaya warga setempat dan bermanifestasi menjadi beberapa hal, tak terkecuali kulinernya. Bahkan, bisa dikatakan bahwa banyak kuliner khas kota khatulistiwa itu yang berasal dari budaya kuliner etnis Tionghoa. Lebih unik lagi, dari kuliner yang populer tersebut ternyata tidak semuanya halal.

Padahal, Pontianak dulunya berawal dari sebuah kerajaan Islam, dan hingga kini pun mayoritas warganya muslim. Oleh sebab itu, perlu jadi pertimbangan bagi wisatawan muslim untuk mengetahui apa saja destinasi kuliner di Pontianak yang halal untuk dicoba. Ini adalah beberapa di antara 4 kuliner halal terpopuler di Pontianak.

  1. Mie Tiaw Apollo

Salah satu kuliner yang bisa dibilang cukup identik dengan Pontianak adalah mie tiaw, atau yang umumnya biasa disebut kwetiau. Makanan sejenis mie ini terbuat dari beras, dan biasanya berbentul pipih memanjang dengan tekstur yang lembut dan kenyal. Ia berasal dari budaya kuliner kaum Tionghoa dan lazim ditemukan di restoran masakan Tiongkok.

Mie Tiau Pontianak shutterstock
Mie Tiau atau kwetiau Pontianak satu dari 4 kuliner halal terpopuler. Foto: shutterstock

Namun, yang membedakan mie tiaw di Pontianak dengan kwetiau yang sering dijumpai pada umumnya adalah cita rasanya. Kwetiau biasanya cenderung bercita rasa manis, karena dimasak menggunakan kecap manis. Sementara mie tiaw Pontianak lebih bercita rasa asin dan gurih, karena menggunakan kecap asin. Terlepas dari kecapnya, ini satu dari 4 kuliner halal terpopuler di Pontianak.

Soal racikannya pun juga sedikit berbeda. Kalau kwetiau umumnya diracik dengan daging ayam atau lauk seafood seperti udang dan sebagainya, mie tiaw ala Pontianak kerap disajikan dengan daging sapi. Bahkan di Mie Tiaw Apollo, isiannya juga meliputi olahan sapi lainnya seperti urat, babat, kikil, babat, dan usus. Tak ketinggalan pula di dalamnya sayur sawi, taoge dan telur.

Mie tiaw kemudian disajikan dengan tiga pilihan, baik dengan digoreng, direbus atau langsung disiram dengan kuah panas. Untuk yang goreng dan rebus harganya Rp 37 ribu, sementara yang mie tiaw siram dihargai Rp 45 ribu. Ada pula pilihan mie tiaw biasa tanpa topping daging seharga Rp 17 ribu.

Meski hanya berupa warung sederhana, namun Mie Tiaw Apollo hampir tak pernah sepi pengunjung. Pun demikian, warung yang sudah berjualan sejak 1968 itu tidak pernah buka cabang lain selain warung aslinya di jalan Patimura nomor 63. Walaupun tak jauh dari situ ada warung mie tiaw lainnya dengan nama serupa, ternyata memang bukan cabangnya.

Walaupun konon katanya, warung tersebut milik bekas pegawai Mie Tiaw Apollo yang pecah kongsi dan memutuskan membuka warung sendiri. Apapun itu, bagi yang ingin mencoba Mie Tiaw Apollo yang asli, jam bukanya dari jam 13.30 hingga 00.45. Bisa jadi pilihan yang menarik bagi wisatawan yang ingin berburu kuliner malam di Pontianak.

  • Pondok Kakap

Kuliner Pontianak lainnya yang populer di kalangan warga lokal dan wisatawan adalah masakan seafood. Pondok Kakap, yang berada di Jalan Ismail Marzuki nomor 33A, merupakan satu dari beberapa restoran seafood populer di sana. Restoran bernuansa elegan dan premium ini cocok untuk tempat bersantap bersama keluarga, serta bisa jadi venue untuk acara ulang tahun, pernikahan dan sebagainya. Ini satu dari 4 kuliner halal terpopuler di kota ini.

Menu yang jadi andalan di sini meliputi kepiting asap, kepiting saus tiram, ikan kakap asam pedas, ikan bawal putih stim, ragam pilihan dimsum, dan lain lainnya. Satu menu yang unik dan langka adalah ikan salju, yaitu ikan yang hidup di area perairan Antartika yang dingin. Aromanya tidak begitu amis, agak mirip seperti susu dan tekstur dagingnya yang begitu halus.

Selain menunya yang beragam, harganya yang cukup reasonable juga menjadi daya tarik. Untuk harga ikan tergantung dari bobotnya, seperti ikan kakap yang dihargai Rp 23 ribu per ons, atau ikan bawal putih yang harganya Rp 45 ribu per ons. Begitu pula kepiting, yang harganya Rp 220 ribu per porsi, namun jika ingin kepiting berukuran lebih besar maka akan ada tambahan biaya dari Rp 35 ribu sampai 37,5 ribu, tergantung ukurannya.

Restoran ini juga menawarkan fasilitas private room alias ruang makan privat, khususnya bagi yang hendak makan bersama keluarga atau rombongan tertentu. Fasilitas tersebut terdapat di area lantai dua dan tiga, tentu dengan reservasi terlebih dulu.  Pondok Kakap buka setiap hari dari jam 09.30 hingga 21.00.

  • Chai Kue Panas Siam A Hin

Chai kue, atau yang juga dikenal dengan nama choi pan, merupakan kudapan khas etnis Tionghoa yang begitu terkenal di Pontianak. Dalam dialek Hakka, choi pan kurang lebih artinya “kue berisi sayuran”. Penampilannya sekilas mirip seperti dimsum, dengan isian kucai, bengkoang, talas dan terkadang potongan daging ayam, udang atau jamur di dalamnya.

choipan Pontianak prasmanan com
Ilustrasi Choipan atau cai kue, satu dari 4 kuliner halal terpopuler di Pontianak. Foto: milik prasmanan.com

Umumnya, kudapan ini disajikan dengan cara dikukus, walaupun belakangan muncul pula varian chai kue yang digoreng. Setelah dikukus, chai kue ditaburi dengan bawang goreng, dan dimakan dengan saus mirip sambal. Cita rasanya terbilang unik, sensasi gurih pedas yang berbeda dari dimsum atau kue basah lainnya.

Di Pontianak, tak sulit mencari kedai penjual chai kue. Dari sekian banyaknya, satu yang cukup populer dan menonjol adalah Chai Kue Panas Siam A Hin. Sesuai namanya, kedai ini terletak di satu sudut jalan Siam. Meski hanya berupa kedai sederhana, nyatanya animo pengunjung senantiasa besar, baik warga lokal maupun wisatawan.

Usut punya usut, chai kue buatan kedai ini dianggap sebagai salah satu yang terenak se-Pontianak. Kulitnya yang tipis terasa lembut, dengan isian yang segar nan gurih. Dalam seporsi chai kue, disajikan lima buah chai kue yang penyajiannya bisa dipilih, mau dikukus atau digoreng. Harga satuannya Rp 2 ribu per buah untuk yang kukus, Rp 3 ribu untuk yang goreng.

Selain itu, tersedia pula menu lain seperti siomay ayam dan udang, talam, kulit kembang tahu dan sebagainya. Sejatinya tempat ini satu dari 4 kuliner halal terpopuler di kalangan warga sebagai tempat nongkrong dan makan ringan, tetapi belakangan banyak juga wisatawan yang datang membeli untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Sebagai catatan, kedai ini tutup tiap hari Selasa dan buka dari jam 10.00 hingga 22.00.

  • Es Krim Angi

Bicara soal tempat nongkrong yang hits di Pontianak, kurang afdol jika tak menyebut es krim Angi yang begitu melegenda. Ini adalah 4 kuliner halal terpopuler di Pontianak. Sudah berjualan sejak 1950, es krim ini selalu ramai pengunjung, khususnya kala siang hari saat kota khatulistiwa ini sedang panas-panasnya. Karena lokasinya di jalan Karel Satsuit Tubun nomor 8 berhadapan dengan sekolah SMP dan SMA Petrus, maka terkadang ia juga dipanggil es krim Petrus.

Ada beberapa keunikan yang menjadi alasan kedai es krim ini begitu dicintai warga Pontianak dan diburu wisatawan pecinta kuliner. Pertama, penyajiannya begitu unik dan agak nyeleneh. Alih-alih menggunakan piring, mangkok atau gelas, es krim di kedai ini disajikan dengan menggunakan batok kelapa muda yang dibelah.

Tak hanya itu, pengunjung juga bisa memilih tambahan ekstra topping seperti cincau, jelly dan kacang merah. Biasanya topping akan dimasukkan terlebih dulu, baru kemudian es krim diletakkan di atasnya. Dalam satu batok kelapa pengunjung bisa memilih maksimal hingga tiga scoop es krim dengan pilihan rasa sesuai selera.

Pilihan rasa es krimnya sendiri meliputi coklat, vanilla, strawberry, green tea, durian, alpukat, nangka, ketan hitam dan cempedak. Sebagai catatan, es krim di sini tidak menggunakan pemanis artifisial dan pengawet, agar menjaga cita rasa yang otentik. Harga satu porsi dengan batok kelapa dihargai Rp 28 ribu.

Pun demikian, kini disediakan pula porsi satu cup berisi satu scoop es krim dengan harga Rp 16 ribu yang lebih ekonomis. Kalau ingin menambah topping akan dikenakan Rp 5 ribu per topping. Es krim Angi buka dari jam 08.00 sampai 21.00, namun bersiaplah untuk mengantri ketika sedang ramai-ramainya, utamanya saat siang di akhir pekan atau hari libur.

agendaIndonesia/audha alief praditra

Ucok Durian Medan, Kelezatan 24 Jam

ucok durian Medan menjadi ikon kuliner kota Medan, Sumatera Utara.

Ucok Durian Medan adalah ikon atau simbol pariwisata ibukota Sumatera Utara. Ia mungkin satu-satunya nama tempat nongkrong, atau tempat kuliner, atau sebutlah apapun itu, yang sangat khas: apapun tentang durian.

Ucok Durian Medan

Kedai Ucok Durian milik Zainal Abidin Chaniago sudah berdiri puluhan tahun, hampir 40 tahun melayani penggemar buah ikonik ini. Ucok, demikian Zainal biasa disapa kerabat dan handai taulannya, nyaris identik dengan durian hingga di depan kedainya ia berani memasang tulisan “Jangan bilang pernah ke Medan!!! Kalau belum mampir ke Ucok Durian”. Mungkin terasa sedikit angkuh, tapi apa boleh buat, begitulah kenyataannya.

Semboyan itu bisa jadi benar. Bebarapa tahun terakhir sejumlah biro perjalanan yang membawa wisatawan domestik maupun dari manca negara memasukkan tempat Ucok ini dalam itinerary tamunya. Umumnya siang sesudah jam makan siang, atau malam hari. Sering kali menjadi spot wisata Medan terakhir pada larut malam.

Betul, kadang bahkan menjelang tengah malam. Tak perlu heran, sebab kedai Ucok Durian buka 24 jam. Ini di saat normal dulu, sebelum pandemi. Jadi pengunjung bisa datang kapan saja. Pagi-pagi sekali pun tak jarang bisa dilihat sudah ada penggila durian yang ‘nongkrong’ di sini.

Kedai Ucok Durian di Jalan Pelajar Nomor 46, Kelurahan Teladan Timur, Kecamatan Medan Kota, ini sudah berdiri sejak 29 tahun yang lalu. Begitupun, Zainal sudah bergelut dengan buah beraroma kuat ini lebih lama lagi. Hampir 40 tahun. Pengalaman panjang yang membuatnya tahu memilih buah durian yang enak. Tak peduli dari kebun atau daerah mana, yang pasti durian darinya ditanggung enak.

Ucok Durian Medan menjadi salah satu pilihan wisata di kota Medan.
Ucok Durian Medan menjadi salah satu ikon kuliner di kota Medan, Sumatera Utara. Foto: shutterstock

Citra jaminan duren enak ini tentu tak diperoleh Zainal seketika. Ia mengaku pernah mengalami jatuh bangun selama berjualan durian puluhan tahun. Ia memulai petualangannya di dunia perdurianan dengan menjadi karyawan di gerai penjualan buah durian di Medan. Namun ia tak sekadar bekerja melayani pembeli. Saat bekerja itu, ia manfaatkan untuk memahami seluk-beluk durian. Soal buahnya, juga jaringan pemasoknya. Bertahun-tahun bekerja di tempat orang, muncul hasrat untuk membuka usaha sendiri. “Saya mulai berjualan dari kaki lima, hingga kini sudah ada kedai dan nama yang  melekat dengan kota Medan,” katanya seraya bercerita dirinya mulai berjualan sendiri sejak usia 24 tahun.

Sambil berjualan, Ucok tak lupa untuk terus belajar mengenai buah durian. Dari berbagai cara. Mulai dari ngobrol dengan pengepul durian yang mengantar durian ke lapaknya berjualan, hingga menyambangi petani durian di berbagai tempat. Itu dilakukannya ke banyak tempat dan kebun pusat-pusat durian di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, bahkan seluruh Sumatra.

Di kedai Ucok ini tersedia durian-durian  segar yang dapat langsung dinikmati pengunjung. Pengunjung bisa memilih cara menikmati duriannya: tinggal duduk di bangku dan minta durian dipilihankan karyawan Ucok; atau langsung memilih sendiri durian yang dikehendaki. Semuanya sama saja. Umumnya sih pengunjung memilih langsung duduk di bangku yang tersedia, durian dipilihkan, dibukakan duriannya, dan mereka tinggal menikmati.


Bagaimana kalau durian yang dipilihkan atau kita pilih sendiri dan dimakan langsung di tempat rasanya kurang sesuai? Jangan khawatir, pengunjung bisa langsung menukarkannya tanpa tambahan harga. Untuk durian yang sudah telanjur terbuka, juga tidak akan terbuang percuma. Nantinya durian-durian ini akan dipasok ke usaha rumahan untuk diolah menjadi aneka camilan berbahan dasar durian

Setiap hari selalu saja ada durian yang datang ke kedai Ucok Durian. Jika sedang musim, jumlahnya bisa mendapat pasokan sekitar 6 ribu buah durian. Lebih dari separuh dari jumlah tersebut umumnya habis diserbu penggila durian pada hari tersebut.

Jika tak habis terserap, atau ada durian yang ditukar konsumennya, Ucok tetap tenang, sebab durian-durian tersebut kemudian disalurkan menjadi aneka olahan berbahan durian. Mulai dari pancake durian, daging durian, durian beku, es krim atau kripik durian. Sebagian malah dijual di kedai tersebut. Sebagian lain dikirim ke lain daerah. Tak hanya di sekitar Medan, bahkan hingga ke pulau Jawa.

Jika punya waktu, tempat ini adalah pilihan untuk duduk reriuangan dengan kawan-kawan (tentu jika kondisi sudah mengijinkan, saat ini masih pandemi). Ngobrol sambil menikmati aneka makanan durian.

Namun, jika pengunjung cuma waktu yang mepet dan harus kembali ke kota asal, karyawan Ucok Durian akan membantu mengupas durian yang dipilih kemudian memasukkannya ke dalam wadah yang tertutup rapat sehingga bau menyengat tidak meruap keluar.

Jadi, sudahkah Anda mengunjungi Ucok Durian di Medan? Jika belum, ayo agendakan kunjungan ke tempat ini jika pada waktunya Anda bisa main ke Medan. Sebab, seperti kata Ucok, rasanya tidak lengkap mengunjungi Medan jika tidak mencicipi durian dari Ucok Durian.


agendaIndonesia

*****

Sate Klatak Yogya, Satu Porsi 2-3 Tusuk Saja

Sate Klatak Yogya menjadi alternatif wisata kuliner jika berkunjung ke Yogyakarta

Sate klatak Yogya menambah kekayaan kulinari Yogyakarta. Setelah gudeg, kini kota pelajar itu punya wisata kuliner lain yang layak diburu dan dinikmati.

Sate Klatak Yogya

Untuk warga Yogya, sesungguhnya sudah lama mengenal sate klatak ini. Namun, harus diakui, untuk skala yang lebih luas makanan ini baru diketahui publik ketika salah satu warung yang berjualan sate klatak menjadi lokasi pembuatan film Ada Apa Dengan Cinta 2.

Yogyakarta memang istimewa, seperti semboyan warga kotanya. Mereka memiliki berbagai macam kekayaan kuliner, salah satunya adalah sate yang hanya ditemukan di sini, berbeda dengan sate kebanyakan. Sate Klatak muncul dari kawasan Imogiri, Kabupaten Bantul. Tepatnya di pasar Jejeran, Pleret, Bantul, Yogyakarta. Ya, lokasinya di pasar Jejeran yang kalau siang dipakai sebagai pasar tradisional. Warung Sate Klatak di sini memang baru hidup pada malam hari, mulai pukul 18.00 WIB.

Keistimewaan pertama jenis sate ini adalah bahan bakunya. Sate Klatak adalah sate kambing. Jadi jangan mencari sate klatak berbahan daging sapi atau atau, atau malah daging hewan lain.

Perpedaan ke dua dengan sate lain, adalah bumbu saat mengolahnya dan kemudian saat penyajiannya. Sate klatak tidak menggunakan bumbu kecap atau kacang, dan hanya dibumbui dengan garam. Konon, menurut salah satu versi cerita, karena bumbu garam inilah yang ketika dipanggang di atas bara menimbulkan efek bunyi “klatak, klatak” atau “kletek, kletek” maka masakan ini disebut sate klatak.

O iya, walaupun dengan bumbu pengolahan sangat sederhana, sate klatak sangat diminati pengunjung. Umumnya mereka justru mengatakan menemukan rasa khas daging kambingnya karena bumbu yang simpel tersebut.

Sate klatak Yogya salah satu ciri khasnya dibakar dengan menggunakan jeruji sepeda.
Sate klatak Yogya, pembakarannya dengan menggunakan jeruji sepeda sehingga matang sampai ke dalam. Foto: Shutterstock

Keistimewaan sate klatak yang lain tidak berhenti sampai di situ, keistimewaan lain Sate Klatak adalah pada proses pembakarannya. Daging kambing yang sudah dipotong-potong dadu tidak ditusuk dengan tusukan dari bambu, namun menggunakan besi jeruji sepeda. Penggunaan jeruji ini dipercaya dapat menghantarkan panas yang lebih baik sehingga daging matang hingga ke bagian dalam.

Perbedaan yang lain, satu porsi sate klatak biasanya hanya berisi dua sampai tiga tusuk saja. Potongan dagingnya memang lebih besar dari sate kambing biasa. Satu porsi sate klatak biasanya disajikan bersama kuah yang mirip dengan kuah gulai. Bagi yang suka pedas, bisa meminta irisan cabai rawit untuk dicampurkan ke dalam kuah kare.

Melihat sejumlah perbedaan atau keistimewannya, tentu timbul pertanyaan dari mana asal-usul sate ini. Ada satu-dua versi tentang hal ini. Satu cerita menyebut, sate klatak bermula dari seorang bernama mbah Ambyah yang memiliki ide menjual sate kambing karena memiliki banyak kambing. Awalnya ia berjualan sate di bawah pohon melinjo. Buah mlinjo ini kadang disebut sebagai buah klatak. Dari buah mlinjo yang berserakan sekitar warung sate inilah muncul nama sate klatak.

Versi yang lain menyebut, sate klatak ini bermula ketika seorang kusir andong yang bernama Jupaini. Suatu ketika ia memutuskan beralih mata pencaharian dengan berjualan sate kambing. Namun sate yang ia jual berbeda dengan sate yang lainnya, dimana ia hanya membumbui daging kambingnya dengan garam saja sebelum dibakar. Seperti disebut di muka, pada saat sate itu dibakar lantas mengeluarkan suara “klatak klatak” yang bersal dari garam tersebut. Jupaini inilah yang disebut berinovasi menggunakan jeruji sepeda sebagai penggati tusuk satenya.

Manapun versi yang benar, akhirnya konsumen penggemar sate kambinglah yang diuntungkan, karena memperoleh alternatif menikmati kuliner dari hewan ini. Warung-warung sate klatak mudah dijumpai di sepanjang Jalan Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Meskipun belakangan, ada juga yang membuka warung sate klatak di Yogyakata sebelah utara.

Sate klatak Yogya dibakar dengan menggunakan arang, bumbu garam yang menetes menyebabkan bunyi klatak-klatak...
Sate klatak Yogya dibakar dengan tungku dan areng. Foto:iStock

Lalu manakah sate klatak yang paling enak? Enak tentu saja subyektif, namun berikut ini ada beberapa warung sate klatak yang bisa dijadikan pilihan.

Warung Sate Klatak Pak Jupaini; Jalan Imogiri Timur, Bantul, Yogyakarta

Warung sate ini menggunakan nama sang pelopor sate klatak dan termasuk salah satu warung sate klatak yang cukup fenomenal dan hampir selalu ramai. Mungkin karena sejarah bahwa warung ini adalah menemukan resep sate klatak.

Pengunjung yang ingin mencicipi lezatnya menu kambing di warung ini harus sabar menunggu hingga satu jam, karena ramainya warung sate ini. Selain sate klataknya yang terkenal, ada beberapa menu lain yang juga favorit, seperti tengkleng dan tongseng otak kepala kambing.

Warung Sate Klatak Jogja Pak Pong; dekat  hutan pinus Imogiri, Bantul

Ini terkenal dengan menu satenya yang bebas bau kambing. Bumbunya juga spesial meresap sampai ke dalam. Pak Pong adalah Cucu dari Pak Jupaini, sang penemu resep sate klatak. Jadi wajar jika cita rasanya otentik. Menu lain yang nggak kalah unik, yaitu tengkleng gajah. Bukan dari tulang gajah, tentu, melainkan karena porsinya yang jumbo. Selain itu, ada juga nasi goreng yang digoreng menggunakan arang sehingga aromanya sangat khas.

Warung Sate Klatak Jogja Pak Bari; Pasar Wonokromo Imogiri Timur, Bantul

Warung ini baru dibuka setelah pasar Wonokromo Imogiri timur tutup dan buka sampai dini hari. Warung sate klatak ini sudah cukup melegenda, berjualan sejak tahun 1940-an, pak Bari merupakan generasi ke-3 penerus usaha kuliner ini. Yang lebih istimewa, warung pak Bari lah yang dipergunakan sebagai lokasi film Ada Apa dengan Cinta 2.

Buat wisatawan yang menginap di Yogyakarta bagian utara, nggak perlu jauh-jauh ke selatan untuk menikmati gurihnya sate klatak Yogya. Di wilayah bagian utara juga terdapat warung sate klatak yang juga nikmat cita rasanya.

Sate Klatak Jogja Pak Jede, di Jalan Nologaten, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Di warung ini sate klatak disajikan dengan bumbu sederhana, yaitu garam, merica, serta tambahan kuah. Selain sate klatak, warung makan ini juga menyediakan menu lain seperti tongseng kambing, nasi goreng kambing, gulai kambing, sate kambing, tengkleng, gulai jeroan. Yang asyik, warung ini buka mulai siang, pukul 11.00 sampai dengan 23.00.

Warung Sate Klatak Pangestu; Jalan Damai No. 10, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman.

Warung ini termasuk laris konon dan sampai membutuhkan tiga ekor kambing per hari untuk membuat berbagai menu daging kambing, seperti sate klatak, tongseng, tengkleng, nasi goreng kambing, bahkan hingga olahan jeroan kambing.

Manapun yang dipilih, semuanya enak. Tinggal kamu agendakan kunjungannya.

agendaIndonesia

*****

Ayam Tangkap Khas Aceh, 1 Ekor Dipotong 24

5 surga sajian kuliner Indonesia, salah satunya adalah Nangroe Aceh Darusalam. Ada banyak pilihan di sini, salah satu yang terkanal adalah ayam tangkap.

Ayam tangkap khas Aceh menjadi salah satu ikon kuliner masyarakat Serambi Mekah, selain bakmi Aceh. Dedaunan dan rempah bumbunya menjadi pembeda dengan sajian ayam goreng dari daerah lain.

Ayam Tangkap Khas Aceh

Nama masakan ayam tangkap sendiri sampai saat ini belum ada yang tahu dari mana asal-usulnya. Secara bercanda, masyarakat Aceh suka menyebut jika nama tersebut muncul dari kebiasaan orang setempat yang baru menangkap ayamnya ketika akan dimasak. Bisa jadi informasi ini cuma guyon, namun bisa jadi hal itu benar. Dan menunjukkan bagaimana “fresh”-nya bahan utama masakan ini sebelum disajikan.

Meskipun tak diketahui sejak kapan masakan ini ada dalam khasanah budaya kulinari Aceh, namun banyak sumber menyebut jika masakan ini sudah ada sejak lama. Setidaknya sudah ada lima-enam generasi di belakang.

Keunikan ayam tangkap ini dibandingkan jenis kuliner ayam goreng lain adalah saat disajikan. Ayam goreng tersebut, selain ukuran potongannya yang kecil-kecil tak seperti layaknya potongan ayam yang dibagi empat atau delapan, disajikan dengan daun-daunan. Ada daun temurui dan daun pandan yang dirajang kasar serta digoreng renyah. Apabila dicicipi daun-daun tersebut mungkin terasa aneh meskipun chrunchy. Tapi bila mengunyahnya dipadukan dengan ayam gorengnya, akan menghasilkan cita rasa yang khas dan nikmat.

Ayam tangkap ini terbuat dari bahan dasar ayam potong, daun temurui, daun pandan dan cabe hijau. Untuk cabe hijaunya biasanya menggunakan yang panjang yang nantinya akan disajikan bersama dengan daun temurui dan daun pandan. Sedangkan bumbu yang digunakan di antaranya bawang putih, bawang merah, cabe rawit, kunyit, jahe, dan air asam jawa.

Dalam proses pembuatan tangkap ini, seperti disebut di muka, biasanya dipotong kecil-kecil. Dari banyak resep yang beredar di masyarakat, umumnya satu ekor ayam akan dipotong menjadi 24 bagian. Ada yang menyebut, karena ditangkap dan disembelih sesaat akan diolah, pemotongan kecil-kecil itu agar bumbu dan rempah cepat meresap ke dalam daging. Begitupun, saat ini banyak juga yang memotong ayam sesuai dengan keinginan.

Setelah itu, potongan daging kemudian direndam bersama bumbu hingga meresap, meskipun tak terlalu lama –kurang lebih 15 hingga 30 menit– lalu daging ayam digoreng hingga matang. Ketika mendekati matang, daun temurui, cabe hijau dan daun pandan dimasukan dan digoreng bersama daging ayam tadi. Setelah semuanya matang, semua lalu tiriskan. Ayam Tangkap biasanya disajikan langsung bersama dengan daun-daunan yang sudah digoreng tersebut.

ayam tangkap khas Aceh, sebagai salah satu ikon kuliner Serambi Mekah.
Ayam Tangkap Khas Aceh sebagai ikon kuliner negeri Serambi Mekah. Foto:shutterstock

Di banyak rumah makan masakan Aceh, penyajian ayam tangkap biasanya dengan dedaunan yang menutupi ayam sehingga terlihat ayam sengaja diletakkan di bawah dedaunan. Dedaunan ini selain sebagai daya tarik hidangan, sekaligus bisa dijadikan sebagai lalapan kering pelengkap potongan ayam.

Pada umumnya, para pencinta ayam tangkap ketika menyantapnya akan mengkombinasikan dengan sambal kecap yang telah dicampur dengan potongan bawang merah dan cabai hijau. Sebagian lagi menggunakan bawang goreng. Satu hal yang pasti, hampir semua restoran Aceh menggunakan ayam kampung sebagai bahan utama. Hal ini untuk mempertahankan cita rasa.

Lalu di mana ayam tangkap ini di Banda Aceh dapat dinikmati? Berikut sejumlah restoran atau warung makan yang cukup dikenal dengan ayam tangkapnya.

Rumah Makan Hasan; di Jalan Profesor Ali Hasyimi, Pango, Ulee Kareng, Banda Aceh.

Ini konon merupakan salah satu tempat makan ayam tangkap paling enak di Aceh. Kelezatan ayam tangkap yang dihidangkan di tempat ini bisa dibuktikan dari eksistiensinya yang sudah ada sejak 1989. Rumah makan ini memiliki tiga cabang di Aceh. Restoran ini berada yang buka setiap hari mulai pukul 10 pagi sampai 9 malam.

Rumah Makan Specifik Aceh; di Jalan Hasan Dek nomor 14-16, Banda Aceh.

Rumah makan ini dimiliki warga asli Aceh dan dianggap sebagai ayam tankap dengan rasa yang original. Warung makan yang buka setiap hari ini hampir selalu ramai pengunjung.

Ayam Pramugari; di Jalan Bandara Sultan Iskandar Muda, Paya-Ue, Blang Bintang

Nama rumah makan ini diambil karena awalnya banyaknya pramugari yang membeli ayam tangkap di tempat ini. Mungkin karena dekat dengan bandar udara. Nama yang unik ini mampu membuat orang penasaran mencicipinya.

Rumah Makan Ayam Tangkap Cut Dek; Jalan Panglima Nyak Makam, Lampineung, Banda Aceh.

Ini merupakan satu rumah makan yang menyajikan ayam tangkap paling enak di Aceh. Bahkan rumah makan yang berdiri sejak 1996 ini hampir selalu ramai pembeli. Rumah Makan ini buka setiap hari mulai pukul 10 pagi sampai dengan 10 malam

Rumah makan Bu Sie Itek Bireun; di Jalan Teuku Umar, Setui, Banda Aceh, di sebelah masjid masjid Meukeutop

Ini merupakan salah satu rumah makan yang populer di kalangan pelancong luar kota. Mungkin karena mereka juga menyediakan menu gulai bebek. 

Lalu di mana jika orang ingin mencicipi ayam tangkap di Jakarta?

Ayam Tangkap Aceh Jakarta; Jl. Menteng No.10 Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat 

Ayam & Bebek Tangkap Atjeh Rayeuk; Jl. Ciranjang No.36, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

Sudah pernah mencicipi ayam tangkap? Ayo agendakan tangkap ayammu.

agendaIndonesia

****

Ayam Lodho Pak Yusuf, Gurihnya Dari 1987

Ayam lodho Pak Yusuf adalah ikon kuliner khas Trenggalek, Jawa Timur.

Ayam Lodho Pak Yusuf bisa menjadi pilihan kuliner utama untuk dicoba saat sedang berada di daerah Trenggalek. Rasanya tak berlebihan jika makanan yang satu ini disebut-sebut sebagai salah satu hidden gem, khususnya di antara kuliner-kuliner asli Jawa Timur.

Ayam Lodho Pak Yusuf

Di atas kertas, ayam lodho terlihat cukup sederhana sebagai sebuah hidangan. Dari pandangan visual, sekilas ia terlihat agak mirip seperti ayam opor, terlebih dengan penggunaan kuah bersantan, meski secara cara penyajian dan pelengkapnya sedikit ada perbedaan.

Kalau ayam opor dimasak dengan cara merebusnya dengan bumbu-bumbu pelengkapnya, ayam lodho disajikan dengan cara dibakar terlebih dulu sembari dilumuri bumbu. Setelah jadi dan daging lebih empuk, barulah ia direbus dan dihidangkan dengan kuah pelengkapnya.

Ayam Lodho Pak Yusuf menjadi daya tarik wisata di Trenggalek, selain Goa Lowo.
Goa Lowo di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Foto Humas Pemkab Trenggalek

Istilah ‘lodho’ sendiri kurang lebih berarti empuk atau lunak, yang mana merujuk pada daging ayam yang empuk setelah dibakar sedemikian rupa. Meski ada pula yang mengatakan bahwa ‘lodho’ juga dapat merujuk pada cita rasa kental di mulut karena kuah santannya.

Oleh karenanya pula, ayam yang digunakan dalam memasak makanan ini umumnya merupakan jenis ayam kampung. Diyakini, daging ayam kampung bila dimasak lama tidak menjadi hancur dagingnya, dan cita rasa kuahnya dapat lebih meresap serta berpadu lebih baik dengan daging gurihnya.

Sebelum dibakar, ayam akan terlebih dulu dilumuri garam. Setelah daging menjadi lebih empuk dan kadar airnya berkurang, barulah ia dimasak dengan kuah yang dibuat dari rempah seperti ketumbar, cabe, kemiri, merica, lengkuas, sereh, kunyit, bawang putih dan merah, serta santan.

Dalam penyajiannya, ayam lodho umumnya dihidangkan dengan nasi gurih, atau racikan nasi yang agak mirip dengan nasi uduk. Sebagai sayurnya, kerap pula ditambahkan sayur urap yang berisikan daun singkong, taoge, timun dan parutan kelapa.

Secara umum, tak diketahui secara pasti kapan makanan ini pertama kali muncul. Ada yang meyakini bahwa kuliner ini sudah berumur puluhan hingga ratusan tahun, karena ia berasal dari budaya persembahan sesajen kepada leluhur.

Budaya tersebut lazim disebut slametan njangkar, yang diadakan tiap sebulan sekali oleh para nelayan setelah munculnya bulan purnama. Berlangsungnya adat ini tak lepas dari kepercayaan warga saat itu kepada Nyi Roro Kidul, yang diyakini sebagai penguasa laut selatan Jawa.

Ayam Opor shutterstock
Ayam Opor yang lebih dikenal di banyak daerah di Jawa. Foto: shutterstock

Harapannya, dengan hajatan dan persembahan sesajen ini para warga yang berprofesi sebagai nelayan dapat senantiasa dilindungi saat melaut. Selain itu, mereka dapat pulang dengan selamat sambil membawa berkah hasil laut yang melimpah dan menguntungkan.

Dari budaya tersebut, makanan ini kemudian menjelma menjadi salah satu santapan merakyat yang masih terus dilestarikan dan diminati hingga kini. Cita rasa kuah yang kental, serta gurih dan pedasnya ayam menyatu harmonis dengan hangatnya nasi dan segarnya sayur urap.

Dan bisa dibilang, warung ayam lodho pak Yusuf merupakan salah satu yang berada di garda terdepan dalam mempopulerkan kuliner ini. Sejak kemunculannya pada 1987, warung ini mampu merintis jalannya menjadi warung penjaja ayam lodho paling populer.

Disinyalir, masakan ayam lodho Pak Yusuf masih terasa otentik dan mendekati resep dari leluhur di masa lalu. Maka jangan heran jika warung aslinya yang berada di kawasan jalan raya Kedunglurah, Trenggalek, ini masih kerap dipenuhi pengunjung, baik lokal maupun pendatang.

Meski demikian, warung ini berproses bertahun-tahun lamanya sampai akhirnya bisa diterima dan disukai konsumen. Saat pertama kali membuka warungnya, pengunjung tidak langsung berbondong-bondong datang.

Awalnya, banyak yang mempertanyakan mengapa Yusuf, si empunya warung, berani menjajakan makanan yang hanya populer sebagai sesajen bagi kalangan tua warga setempat. Namun, ia bergeming dan terus berusaha menyempurnakan racikan ayam lodhonya.

Bisa dibilang, usaha ini hampir sepenuhnya merupakan usaha mandiri keluarganya. Ayam yang digunakan berasal dari peternakan yang dikelola keluarganya, dan beberapa rempah diambil langsung dari kebun di belakang warung tersebut.

Lambat laun, masakan ayam lodho Pak Yusuf mulai bisa diterima di lidah dan disenangi pengunjungnya. Perpaduan rasa gurih dan pedasnya dianggap pas dengan selera umumnya, terutama bagi warga sekitaran Jawa Timur.

Semakin lama, semakin banyak pula yang mendatangi warungnya. Dari yang tadinya hanya berupa bangunan kecil dan sederhana dari bambu, kini warung tersebut sudah berubah wujud menjadi bangunan permanen yang lebih luas untuk menampung banyaknya pengunjung.

Ayam Lodho Khas Trenggalek Pemkab Trenggalek
Ayam Lodho siap disantap. Foto: Humas Pemkab Trenggalek

Kendati demikian, resep, bahan baku serta cara penyajiannya masih sama dari dulu. Di bawah pengelolaan Ayub, sang anak, beberapa upaya menjaga kualitas masakan ayam lodho pak Yusuf meliputi bahan baku yang dipasok mandiri, cara memasak yang menggunakan tungku kayu bakar, dan sebagainya.

Hal ini membuatnya amat disenangi warga setempat maupun pelancong karena dianggap masih terasa otentik hingga kini. Bahkan karena tingginya permintaan, akhirnya mereka membuka beberapa cabang di kota-kota tetangga, seperti Tulungagung, Kediri, dan Blitar.

Dari pilihan menunya, dalam satu porsi dengan nasi dan sayur urapnya, dibagi berdasarkan ukuran sepotong ayamnya: kecil, reguler, medium dan super. Masing-masing dihargai dari Rp 25 ribu hingga Rp 40 ribu, yang bisa disantap langsung atau dibungkus sebagai nasi kotak.

Pengunjung juga bisa memesan ayam atau sayur urapnya secara terpisah. Tak hanya itu, ada juga pilihan untuk memesan ayam satu ekor utuh, dengan pilihan ukuran kecil, reguler, medium, super dan jumbo yang harganya mulai dari Rp 75 ribu hingga Rp 130 ribu.

Tak mengherankan bila kini pelanggannya begitu beragam. Mulai dari warga lokal yang sekedar menikmati santap pagi, siang atau malam, turis yang ingin mencoba kuliner otentik, hingga pesanan-pesanan nasi kotak untuk acara tertentu, bahkan pesanan dari luar kota.

Ayam lodho pak Yusuf buka setiap hari dari jam 07.00 hingga jam 22.00. Karena buka dari pagi, maka warung ini hampir bisa dipastikan selalu ramai dari sejak waktu sarapan, makan siang hingga makan malam, sehingga disarankan untuk datang lebih awal di jam-jam tersebut.

Ayam Lodho Pak Yusuf

Jl. Raya Kedunglurah, Trenggalek

Telp. (0355) 879311 / 081335123770

Instagram @ayamlodho

agendaIndonesia/audha alief praditra

*****

Sate Gebug Malang, Setusuknya Rp 25 Ribu

Sate Gebug Malang sudah mulai berjualan sejak 1920.

Sate Gebug Malang tak ada hubungannya dengan perkelahian, meski namanya menyiratkan itu. Ini adalah warung makan dan kulinari legendaris di kota di jawa Timur tersebut. Usianya telah melewati satu abad.

Sate Gebug Malang

Nama tempat makannya Warung Sate Gebug. Di muka warung ada semacam spanduk kain dengan tulisan, salah satunya angka 1920. Rupanya ini merupakan pernyataan bahwa mereka sudah buka sejak tahun tersebut. Sate Gebug di Malang ini memang memiliki usia lebih dari 100 tahun karena berdiri sejak 1920. Mereka mampu bertahan selama berpuluh tahun lamanya, sehingga tempat makan di Malang ini memiliki pelanggan beragam dan datangnya dari berbagai kota di Indonesia. Dari awal buka, Sate Gebug belum pindah tempat sama sekali.

Warung sate legendaris itu berada di Jalan Jenderal Basuki Rahmat 113 A, Malang, Jawa Timur https://www.agendaindonesia.com/bakwan-malang-1-nama-berasosiasi-ke-2-jenis-makanan/. Dilihat dari luar, warung berukuran sekitar 7 X 8 meter itu tidak berbeda jauh dengan warung-warung pada umumnya. Perbedaan baru akan dilihat jika sudah masuk ke dalamnya.

Rupanya bangunan warung ini mengalami sedikit tata letak. Awalnya rumah atau ruang aslinya hanya berukuran 3X3 meter yang posisinya ada di dalam. Itu adalah bekas bangunan peninggalan Belanda. Pada mulanya bangunan “di dalam” warung inilah yang menjadi tempat berjualan.

Seiring berjalannya waktu, warung itu melengkapi dirinya dengan semacam teras untuk pengunjung menikmati makanan yang mereka pesan. Bangunan di dalam warung itu yang dijadikan tempat untuk meracik masakan yang disajikan kepada pengunjung. Belakangan teras itu pun menjadi bangunan tersendiri. Itulah sebabnya bangunan awal warung itu tidak tampak dari luar. Bangunan awal pada warung itu sudah ditetapkan menjadi cagar budaya.

Adalah pasangan suami istri Yahmon dan Karbuwati, keduanya kini sudah meninggal, yang pada 1920 membeli bangunan tersebut dari pemiliknya yang merupakan orang Belanda. Pemilik aslinya menggunakan bangunan itu sebagai tempat penjualan es. Pada akte bangunan yang bertahun 1910, memang disebut itu adalah toko es batu. Setelah dibeli, Yahmon sekeluarga lantas menggunakannya untuk berjualan sate.

Lalu apa yang khas dari warung sate ini? Secara umum mereka berjualan empat menu utama yang semuanya berbahan baku daging sapi, yaitu sop, soto, rawon dan sate gebuk. Semuanya enak, namun yang istimewa adalah sate sapi gebuknya. Cita rasa yang khas dari satenya membuat warung itu terus mendapat banyak pelanggan. Saat ini warung tersebut sudah dikelola oleh generasi ke-3.

Sate di sini tidaklah dibuat dengan cara memotong-motong dadu daging sapinya. Namun daging sapi dipotong agak besar dan diiris agak melebar. Lantas, nah ini istimewanya, dagingnya lantas “digebugi” atau mungkin lebih tepat digepuki dengan kayu ulekan untuk sambel. Digepuki secara perlahan untuk melepaskan jaringan otot yang mungkin terikut di daging. Proses penggepukan inilah yang membuat satenya menjadi lebih empuk.

Setelah digepuki, dagingnya menjadi pipih seperti daging dendeng. Seluruhnya lantas direndam dalam ramuan bumbu. Sesudah beberapa waktu direndam, daging-dagingnya mulai ditusuki dengan lidi bambu. Terlihat besar-besar, sepintas satu tusuk yang sudah selesai mirip sate buntel dari Solo. Satu kilogram daging rata-rata bisa menjadi delapan atau sembilan tusuk saja.

Daging yang dipilih pun bukan dari sembarang bagian, tapi khusus daging has atau lulur dalam, atau sering disebut tenderloin. Bagian daging sapi yang minim lemak. Karena pilihan jenis dagingnya, warung ini konon sampai harus menggunakan empat pemasok. Kabarnya mereka memilih tidak berjualan jika tidak tersedia daging yang sesuai resep aslinya.

Sikap tersebut konon ditanamkan almarhum pak Yahmon kepada anak-cucunya. Kualitas bahan penting untuk mempertahankan mutu dan kelezatan masakan yang sudah diharapkan pelanggan. Sikap inilah yang konon membuat mereka harus mencoret salah satu menu makanan. Menu lodeh yang menggunakan lodeh tewel merah harus dihapus karena bahannya tidak ada.

Dalam sehari, warung sate ini bisa menghabiskan 20 hingga 40 kilogram daging has dalam. Biasanya, mereka buka sejak pukul 8 pagi dan tutup pada jam 4 sore. Sedangkan untuk hari Jumat dan hari besar Islam warung ini tutup.

Melihat ukurannya, sate gebuk yang masih ada lemaknya dijual dengan harga Rp 25 ribu satu tusuknya. Sedangkan sate gebuk yang tanpa lemak harganya Rp 30 ribu per tusuknya. Masakan lainnya, sop, soto dan rawon, harganya dibandrol Rp 15 ribu per mangkok.

Bagaimana, tertarik mencoba menu sate gebuk? Ayo agendakan mencobanya jika punya kesempatan mampir ke Malang.

agendaIndonesia

Dari Teluk Bone, 4 Masakan Yang Asam Gurih

Dari Teluk Bone di Sulawesi Selatan, ada masakan yang khas kawasan ini. Sulawesi dan ikan laut rasanya seperti pasangan yang tak terpisahkan. Itu yang ada di benak kami ketika menyambangi Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Dari Teluk Bone

Kabupaten Luwu Timur yang beribukota di Malili posisinya di Sulawesi Selatan berbatasan langsung dengan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Kota ini berada di tepi Teluk Bone. Selain Malili, kota yang paling dikenal tentu saja Soroako, kota kecamatan yang menghadap ke danau Matano yang indah.

Kota ini berjarak sekitar 500 kilometer dari Makassar. Sejak tiba di Soroako, Kecamatan Nuha, petugas hotel yang kami inapi sudah mewanti-wanti agar mencicipi kapurung, sajian semacam sup yang populer di Luwu. “Di sini, kapurung ada di dekat pasar, tapi biasanya buka di pagi hari,” kata Roni, pegawai hotel tersebut.

Atas rekomendasi ini, keesokan harinya masakan inilah yang pertama kami buru. Selanjutnya, baru saya mencicipi aneka hidangan ikan dan sayur yang khas.

Kapurung yang Kenyal

Setelah menikmati sejumlah “pantai” yang terkenal di tepi Danau Matano, lanskapnya d seperti pantai meskipun berada di tepi danau. Kami lantas singgah ke Kapurung Musdalifah, ini semacam warung rumahan di Jalan Incoiro, Soroako.

Warung itu berseberangan dengan asrama anggota Brigade Mobil. Teras rumah pemilik warung dimanfaatkan sebagai tempat makan. Kami pun menyantap kapurung hangat tanpa basa-basi.

Hidangan semacam sup ini banyak dijajakan di Luwu dan sekitarnya. Kapurung diolah dari sagu yang tumbuh melimpah di sini. Tanaman khas wilayah Indonesia timur itu dicampur dengan air dan dimasak hingga kenyal, lalu dibentuk bulat-bulat. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam kuah ikan yang telah dibumbui terasi, cabai, dan paccukka, yang merupakan campuran asam patikala, belimbing, dan mangga muda.

Rasanya kenyal, segar, dan asam. Kapurung terkadang diberi tambahan sayuran, seperti kangkung, kacang panjang, tomat, jagung muda, terung, daun pakis, dan bayam. Disajikan hangat-hangat, kapurung enak di- makan sendiri ataupun dipadu dengan ikan bakar.

Kapurung Musdalifah

Jalan Incoiro, Soroako Luwu Timur

Dari Teluk Bone wisatawan bisa mengunjungi Danau Matano dan menikmati kuliner di kawasan itu.
Dari Teluk Bone, bisa mampir ke Danau Matano untuk mencicipi keindahannya dan kulinernya. Foto: ilustrasi-shutterstock

Segarnya Parede

SOROAKO terletak di pegunungan. Kalau betul-betul mau mencoba masakan ikan daerah Luwu, kita harus menuju tepi laut. Maka, kami melanjutkan petualangan kuliner ke Malini di tepi Teluk Bone. Daerah ini bisa dicapai dalam satu jam bermobil dari Soroako. Kami mampir di Rumah Makan Aroma Laut, yang sering jadi tempat bupati dan pejabat daerah mengadakan pertemuan.

Pegawai rumah makan menunjukkan sejumlah ikan yang bertumpuk di kotak pendingin. “Ikannya masih segar, baru saja tiba,” kata dia meyakinkan kami. Saya memilih seekor ikan kakap. Karena ikan itu besar, dia menyarankan untuk membaginya dalam beberapa jenis masakan: ikan bakar, ikan goreng, dan parede. Kami mengiyakan. Sekitar seperempat jam kemudian, semua hidangan tersaji di meja.

Rumah makan itu tepat di tepi teluk dan menjorok ke pantai. Matahari yang terbenam di Teluk Bone menemani kami menyantap habis semua sajian, termasuk parede. Ini tak lain sup ikan khas masyarakat Luwu dan Palopo.

Ikan yang digunakan biasanya ikan laut, seperti kakap dan lamuru terutama bagian kepalanya. Ikan direbus bersama bumbu kunyit, ratca (serutan mangga muda dengan sambal terasi), cabai, dan asam patikala. Kuahnya kuning pucat, rasanya asam bercampur pedas. Rasa yang khas keluar dari asam patikala dan mangga muda. Aroma harum juga berasal dari asal patikala. Parede biasanya disajikan hangat sebagai lauk untuk nasi.

Aroma Laut

Lampia, Malili
Luwu Timur


Lawa’, Sayuran Yang Khas

LAWA’ (baca: lawak) adalah makanan  khas Luwu yang mirip urap. Bahan da- sarnya daging ikan yang dihancurkan dan sayuran, semisal pakis. Ada juga yang menggunakan jantung pisang. Pakis terlebih dulu direndam dalam cuka atau perasan jeruk nipis. Bahan itu lalu dicampur dengan bumbu parutan kelapa yang sudah ditumis bersama garam, cabai, dan bawang merah.

Rasanya asam, gurih, dan pedas. Lawa’ biasa disajikan dengan ruji atau dange, yakni sagu bakar. Lawa’ juga menjadi sajian yang sering kali dipadukan dengan kapurung.

Aroma Laut

Lampia, Malili Luwu Timur

Dange, Padanan Lawa’

Di Luwu Timur, sagu diolah menjadi beragam sajian, seperti kapurung dan dange. Sagu bakar atau dange memang telah menjadi hidangan khas baik di Luwu Timur maupun Luwu Utara. Dibuat dengan cara dipipihkan hingga menjadi lempengan tipis.

Rasanya hambar dan agak keras. Karena itu, dange dipadu dengan olahan lain, misalnya lawa’ dan sup ikan. Dange tergolong tahan lama, sehingga sering menjadi bekal para nelayan untuk melaut.

Aroma Laut

Lampia, Malili, Luwu Timur

agendaIndonesia/Pernah Diterbitkan di TL

*****

Sarapan Tradisional Bangkalan, 3 Yang Perlu Dicoba

Sarapan Tradisional Bangkalan Madura perlu dicoba selain bebek Sinjay ada 3 pilihan lain.

Sarapan tradisional Bangkalan di pulau Madura mungkin banyak orang akan langsung terpikir nasi bebek Sinjay yang memang sudah sangat kondang. Namun, sesungguhnya, Bangkalan tidak cuma mempunyai bebek, ia juga punya sejumlah masakan untuk sarapan. Jika cukup punya waktu, pesan saja bebeknya untuk dibungkus dan dibawa pulang, sementara sarapannya coba yang lain.

Sarapan Tradisional Bangkalan

Bangkalan, kota yang berada di Pulau Madura tapi dapat dicapai dalam waktu satu jam dari Surabaya via Jembatan Suramadu ini, sesungguhnya mempunyai pilihan segudang menu sarapan.

Namun, dalam perjalanan singkat ke Madura dan Jawa Timur, saya menemukan satu titik yang menyajikan tiga menu pilihan khas. Selain lokasinya berdekatan, yakni di ujung Jalan KH Hasyim Asyari yang tidak jauh dari SMPN 2 Bangkalan, harganya juga tidak menguras kantong. Semua di bawah Rp 10 ribu. Ketiganya adalah nasi jagung, topak lodeh, dan tajin Sobih.

Ke tiganya bisa menjadi alternatif pilihan sebelum melanjutkan perjalanan ke Madura. Baik ke Pamekasan untuk berburu batik, atau sekedar jalan-jalan di seputar kota Bangkalan sebelum kembali ke Surabaya atau tujuan perjalanan lainnya di Jawa Timur.

sarapan tradisional Bangkalan menjadi lebih mudah sejak adanya Jembatan Suramadu.
Jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya dan Pulau Madura. Foto:shutterstock

Nasi Jagung Ikan Tongkol

Dalam bahasa daerah, orang Madu
ra menyebutnya nasek ampog. Jagung memang bahan makanan yang lekat dalam keseharian masyarakat Pulau Madura. Karena itu, tak mengherankan muncul olahan bernama nasi jagung. Menu olahan beras ini dicampur dengan jagung pipilan yang telah dikeringkan dan ditumbuk. Menu ini lahir karena kesulitan beras pada masa lalu, tapi kini tetap enak dinikmati karena menjadi sajian khas di pagi hari.

Dulu, nasi jagung diolah dengan lebih banyak beras dibanding jagung. Namun dalam perjalanan kali ini saya menemukan Ibu Astuti. Pedagang nasi jagung yang telah berjualan selama delapan tahun di ujung Jalan Hasyim Asyari tersebut menyebutkan menggunakan
1,5 kilogram beras dengan 1 kilogram jagung yang sudah dikeringkan.

Nasi jagung ditempatkan di wadah, bersebelahan dengan lauk pauk dan sayuran padanannya. Pagi itu, saya menemukan lauk berupa tongkol sengkeseng atau ikan tongkol yang ditumis dengan tomat, bawang merah, plus sayuran. Satu bungkus yang cukup mengenyangkan itu dia banderol hanya Rp 8.000. Ia berjualan sejak pukul 06.30. Biasanya, pukul 08.00 dagangannya sudah habis.

Meski tergolong tidak banyak lagi yang berjualan, nasi jagung masih bisa ditemukan di beberapa tempat. Astuti menyebutkan lokasi itu ada di Pasar Sorjen, Bangkalan.

Topak Lodeh Nan Gurih

Bersebelahan dengan penjual nasi jagung, saya menemukan ibu yang berjualan dengan menu khas lain, yakni topak lodeh. Rupanya makanan ini merupakan perpaduan potongan ketupat atau lontong dengan sayur lodeh. Uniknya, kuahnya dibuat kental dengan rasa gurih. Sehingga rasanya nikmat benar di lidah. Penjaja juga menjualnya dalam wadah bambu.

Selain berisi lontong atau ketupat, dalam wadah yang disekat daun pisang itu ada juga tambahan berupa jagung tumbuk, kerupuk kulit kuah lodeh, sayur pepaya muda berkuah kental karena menggunakan santan dan tepung beras,

serta parutan kelapa yang disangrai dengan irisan cabe merah. Ibu Sukarni, sang penjaja makanan ini, berjualan pukul 05.00-08.00. Harganya juga cukup irit untuk sarapan, yakni Rp 6.000. Jenis penganan ini juga bisa ditemukan di Pasar Senen, Bangkalan.

Si Manis Tajin Sobih

Bila ingin yang manis, pilihannya adalah tajin Sobih. Nama belakang dari tajin atau bubur itu adalah nama desa di Kecamatan Bangkalan. Nah, sebagian besar pedagang bubur Sobih di Bangkalan ternyata berasal dari desa itu. Saya mendapati Ibu Khoiriyah, salah seorang penjual bubur Sobih, di seberang pedagang topat lodeh dan nasi jagung. Berbekal bakul dari anyaman bambu, ia berjualan mulai pukul 05.00 hingga 10.00.

Tajin Sobih tak lain terbuat dari bubur sumsum dengan guyuran gula merah cair. Namun ada tiga panci kecil yang dipadu menjadi teman tajin Sobih dengan warna berbeda-beda, yakni bubur srintil dan bubur mutiara santan. Bungkus menu sarapan yang manis ini juga menggunakan daun pisang. Harganya per pincuk hanya Rp 3.000. Penjual menu ini tergolong banyak, dari yang nangkring sampai berkeliling.

agendaIndonesia

****