5 Surga Sajian Kuliner Indonesia

5 surga sajian kuliner Indonesia, salah satunya adalah Jawa Barat

5 surga sajian kuliner Indonesia yang menarik dikunjungi karena kekayaan kulinarinya. Tujuan wisata bisa ditentukan oleh minat setiap wisatawan. Ada pelancong yang memang berminat besar pada sajian kuliner, sehingga destinasi liburannya pun harus penuh dengan sajian yang mengundang selera. Di negeri ini, pilihannya cukup berlimpah. Namun ada beberapa provinsi yang bikin turis benar-benar mabuk kekenyangan. Pilihan awalnya, 5 dulu seperti berikut ini.

5 Surga Sajian Kuliner Indonesia

Jawa Barat

Lebih tepat ya di ibu kotanya, Bandung. Merupakan destinasi sajian kuliner yang paling banyak diburu setelah Jabotabek oleh warga Jakarta. Kota Kembang memiliki suguhan lawas yang tidak pernah dilupakan, tapi kreativitas warga begitu tinggi, sehingga olahan baru lahir seperti tak kenal waktu. Nasi tutug oncom, jajanan seperti yamin, dan batagor  tetap diburu. Namun tempat baru seperti sajian rumahan ataupun kedai kopi yang sering hanya dijadikan tempat nongkrong juga disukai. Dari kaki lima hingga gedung mewah menjadi pilihan.

Sungguh sulit menyebut salah satu yang utama, karena resto dengan suguhan lokal, internasional, atau tempat kongko di pusat kota atau di wilayah utara tidak pernah sepi oleh pengunjung. Jadi, rajin-rajinlah ke Bandung agar tidak pernah ketinggalan. Serabi, kopi, bandrek, yoghurt, lalaban, sambal, pepes ikan, goreng jambal, hingga steak selalu asyik menemani hari-hari di kota ini. Sebulan sekali ke Bandung bisa dicapai dalam tiga jam dari Jakarta tentu terasa dekat. Apalagi tujuannya untuk memuaskan hasrat Anda di meja makan.

5 surga sajian kuliner Indonesia, salah satunya adalah Provinsi Sumatera Selatan. Di Provinsi ini ada aneka sajian kuliner, di antaranya pempek panggang.
5 Surga Sajian kuliner Indonesia, salah satunya Sumatera Selatan dengan pempek panggangnya. Foto: Dok TL

Sumatera Selatan

Boleh dibilang tidak ada yang tidak suka pempek—olahan dari tepung sagu dengan ikan yang merupakan hasil kreasi keturunan Tionghoa di Kampung Kapitan, tepi Sungai Musi, Palembang. Diguyur dengan kuah kecokelatan yang berasa asam pedas, pempek apa pun modelnya selalu dirindu. Baik kapal selam, lenjer, adaan, maupun pempek panggang, yang aromanya saja sudah membuat mabuk kepayang. Untuk sarapan, Anda bisa memilih burgo, laksa atau celimpungan. Dasar bahannya sama, yaitu tepung sagu dan  ikan belinda atau gabus—penghuni khas Sungai Musi. Rasa daging ikan ini lembut dan tidak berbau amis. Berbeda nama, karena kuahnya berlainan pula. Misalnya, burgo berkuah kuning, sedangkan laksa kemerahan, tapi keduanya sama-sama bersantan. Variasi lain adalah mi celor.

Untuk teman nasi, ada juga pindang ikan dengan kuah menyegarkan teman nasi. Di Sumatera Selatan ada beberapa daerah yang terkenal dengan pindangnya, seperti Meranjat. Selain itu, jangan lewatkan mencicipi aneka kue yang terasa gurih. Mulai martabak Har, bolu kojo, kue suri, hingga kue delapan jam dan maksuba. Diberi nama kue delapan jam karena memang adonan harus dikukus dalam waktu tersebut. Yang luar biasa juga satu adonan memerlukan sekitar 22 telur bebek. Sedangkan maksuba merupakan kue tradisi atau kue kehormatan bagi masyarakat Palembang. Kue tersebut dihidangkan pada acara khusus seperti pernikahan. Satu loyang biasanya memerlukan hingga 28 telur bebek. Semua kue ini bisa didapat di ibu kota provinsi.

Sumatera Barat

Bergeser ke arah barat tidak perlu dipertanyakan lagi soal wisata sajian kuliner di Ranah Minang ini. Rendang hidangan khasnya menjadi juara di dunia. Soal rendang sebenarnya juga beragam. Anda bisa mendapatkan tiap daerah berbeda rendang. Selain daging, ada rendang telur dan paru yang khas dari Payakumbuh. Ada pula rendang lokan dan gurita dari Pesisir Selatan. Di daerah pantai cenderung lebih banyak rempah. Jadi, rasanya lebih ramai dan pedas dibanding buatan pegunungan. Di pesisir yang terkenal umumnya gulai kepala ikan. Sedangkan di daerah pegunungan umumnya gulai ayam yang dikenal.

Bukittinggi yang merupakan salah satu kota untuk mencicipi kenikmatan hidangan khas Minang ini dikenal dengan nasi kapau atau nasi rames khas Nagari Kapau. Pilihan lain adalah bebek sambal lado ijo, pical—olahan sejenis gado-gado. Bila sempat ke Batusangkar, jangan lupa menyeruput teh daun kawa atau teh yang terbuat dari seduhan daun kopi dan ditemani gorengan hangat-hangat. Ehm… di Padang bisa dinikmati ketupat sayurnya, es duriannya, dan lain-lain.

5 surga sajian kuliner Indonesia, salah satunya adalah Nangroe Aceh Darusalam. Ada banyak pilihan di sini, salah satu yang terkanal adalah ayam tangkap.
5 surga sajian kuliner Indonesia, di antaranya adalah Nanggroe Aceh Darusalam yang terkenal dengan ayam tangkap dan kopinya. Foto: ilustrasi shutterstock

Nangroe Aceh Darussalam

Berada di paling ujung negeri ini tak hanya memiliki keindahan laut yang memukau, Aceh juga selalu menggoda selera para turis. Tengok saja rumah makan mi Aceh yang semakin merebak di Jakarta. Selain mi, tentu banyak hidangan lain. Ada sederet teman nasi yang menggoda, seperti ayam tangkap, ayam yang garing dengan bumbu daun temurui, dan cabai hijau dalam balutan daun pandan. Ada pula kuah “kambing” neulangong, yang diberi embel-embel beulangong karena memasaknya di belanggong (belanga) besar. Ada pula sate Matang yang aslinya berasal dari Matang Glumang Dua, Kabupaten Bireuen. Di daerah ini, sate dijual di warung kopi yang buka 24 jam.

Ke Aceh juga harus mencicipi kuah Pliek U—paduan aneka sayuran. Dikenal juga dengan nama patarana. Olahan ini dibuat dari kopra yang dibusukkan terlebih dulu. Lalu diperas hingga minyaknya kering. Untuk minumannya, apalagi kalau bukan kopi dan kopi susu yang warungnya yang dengan mudah ditemukan di sejumlah kota, termasuk Banda Aceh. Mari minum kopi sambil berbincang-bincang politik.

Sulawesi Utara

Yang penuh pesona soal sajian kuliner adalah Sulawesi Utara. Bahkan keberagamannya luar biasa. Mulai sayuran seperti tumis bunga pepaya, bubur Manado, milu siram, mi cakalang, aneka olahan seperti ayam atau woku blanga, ikan rica-rica, ikan bakar khas Manado, serta aneka sambalnya yang menyegarkan. Namun bagi penyuka hidangan ekstrem bisa juga menjajal hidangan dari ular, kelelar, anjing, dan lain-lain. Bisa ditemukan di Manado ataupun Tomohon yang bisa ditempuh hanya dalam 40 menit dari ibu kota Sulawesi ini.

Untuk yang senang camilan, di Pasar Pagi kota ini bisa ditemukan hidangan yang berlimpah. Dari panada, bobengka, wajik, balapis, klaapertaart, lalampa—sejenis lemper dengan isi ikan—serta pisang goreng dengan sambal roanya yang asyik disantap saat pagi atau malam hari. Kedai kopi pun tumbuh di Manado sembari kongko ditemani secangkir kopi lokal plus kue-kue khas benar-benar menjadi pengalaman yang menggoda bagi pencinta sajian kuliner.

Senja di Atas Atap Seluas 1700 M2

Senja di atas atap sembari menikmati menu istimewa menjadikan Bali begitu istimewa. Sebuah tren menikmati mentari tenggelam di ketinggian, sembari mencicip menu yang sedap.

Senja di Atas Atap

Konsep memadukan restoran, kafé dan bar dengan kelezatan makanan, pemandangan alam yang indah dan konsep interior moderen tampaknya telah menyebar di sebuah kota besar. Dan salah satu bentuknya berupa rooftop bars atau bar atas atap. Sebuah tempat untuk menikmati senja di atas atap.

Bali yang banyak menjadi tujuan liburan turis dunia pun menyodorkan sejumlah pilihan bar seperti itu. Di daerah Seminyak, tepat di sebelah Cocoon Beach Club terdapat Double Six Hotel. Di lantai teratas Anda dapat menemukan Double Six Rooftop, salah satu rooftop bars terbesar di dunia dengan ukuran 1.700 m­­­eter persegi. Sangat besar untuk menikmati senja di atas atap.

Senja di atas atap seluas 1700 meter persegi di Double Six Hotel, Seminyak Bali.
Rooftop Double Six Hotel, Seminyak Bali. (Foto: Dok. Double Six Hotel)

Dirancang dengan lantai kayu dan tempat duduk berlapis kayu, bar ini juga dihiasi dengan tanaman hidup, menghadirkan sebuah kebun subur nan mewah di dalam ruangan. Di bagian teras, dipasang meja-meja dan kursi-kursi kayu bundar untuk sesi bersantap pribadi. Di sekelilingnya, kolam dangkal sehingga terkesan seperti mengapung. Datang sore hari, Anda akan melihat keindahan Pantai Seminyak yang tak terbatas, lengkap dengan cantiknya matahari yang mengantuk. Malam hari, Anda akan menyaksikan kerlap-kerlip Seminyak malam yang seakan tak pernah mati.

Double Six Rooftop tak hanya menawarkan pemandangan. Makanan dan minumannya juga memiliki rasa yang jempolan. Dalam kunjungan Maret lalu, kami mencicipi grilled wagyu sliders (Rp 90 ribu) dan chocolate pot (Rp 60 ribu) yang berisi berbagai macam bentuk cokelat, serta teh beralkohol Rossallita (Rp 120 ribu). Sekilas, harga yang ditawarkan Double Six Rooftop cukup tinggi, maklum memang tempat ini merupakan bagian dari hotel. Namun dengan pemandangan, interior dan kelezatan yang ditawarkan, harga yang tergolong mahal pun bisa dilupakan.

Sebagai opsi yang lebih ramah anggaran, bisa  ke Jim’Bar’N, sebuah bar di puncak Hotel Harris Bukit Jimbaran. Buka dari pukul 3 sore, datanglah untuk menikmati jatuhnya matahari di barat. Pada hari yang cerah, Anda akan disuguhi pemandangan langit merah jambu keunguan disertai kota yang mulai menunjukkan gemerlapnya. Dan ketika malam datang, mendadak sepanjang pesisir di sebelah kanan disulap menjadi permainan cahaya layaknya kunang-kunang yang menyalakan tubuhnya.

Jim’Bar’N menawarkan menu dengan harga yang lebih terjangkau. Sebagai perbandingan, harga satu cocktail di Double Six Rooftop dapat membeli dua cocktail di Jim’Bar’N, walaupun dalam porsi yang sedikit lebih kecil. Tapi pada akhirnya, harga tak akan lagi menjadi soal ketika Anda disuguhi pemandangan laut lepas nan romantis di kala senja, seperti yang ditawarkan oleh Rock Bar di Ayana Resort and Spa. Pengunjung telah mengantre sejak sore dan kami mengantre selama kurang lebih satu jam untuk mendapatkan ruang di travelator yang akan membawa kami turun belasan meter ke lokasi bar di atas karang-karang. Padahal, Maret masih tergolong off season atau musim sepi pengunjung.

Walaupun panas menyengit, rasanya menunggu antrean tidak juga menyebalkan. Menyadari popularitas Rock Bar di kala senja, tim Ayana Resort and Spa telah menyediakan payung dan handuk basah dingin untuk setiap pengunjung yang mengantre. Akhirnya kami mendapatkan ruang di travelator yang hanya  muat untuk enam orang itu. Pemandangan ketika travelator berjalan turun sungguh menakjubkan! Bergerak menuruni batu karang yang merupakan bagian dari lahan hotel, hamparan laut lepas bermandikan cahaya keemasan dan debur ombak yang menghantam keras bebatuan di muka laut memberikan sensasi alam liar yang menawan.

Menikmati senja di atas atap bisa juga dilakukan di Rock Bar, Ayana Resort and Spa, Bali. Posisinya tidak di atas atas, tapi harus turun di tebing.
Rock Bar Ayana Resort and Spa, Bali, pilihan lain menikmati senja di Bali. Foto: Dok. Ayana resort and Spa Bali

Tiba di lokasi, kami digiring ke meja di bagian kiri atas dekat pintu masuk. Terdapat sofa-sofa nyaman menghadap lautan lepas di depan kami, tentunya dengan harga eksklusif. Rock Bar telah padat sore itu. Payung-payung hitam elegan bertanda RB disediakan untuk setiap meja sebagai tameng cahaya yang masih kuat. Sambil menunggu pertunjukan utama, yaitu terbenamnya sang mentari, kami memesan Rock lobster spring rolls (Rp 95 ribu) ditemani oleh whiskey rockin’ sour (Rp 165 ribu) yang merupakan salah satu minuman khas tempat ini dan virgin lavender (Rp 95 ribu), mocktail khas yang dibuat dari jus apel, sirsak, blueberry dan lemon. Tidak ada entry fee ke Rock Bar; hanya cukup membayar menu yang dipesan.

Kemudian matahari mulai lelah. Dari ujung barat, cahaya kemerahan menjalar ke timur. Pengunjung pun hening, layaknya laut yang mulai tenang di antara bebatuan. Kemudian, seperti mendapat aba-aba, semua mulai berdecak kagum dan ratusan jepretan kamera terdengar setiap detik. Setiap orang bangun dari kursinya masing-masing dan mengabadikan saat langka itu.

agendaIndonesia/Fiz R./Frann/TL

Ayam Goreng Suharti, 2 Logo 1 Rasa

Ayam Goreng Suharti dan Yogya seperti dua keping mata uang, saling melengkapi. Dulu kala, orang memastikan akan mampir ke Ayam Goreng Suharti saat mampir atau main ke kota pelajar ini. Sekarang mungkin tak terlalu, bukan karena rasanya yang berubah, namun mereka kini sudah memiliki sejumlah cabang di banyak kota.

Ayam Goreng Suharti

Untuk pecinta ayam goreng, hampir pasti memasukkan ayam kremes olahan rumah makan Suharti atau Ny. Suharti dari Yogyakarta dalam daftar pilihan favoritnya. Ayam kampung dengan bumbu rempah yang khas dengan remahan tepung nan gurih dan renyah serta disajikan dengan sambal yang khas menjadi signature rumah makan yang telah berdiri hampir 50 tahun silam.

Yang unik dari rumah makan ini adalah adanya dua logo usaha rumah makan dengan produk yang relatif sama: ayam goreng kremes. Adakah yang membedakannya?

Logo pertama dipakai rumah makan bergambar dua ekor ayam, betina dan jantan, yang mengapit huruf S di dalam lingkaran dan bertuliskan ‘Ayam Goreng Ny. Suharti’. Satu lagi rumah makan menggunakan foto seorang wanita yang mengenakan pakaian adat Jawa yang berada dalam lingkaran dan bertuliskan ‘Ayam Goreng Suharti’. Suharti, baik di logo pertama dan ke dua, adalah nama perempuan yang gambarnya ada di salah satu logo. Dari segi manajemen, ke dua logo ini mencerminkan dua usaha yang berbeda.

Alkisah, perbedaan logo untuk produk yang mirip ini terjadi pada 1991, saat dua pemilik usaha awal memutuskan berpisah dari kehidupan rumah tangga. Bercerai. Awalnya, adalah pasangan suami istri Syahlan dan Suharti yang pada 1972 memutuskan membuat usaha rumah makan ayam goreng.

Pilihan nama rumah makan yang dipilih adalah Ayam Goreng Ny. Suharti. Peran ibu dianggap dekat dengan soal makanan. Pun, selain soal itu, resep ayam goreng yang dibawa adalah resep dari mbok Berek, leluhur Suharti. Maka jadilah rumah makan Ayam Goreng Ny. Suharti yang pertama di Jalan Laksda Adi Sucipto No. 208, Yogyakarta.

Pada 1984, keduanya sepakat mengembangkan rumah makan ini di beberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Bali, dan Medan. Sayangnya usaha yang berhasil ini tak dibarengi dengan keharmonisan rumah tangga. Ke duanya bercerai pada 1991. Ini berpengaruh pada usaha mereka.

Rumah makan ‘Ayam Goreng Ny. Suharti’ kemudian menjadi milik Syahlan, sang suami. Karena secara legal terdaftar sebagai pemilik resmi rumah makan tersebut. Setelah pecah kongsi itu, Suharti memberanikan diri membangun rumah makan ayam goreng yang juga menggunakan nama ‘Suharti’. Bedanya, tak ada ‘Ny.’ di nama rumah makannya. Mungkin trauma karena ada usaha memakai namanya tapu bukan miliknya, Suharti lantas memasang wajahnya sebagai logo di rumah makan barunya. Ini semacam penegasan, ini adalah usaha miliknya.

Terlepas dari pisah kongsi suami istri tersebut, usaha ayam goreng ini sejatinya dimulai jauh sebelum ke duanya membangun usaha. Adalah anak Mbok Berek, Mangundimedjo, yang merupakan saudara jauh Suharti yang memulai usaha ayam goreng di daerah Candisari, Kalasan, Yogyakarta. Ia adalah cikal bakal bisnis ayam goreng ber-kremes di Indonesia.

Suharti sempat menggunakan nama Mbok Berek untuk memulai usaha ayam gorengnya. Tak main-main, yang boleh menggunakan nama ini tentu saja hanyah kerabat yang masih ada hubungan dekat dengan Mbok Berek. Anak pertama mbok Berek adalah Samidjo Mangundimedjo yang merupakan kakak ipar Suharti. Kini, Ayam Goreng Mbok Berek sendiri dikelola oleh anak Mangundimedjo yang bernama Ny. Umi.

Lalu apa sesungguhnya keistimewaan ayam goreng mbok Berek yang resepnya juga dikembangkan Suharti? Pertama adalah penggunaan ayam kampung. Pertimbangannya, proses pembumbuannya adalah dengan diungkep atau direbus bersama rempah-rempah bumbu. Daging ayam kampung yang lebih liat dibanding ayam negeri membuat ayamnya tidak hancur ketika diungkep cukup lama.

Keistimewaan yang ke dua adalah kremes yang menyertai penyajian ayamnya di meja makan. Kremes ini membuat sajian ayam menjadi lebih gurih dan renyah. Kini bahkan kremesan ini dijual tersendiri, sebab banyak yang memakannya sebagai teman nasi putih.

Keunikan ke tiga dari ayam Suharti adalah sambalnya. Ia seakan memiliki semangat orang Yogya yang suka makanan manis. Sambal rumah makan ini juga cenderung agak manis. Mungkin ini tak terlalu disukai mereka penyuka rasa pedas, namun pedas yang ada rasa manis ini memperkuat rasa ayam gorengnya.

Ayam goreng Suharti dulu dikenal juga sebagai ayam mbok Berek, pelopor ayam kremes khas Yogyakarta.
Ayam goreng Suharti adalah kuliner khas Yogyakarta yang dikenal banyak orang. Foto: ilustrasi/shutterstock

Ayam goreng “Suharti” yang manapun sejatinya menggunakan resep yang sama, sehingga memilih rumah makan dengan logo yang manapun sama saja. Ada beda-beda sedikit tentu wajar, sebab para pemasaknya berbeda-beda.

Tak terlalu “baper” dalam memilih, sebab cabang-cabang ayam goreng Suharti kini dimiliki putra-putri Syahlan dan Suharti. Ada anak yang menggunakan logo “Ayam Goreng Ny. Suharti” ada yang memakai logo “Ayam Goreng Suharti”. Bahkan jika berkunjung ke Bogor, penggemar ayam goreng Suharti bisa menikmati juga ayamnya di Ayam Goreng Ardhita di Jalan Raya Pajajaran. Ini juga milik pak Syahlan. Dengan menu yang sama dengan saudara-saudara tuanya, mulai dari ayam goreng hingga ke gudeg Yogya.

Ayo agendakan waktumu menikmati kuliner asli Indonesia.

agendaIndonesia

****

Sate Maranggi Hj. Yetty 1,5 Ton Daging

Sate maranggi Hj. Yetty berdiri sejak 1990 hingga saat ini masih terus diminatu masyarakat.

Sate maranggi Hj. Yetty seperti menjadi legenda bagi Purwakarta di Jawa Barat. ia menjadi sate khas Purwakarta. Meski ia bukan pemilik utama resep kulinari ini, sate buatannya menjadi salah satu kekuatan pariwisata di kota ini.

Sate Maranggi Hj. Yetty

Warung sate maranggi Hj. Yetty mulai dibuka pada 1990. Menurut pemiliknya, awalnya ia hanya mencoba-coba, pada saat itu sebenarnya yang membuka usaha pertama di tempat itu, di hutan Bungur, adalah ayah Hj. Yetty, yakni Haji Rasta. Itu pun, “Bapak saya hanya merintis jualan es kelapa muda,” kata Yetty.

Ketika mencoba mengembangkan usahanya, Yetty bercerita, sate produknya masih sederhana. Hanya sate dengan bumbu kecap. Ternyata sate olahannya mendapat respon yang baik dari masyarakat. Dari sana bisnis satenya terus berkembang. Terlebih saat itu orang Jakarta yang mau ke Bandung, atau sebaliknya, jika tidak memilih jalur Puncak di Bogor, mereka memilih melalui jalur Purwakarta-Subang-Padalarang. Jalur yang ada di depan kedai satenya.

Sebenarnya, usaha sate marangi di wilayah Purwakarta pertama kali diperkenalkan di kawasan Plered. Yetty mengaku saat merintis usahanya itu, dirinya belum terkenal dan belum memiliki nama seperti saat ini. Menurutnya, banyak saran dari pelanggannya supaya memberi nama sate maranggi seperti di Plered.

Sate maranggi sendiri memang dikenal sebagai kuliner khas dari Purwakarta. Dari cerita asal-usulnya, ada berbagai kisah berbeda yang sama-sama dianggap sebagai asal-usul sate ini. Kisah pertama menyebutkan bahwa sate maranggi merupakan hasil asimilasi budaya Indonesia dan Tiongkok. Dugaan ini muncul karena melihat bumbu rempah sate maranggi yang sama dengan bumbu yang digunakan pada dendeng babi dan dendeng ayam, yang dijual di Cina.

Kisah ke dua menyatakan bahwa sate ini asli dari Indonesia, khususnya Jawa Barat. Dati sejumlah sumber, Dedi Mulyadi, budayawan Sunda yang juga bekas Bupati Purwakarta, menyebut bahwa nama ‘Maranggi’ didapat dari penjual sate pada zaman dahulu yang bernama Mak Ranggi. Kisah ini juga disebutkan oleh Heri Apandi, seorang pemilik rumah makan sate maranggi di Purwakarta. Menurut Heri, karena pada zaman dahulu tidak ada lemari es, maka Mak Ranggi berusaha mengawetkan daging domba dengan cara didendeng menggunakan bumbu rempah. Setelah itu, daging kambingnya dimasak dengan dibakar. Hasilnya adalah Sate Maranggi yang unik. Karena rasanya yang enak, popularitas sate ini pun menyebar. Nama Maranggi tentu saja berasal dari nama Mak Ranggi.

Ada juga kisah ke tiga yang menyebutkan sate maranggi merupakan kreasi para pekerja peternakan domba di Kecamatan Plered, Purwakarta. Para pekerja ini biasanya hanya mendapatkan daging sisa dari peternakan tempat mereka bekerja. Mereka pun berusaha agar daging domba sisa ini tetap terasa lezat. Caranya, mereka memotong daging domba dalam potongan kecil-kecil, lalu merendamnya dalam racikan rempah dan sedikit gula aren. Bumbu ini membantu menjaga daging domba tetap awet dan menambah cita rasa daging domba. Ara mengawetkan dengan rempah itulah yang kemudian disebut dengan istilah maranggi.

Manapun kisah yang benar, sate maranggi sudah menjadi kulinari yang dikenal dan digemari masyarakat. Dan salah satu yang paling dikenal publik adalah sate maranggi Hj. Yetty. Sejak awal hingga saat ini, kedai Sate Maranggi Hj. Yetty  tetap bertahan di hutan jati di daerah Cibungur, Purwakarta. Lokasinya di Bungursari, Cikampek. Tidak jauh dari exit tol Cikampek dari arah Jakarta.

Sate Maranggi Hj. Yetty menjadi klangenan pecinta kuliner sate. Pada akhir pekan bisa menghabiskan 1,5 ton daging.
Sate Maranggi Hj. Yetty menjadi salah satu legenda kuliner Purwakarta. Foto: ilusttrasi-shutterstock

Bertahun-tahun hanya memiliki satu lokasi jualan, baru pada 7 Agustus 2020, di saat pandemi, Sate Maranggi Haji Yetty  –ini uniknya kedai ini, nama perempuan namun dikenal dengan sebutan haji, bukan hajjah, membuka cabang. Cabang pertama ini ada di Jalan Alternatif Cibubur, Harjamukti, Cimanggis, Depok. Lokasinya sebelum masuk tol Jagorawi.

Sama seperti lokasi pertama, cabang di Cibubur ini pun segera saja mengundang penikmat sate maranggi. Dengan lokasi yang lebih modern, cabang ini segera menjadi pilihan orang menikmati sate klangenan ini.

Begitupun, Sate Maranggi yang di Cibungur pun tetap ramai dikunjungi pelanggan. Ciri khas Sate Matanggi Hj. Yetty yakni sambal tomat dicampur dengan cabai pada bumbu kecap sate rupa-rupanya betul memikat penikmat kuliner sate.

Selain karena rasa, juga karena layanannya. Walaupun selalu penuh, tapi pelayanan di sini sangat cepat. Ada pilihan sate disini dari sate sapi, sate kambing dan sate ayam. Tentu saja, pilihan utamanya tetap sate kambingnya, yang kadang disangka sate sapi karena tidak ada bau prengus kambingnya. Tentu dengan kelengkapan sambelnya, campuran tomat, jeruk limo dan cabai rawit hijaunya.

Yetti bersyukur, saat ini meski banyak usaha serupa, tempat makannya sate marangginya tetap digemari pecinta kuliner. Saat ini, pada akhir pekan atau musim liburan, dalam sehari usahanya bisa menghabiskan daging hingga 1,5 ton. Namun, katanya lagi, saat ini dalam kondisi wisata agak melambat karena pandemi, rata-rata dari Senin hingga Jumat bisa menghabiskan 2-3 kuintal sehari. Kalau Sabtu bisa sampai 4 hingga 6 kuintal.

Sudah pernah mencicipi sate maranggi Haji Yetty? Jika belum cobalah agendakan untuk mencobanya. Di Cibungur atau di Cibubur, sama saja.

agendaIndonesia

*****

Jajanan Khas Semarang, 5 yang Bikin Kangen

Makanan Khas Semarang ada banyak macamnya, salah satunya tahu gimbal atau kadang juga dijual dengan tahu pong

Jajanan khas Semarang ada berbagai macam, namun lima yang ditulis berikut ini layak untuk dilirik. Nama jajanannya menarik dan harganya cukup ramah dompet. Kelimanya perlu dicicipi jika punya kesempatan main ke ibukota Jawa Tengah ini.

Jajanan Khas Semarang

Kaya wisata kuliner. Begitulah kesimpulan yang bisa saya ambil setelah beberapa hari menjajal sejumlah sajian Kota Semarang, Jawa Tengah. Tidak hanya di rumah makan, di warung kaki lima juga ditawarkan menu yang tak kalah menggoda selera. Dan satu yang pasti, harganya relatif nyaman di saku celana. Namanya pun unik, seperti koyor, gimbal, kopyok, dan kropok. Hanya lunpia atau lumpia yang akrab di telinga saya. Ternyata sajian kuliner khas Semarang tersebut sudah ada sejak puluhan tahun silam.

Mi Kopyok

Yang pertama saya jajal adalah mi kopyok. Nama “mi kopyok” ternyata diambil dari cara memasaknya. Mi mentah dimasukkan ke air mendidih dan “dikopyok-kopyok”. Begitu pula taugenya. Dalam satu mangkuknya berisikan mi, lontong, tahu pong, dan tauge. Dalam sajian seharga Rp 10 ribu ini disertakan pula kerupuk gendar.

Jika dirasa masih kurang gurih, penikmat mi kopyok bisa menambahkan kaldu bawang putih yang disediakan di setiap meja. Namun, sebelumnya, pastikan mengocoknya lebih dulu agar kaldu tercampur rata, barulah tuangkan ke sajian. Menu khas Semarang ini dulu dijual dengan cara berkeliling. Kini kebanyakan pedagangnya berjualan dengan menetap di satu lokasi. Salah satunya warung yang saya kunjungi di Jalan Tanjung ini.

Mie Kopyok Pak Dhuwur; Jalan Tanjung No. 18; Semarang

Jajanan khas Semarang ada berbagai macam dan semuanya membuat kangen, salah satunya adalah bandeng Kropok.
Jajanan khas Semarang ada Bandeng Kropok . Foto: Travelounge /N. Dian

Bandeng Kropok

Bandeng duri lunak atau bandeng presto sudah biasa saya dengar. Namun ikan bandeng bakar kropok? Inilah yang membuat saya penasaran dan ingin mencicipinya, meski harus sedikit rela menuju daerah Kota Semarang Utara. Ehm, rasanya benar-benar khas dan menggugah selera. Saus yang memadukan rasa asam, manis, dan asam menjalin harmonisasi di lidah. Dan  saya tidak menemukan duri halus pada dagingnya.

Menurut seorang pelayan, bandeng segar disayat tipis-tipis kemudian digoreng setengah matang. Setelah itu, bandeng dibakar sembari diberi kecap manis dan sambal. Hasilnya, duri halus bandeng menjadi renyah dan tergilas halus dalam kunyahan. Rupanya teknik pengolahan itu menjadi kunci rahasianya. Saya tidak menemukan duri halus bandeng secuil pun hingga kunyahan terakhir. Harga per onsnya dipatok Rp 5.500.

Rumah Makan Lesehan Tanjung Laut; Jalan Puri Eksekutif I;Semarang

Tahu Gimbal

Gimbal? Saya, yang pertama kali mengunjungi Kota Semarang, jelas penasaran akan hidangan kuliner yang satu ini. Semula, saya kira gimbal itu adalah rambut panjang tanpa perawatan, seperti milik penyanyi reggae Bob Marley atau rambut khas milik masyarakat yang tinggal di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah. Ternyata, gimbal itu adalah bakwan goreng yang berisi udang dan menjadi makanan khas Semarang.

Tahu gimbal sendiri berbahan utama lontong, rajangan kol mentah, tauge, telur dadar, tahu goreng, dan gimbal, tentunya. Sajiannya menjadi lengkap dengan siraman bumbu kacang. Kalau di Jakarta, mungkin, mirip dengan ketoprak. Harga per porsinya hanya Rp 12 ribu. Untuk mendapatkan seporsi tahu gimbal, Anda tinggal menuju  Taman Keluarga Berencana yang berada di Jalan Menteri Supeno. Banyak pedagang lesehan yang menjual menu di sekitar taman tersebut.

Tahu Gimbal Pak Edi; Jalan Menteri Supeno;Sekitar Taman Keluarga Berencana;Semarang

Nasi Koyor

Menu lain yang namanya terdengar aneh adalah nasi koyor. Koyor rupanya otot sapi yang dimasak dengan kuah gurih santan dan agak pedas. Sesuai dengan namanya, koyor disajikan begitu saja dengan nasi, plus sambal. Atau bisa juga dikombinasikan dengan menu gudeg. Pilihan yang terakhir ini lebih menarik. Sebab, dalam satu porsi, nasi koyor plus gudeg akan semakin menambah cita rasa.

Saya coba mencicipi nasi koyor di salah satu daerah di Pudak Payung, Semarang, yang mungkin belum terkenal seperti nasi koyor Bu Tum. Di tempat ini, koyor tidak menggunakan otot sapi, melainkan daging sapi. Daging sapi begitu empuk dan bumbunya juga meresap hingga ke bagian dalam. Harganya Rp 22 ribu  per porsi. Tambahan pecel atau sayur rebung sepertinya patut pula dipertimbangkan.

Warung Koyor Bu Kito; Jalan Perintis Kemerdekaan Km 17;Pudak Payung, Banyumanik;Semarang

Jajanan khas Semarang memiliki ragam yang beraneka, salah satunya berbahan rebung atau bambu muda dan disebut dengan nama lunpia.
Jajanan khas Semarang di antaranya ada loenpia atau lunpia, atau kadang disebut juga dengan lumpia. Salah satunya Lunpia Mataram. Foto: Travelounge/N. Dian

Rebung Muda

Mengunjungi Semarang tanpa mencicipi lumpia rasanya kurang lengkap. Makanan berbahan dasar tumisan rebung—tunas bambu muda—yang dibungkus dengan kulit tepung beras ini memang dikenal sebagai penganan khas Semarang. Tak mengherankan jika sangat mudah menemukan lumpia di kota ini. Di sepanjang Jalan M.T. Haryono, Semarang, misalnya, terdapat puluhan penjual lumpia dengan nama dagang yang sama, yakni Lunpia Mataram.

Saya coba mendatangi salah satu warung yang konon telah berdagang di wilayah tersebut sebelum pecah peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI). Aroma rebung muda begitu menyeruak. Harga per potongnya Rp 11 ribu. Ukurannya benar-benar mantap. Hanya, makanan yang katanya cocok sebagai oleh-oleh ini rupanya cuma bertahan selama 20 jam. Jadi, paling aman dibeli sebelum menuju bandara.

Lunpia Mataram; Jalan M.T. Haryono 481;Semarang

agendaIndonesia/Andry T./N. Dian/TL

Saparan Bekakak Tradisi Dimulai Pada 1755

Saparan Bekakak sebuah tradisi di Desa Ambarketawang, Sleman, Yogyakarta

Saparan Bekakak adalah ritual tolak bala di Desa Ambarketawang yang digelar masyarakat setempat agar tak ada lagi musibah di pegunungan kapurnya. Sebuah proses yang selalu diikuti ribuan masyarakat. Sempat terhenti selama pandemi Covid-19 pada 2020 dan 2021, tahun ini dilaksanakan lagi pada September lalu.

Saparan Bekakak

Ribuan warga masyarakat menyaksikan upacara tradisi budaya ’Bekakak’ di Desa Amabarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat sore itu. Kegiatan budaya setiap bulan Sapar (kalender Jawa) itu diawali dengan kirab yang diikuti 5.000 orang lebih ini.

Saparan Bekakak dimaksudkan untuk mengenang dan menghormati leluhur sekaligus cikal bakal Desa Ambarketawang, Kyai dan Nyai Wirosuto yang terkubur oleh guguran batu gamping di wilayah setempat.


Kegiatan sudah terasa sejak Kamis sore pada September lalu di Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat sibuk menyiapkan sebuah acara spesial. Mereka membuat bekakaktemanten, yakni perwujudan sepasang pengantin Jawa yang terbuat dari hasil bumi.

Dibuat pula beberapa detail prosesi pernikahan khas Jawa pada bekakak, seperti midodareni. Malam harinya, “pasangan pengantin” tersebut dibawa ke balai desa bersama beberapa genderuwo raksasa. Mirip ogoh-ogoh atau genderuwo dalam perayaan Nyepi di Bali. Ini merupakan perwujudan roh jahat yang dianggap menjadi penyebab musibah.

Saparan Bekakak menjadi tradisi paling tua di Yogyakarta.
Ogoh-ogoh dalam Saparan Bekakak di Desa Ambarketawang Yogya. Foto: Dok. Kominfo

Puncak acara kegiatan adat itu adalah pawaiSaparan bekakak yang berlangsung Jumat selepas tengah hari. Masyarakat sudah menanti di pinggir jalan. Iring-iringan dimulai dengan  pertunjukan tari yang menceritakan kisah tentang bekakak.

Setelah itu rombongan mengawali pawai dari Lapangan Ambarketawang menuju Gunung Gamping. Daerah bekas bukit kapur ini menjadi awal munculnya tradisi yang digelar di bulan Sapar menurut tanggalan Jawa atau Safar menurut kalender Islam.

Saparan Bekakak, nama tradisi yang digelar untuk tolak bala ini, cukup disebut Bekakak. Seperti penyelenggaraan sebelumnya, kegiatan ini diikuti perwakilan dari semua dusun di Desa Ambarketawang dengan mengirimkan kelompok seni.

Umumnya mereka berdandan seperti bregada alias prajurit keraton yang membawa umbul-umbul dan alat musik. Satuan bregada tersebut adalah Wirabraja, Ketanggung, Patangpuluh, Surakarsa, Dhaeng, Mantrijero, Nyutra, Jagakarya, Prawiratama, dan Bugis.

Tak ketinggalan gunungan yang terbuat dari hasil bumi persembahan perwakilan pedagang di Pasar Gamping. Gunungan tersebut dibagikan pada penonton di sepanjang jalur pawai sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran yang diberikan.

Walaupun sempat turun hujan, Saparan Bekakak yang berlangsung pada menjelang pertengahan September itu tetap meriah dengan hadirnya komunitas seni budaya dari berbagai daerah di luar Gamping. Bahkan ada yang dari Bantul. Total sekitar 45 grup ambil bagian dalam acara ini.

Tradisi tersebut diakhiri dengan “penyembelihan”bekakakdi lokasi terakhir. Namun sebelumnya dipanjatkan beberapa doa. Setelah itu, bekakak dan berbagai persembahan dibagikan kepada panitia acara dan warga yang hadir.

Selain kemeriahan, pawai ini juga memaksa petugas kepolisian bekerja keras menertibkan lalu lintas. Sebab, sebagian rute karnaval melintasi Jalan Wates yang berstatus sebagai jalan nasional. Antrean kendaraan besar, seperti bus dan truk, membentuk parkir massal.

Mungkin banyak pengguna jalan mengeluh, tapi sepertinya mereka tak bisa berbuat apa-apa bahkan protes sekalipun. Itu karena pamor Saparan Bekakak begitu besar. Sebab, usia acara ini jauh lebih tua dibanding status Jalan Wates sebagai jalan nasional, bahkan jika dibandingkan dengan umur republik ini.

Kemunculan tradisi ini dimulai pada 1755, kala Kerajaan Mataram Islam pecah menjadi dua sesuai dengan hasil penandatanganan Perjanjian Giyanti, Kasunanan yang berpusat di Surakarta (Solo) dan Kasultanan Ngayogyakarta di Yogyakarta. Tak lama kemudian, Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai raja pertama Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I.

Sambil menunggu pembangunan keraton baru selesai, Sultan memilih tinggal di pesanggrahan Ambarketawang yang terletak di daerah Gamping, Sleman. Di masa itu, daerah ini memang penuh dengan bukit gamping atau kapur. Dari situ pula nama daerah ini berasal.

Semasa tinggal di Ambarketawang, Sultan ditemani oleh beberapa abdi dalem alias pelayan raja. Mereka yang paling setia adalah sepasang suami-istri Ki Wirasuta-Nyi Wirasuta.

Setelah pembangunan keraton selesai, Sultan meninggalkan tempat tinggal sementaranya dan mendiami istana tanpa ditemani dua pelayan terbaiknya itu. Ki Wirasuta-Nyi Wirasuta memilih tetap tinggal di Ambarketawang karena merasa cocok dengan lingkungannya.

Keduanya bekerja sebagai penambang gamping, seperti kebanyakan warga setempat. Namun musibah terjadi. Suami-istri itu meninggal ketika sedang menambang. Mereka tertimbun batuan kapur yang longsor. Tragedi yang sama kembali berulang menimpa warga lain dan kebanyakan terjadi di bulan Sapar.

Pasangan Bekakak
Pasangan Bekakak yang akan dikorbankan.

Kesedihan melanda Sultan ketika mendengar cerita memilukan ini. Setelah bersemedi, ia memerintahkan warga Desa Ambarketawang untuk melakukan sebuah prosesi tolak bala setiap bulan Sapar. Tujuannya untuk meminta perlindungan kepada Tuhan.

Wujud upacara adat tersebut ialah penyembelihanbekakak. Biasanya, dibuat dari tepung ketan atau tepung beras yang di dalamnya diisi juruh alias sirup gula merah. Sedangkan untuk waktu pelaksanaannya ialah tiap bulan Sapar, tepatnya pada Jumat, antara tanggal 10 hingga 20.

Kini setelah lebih dari dua setengah abad, Saparan Bekakak masih hidup. Hal ini menjadikannya sebagai salah satu upacara adat paling tua yang masih berlangsung di Yogyakarta. Bahkan di era modern, ritual ini bukan sekadar tradisi, melainkan berfungsi sebagai acara hiburan, sebab ada pawai seni budaya yang mengiringinya.

agendaIndonesia

*****

Sate Rembiga Lombok, Sedap Sejak Abad 14

Sate Rembiga Lombok bisa menjadi pilihan santapan ketika main ke Mataram,.

Sate rembiga Lombok di kota Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat, adalah ciri khas kuliner lain daerah ini selain ayam Taliwang. Jika berkunjung ke Mataram, maka di sepanjang jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo akan pelancong temui rumah makan sate rembiga yang berjejer.

Sate Rembiga Lombok

Ada begitu banyak rumah makan yang menjual sate rembiga di sepanjang jalan. Semuanya khas. Namun dari banyaknya yang berjualan sate, hanya ada dua rumah makan yang benar-benar bersaing: Sate Rembiga Ibu Sinnaseh dan Sate Rembiga Utama Bu Ririn.

Untuk yang belum pernah mencicipi seperti apa rasa sate khas satu ini, mungkin ada baiknya diceritakan sedikit. Sate rembiga merupakan salah satu kuliner khas yang cuma ada di Rembiga, Lombok. Saat ini, kuliner khas tersebut bahkan sudah mulai membuka cabang di luar wilayah Rembiga.

Sate Rembiga Lombok menjadi alternatif jika sudah mencoba menu ayam Taliwang.
Sate daging sapi khas Rembiga khas Lombok. Foto: shutterstock

Ada yang bisa dijumpai di pusat kota Mataram seperti di sekitaran daerah Cakranegara dan di Kekalik. Tidak hanya melebarkan sayap di luar Rembiga, kuliner khas ini juga sudah mulai melebarkan sayap sampai keluar Lombok.

Sate Rembiga Lombok sendiri adalah sate sapi yang bercita rasa pedas manis khas kesukaan warga Lombok. Umumnya para pedagang justru menggunakan sapi local Nusa Tenggara Barat sebagai bahan daging olahannya.

Nusa Tenggara Barat memang merupakan wilayah yang menjadi salah satu sentra produksi ternak sapi. Dengan didukung oleh kondisi geografis dari savanna-savana mampu memberikan ruang leluasa untuk sapi hidup berkeliaran di alam bebas.

Daging sate Rembiga khas Lombok menghasilkan potongan daging yang lunak karena sebagian ternaknya dipengaruhi oleh pemberian pakan berupa daun lamtoro yang menjadi sumber protein paling bagus.

Ada sejumlah cerita soal awal mulanya kuliner sate Rembiga Lombok ini. Konon sejarah kemunculannya adalah ada keahlian dalam membuat sate pertama kali hadir melalui tangan-tangan kerabat Raja Pejanggik yang tinggal di Desa Rembiga, Selaparang.

Dari catatan sejarah, Kerajaan Pejanggik ini berdiri dan berkembang dari abad ke-14 sampai dengan abad ke-17. Nama desa Rembiga dipercaya diserap suku kata ‘rembug’ yang diasosiasikan dengan istana sebagai tempat berkumpulnya berbagai kalangan kerajaan dan anggota keluarga besar.

Dari cerita mulut ke mulut, dalam setiap rembugan keluarga kerajaan itu, sajian yang dihidangkan adalah sate sapi. Adapun keahlian membuat sate diturunkan antar generasi dan pada akhirnya menjadi salah satu makanan rakyat terfavorit. Namun Namanya belumlah disebut sate Rembiga Lombok.

Sejarah kemunculan nama sate Rembiga Lombok kabarnya seiring dengan munculnya rumah makan-rumah makan yang menjual sate di sepanjang Dr. Wahidin. Dan itu bukanlah perjalanan yang singkat. Awalnya sesungguhnya hanya ada satu pedagang sate di Jalan Dr. Wahidin.

Belakangan begitu warung-warung sate ini menjadi terkenal, nama Rembiga disematkan kepadanya. Berjalannya waktu, nama sate Rembiga menjadi semakin dikenal.

Sate Rembiga Ibu Sinaseh Kecap Bango
Sate Rembiga Ibu Sinnaseh. Foto Milik Sate Bango

Orang beramai-ramai datang mencari sate dengan rasa yang khas. Melihat banyaknya peminat, para pedagang lain mencoba cari peruntungan dengan berjualan sate di sepanjang Jalan Dr. Wahidin.

Ciri khas Sate rembiga Lombok adalah masakan yang terbuat dari potongan daging sapi. Potongan daging sapi harus dimarinasi terlebih dulu sebelum dibakar. Bumbu-bumbu yang dipakai adalah kecap manis, jeruk nipis, garam, terasi bakar, bawang putih, cabai rawit, dan tomat. Sate rembiga disajikan bersama campuran potongan bawang merah, cabai rawit, tomat, kecap manis, dan jeruk limau.


Dan yang membedakan sate rembiga dengan sate lainnya adalah terasi. Bahan terasi inilah yang dicampur dengan bumbu lainnya untuk memarinasi daging sapinya sehingga menjadi khas banget rasa satenya.


Ada cerita menarik dari dua rumah makan sate Rembiga yang terkenal di Jalan Dr. Wahidin ini. Dulunya Sate Rembiga Ibu Sinnaseh dan Sate Rembiga Utama adalah satu usaha bersama. Mereka bahu-membahu membuat nama sate Rembiga menjadi dikenal seperti sekarang.

Kemudian ketika sate khas ini menjadi besar dan terkenal—mungkin terlalu besar hingga susah dikendalikan—Ibu Sinnaseh dan Ibu Ririn pecah kongsi. Siapa yang salah dan siapa yang benar, tidak perlu kita perdebatkan. Yang jelas setelah mereka pecah kongsi, hadirlah kedua rumah makan besar masing-masing rasanya memang enak.

Sate Rembiga di Lombok
Sate Rembiga ciri khasnya dimarinasi dengan terasi.

Satu hal yang membuat Sate Rembiga menjadi salah satu kuliner favorit di Lombok adalah rasanya yang tidak biasa dan lembutnya yang luar biasa. Rasa pedas bercampur manis akan langsung membuat penyantapnya ketagihan.

Jadi jika dolan ke Mataram dan Lombok, sempatkan agendakan untuk menyantap sate Rembiga Lombok ini.

agendaIndonesia/Audha Alief Praditra

*****

Keunikan 3 Sungai di Indonesia

Keunikan 3 sungai di Indonesia karena kondisi alaminya.

Keunikan 3 sungai di Indonesia ini menyelip di antara sungai-sungai lain yang selama ini dikenal masyarakat. Indonesia memiliki banyak sungai yang secara data geografis sangat gigantik.

Keunikan 3 Sungai

Sebut saja sungai Kapuas di Kalimantan Barat yang panjangnya membentang sepanjang provinsi ini. Dari data yang ada, panjang Kapuas mencapai lebih dari 1.100 kilometer. Dari Pengunungan Muller di perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur hingga bermuara di Teluk Karimata.

Ada pula beberapa sungai yang saking panjangnya hingga melewati lebih dari satu provinsi. Sungai Bengawan Solo, misalnya, yang meski panjangnya cuma hampir 600 kilometer, tapi melewati Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada pula sungai Barito yang panjangnya sekitar 900 kilometer dan melintasi Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Selatan sebelum berakhir di Laut Jawa. Sungai Barito juga merupakan sungai terlebar di Indonesia. Lebar muaranya mencapai satu kilometer.

Tapi kali ini kita tak bercerita tentang sungai-sungai yang gigantik itu. Di antara sungai-sungai yang secara ukuran menakjubkan itu, ada beberapa sungai yang unik karena kondisi alaminya.

Keunikan 3 sungai di Indonesia, salah satunya sungai Cisolok di Sukabumi yang memiliki semburan air panas.
Keunikan 3 sungai di Indonesia, salah satunya sungai Cisolok di Sukabumi. Foto: Dok. Tempo/Eko ST

Sungai Cisolok

Adalah sungai Cisolok di kawasan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang di tengah aliran airnya memiliki beberapa batu yang menyemburkan air panas. Tempat ini berdekatan dengan pantai Pelabuhan Ratu, kurang lebih jaraknya hanya 15 kilometer.

Sungai di lokasi wisata air panas Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat, ini benar-benar unik. Sebab, di tengah-tengah sungai terdapat semburan air panas. Menyembur dari dalam tanah, suhu air bisa mencapai 80 derajat Celsius. Ada tiga titik semburan air yang tidak mengandung belerang. Semua semburan berasal dari geyser, air panas yang melewati lapisan kerak bumi.

Tumpukan batu yang diatur sedemikian rupa oleh pengelola membuat air memancar kian tinggi. Saking panasnya air tersebut, wisatawan dapat merendam telur di sungai hingga matang dalam waktu relatif singkat. Namun jangan sesekali menaruh tangan di atas semburan air. Selain tekanannya kencang, suhu air cukup tinggi. Tetesannya saja dapat membuat kulit pedih.

Ombak Sungai Kampar

Sungai Kampar, yang terdapat di Desa Teluk Merantim, Kabupaten Palalawan, Provinsi Riau, juga tak kalah unik. Sungai ini berhulu di Bukit Barisan, sekitar Sumatera Barat dan bermuara di pesisir timur Pulau Sumatera di wilayah provinsi Riau. Sungai ini merupakan pertemuan dua buah sungai yang hampir sama besar, yang disebut dengan Kampar Kanan dan Kampar Kiri.

Lalu uniknya? Bagaimana tidak, sungai ini memiliki ombak yang biasa dijadikan tempat berselancar atau surfing. Pada waktu-waktu tertentu akan timbul ombak besar. Tingginya dapat mencapai 6-7 meter. Panjang gelombangnya lebih dari 300 meter. Penduduk lokal menyebutnya Gelombang Bono.

Gelombang Bono tercipta dari pertemuan arus sungai dan laut, dengan angin dan tebing di kanan-kiri. Gelombang ini menghadirkan tantangan tersendiri bagi para peselancar ataupun pelancong.

Periode terbaik untuk mengunjunginya pada awal dan akhir musim hujan. Sebab, saat itulah gelombang meninggi. Tepatnya Februari, Maret, Oktober, dan November. Suara empasan gelombang akan membuat bulu kuduk berdiri. Ada dua “pintu” akses ke Kawasan Palalawan. Dari Batam, Anda bisa menyeberang pakai perahu bermotor. Atau, cara lainnya, bisa juga naik kendaraan darat selama empat jam dari Pekanbaru.

Sungai Tamborasi nan Pendek

Berbanding terbalik dengan Sungai Nil di Afrika, yang menjadi sungai terpanjang di dunia, Sungai Tamborasi diklaim sebagai salah satu yang terpendek di dunia. Sungai di Kecamatan Tamborasi, Kolaka, Sulawesi Tenggara, ini hanya memiliki panjang sekitar 20 meter.

Sungai ini cuma lebih pendek tujuh meter dibandingkan Sungai Reprua di Georgia, Eropa, yang disebut memiliki panjang hanya 27 meter. Panjangnya itu dihitung dari mata air karst di gua hingga mencapai Laut Hitam.

Tamborasi tidak terlihat seperti sungai, lebih mirip danau kecil. Sebab lebarnya hanya 15 meter. Namun adanya aliran air di sini menguatkan dugaan bahwa Tamborasi memang sungai. Hanya saja hulu dan hilirnya berdekatan. Di hulu sungai atau di sekitar mata air, suhunya terasa sangat dingin dan segar. Akan tetapi di hilir, airnya justru hangat. Sungai Tamborasi, yang berbatasan langsung dengan Pantai Tamborasi, memiliki pasir putih yang kian memperindah pemandangan.

agendaIndonesia

*****

Tenun Bentenan Minahasa Unik Lahir di Abad Ke 7

Tenun Bentenan Minahasa awalnya dibuat pada abad ke-7 oleh suku Minahasa di Sulawesi Utara. Sempat memunculkan corak-corak baru, namun kini corak lama pun dimunculkan lagi.

Tenun Bentenan Minahasa

Hujan turun rintik-rintik di Desa Kolongan Atas Dua, Sonder, Kabupaten Minahasa Induk, Sulawesi Utara, suatu siang. Saya memasuki bangunan dengan halaman luas dan langsung menerobos ke bagian belakang menuju rumah kayu khas Minahasa. Ruangan tersebut tampak terbuka. Siang yang sejuk itu, di dalam ruangan, ada beberapa perempuan “bermain” dengan benang dan alat pintal. Mereka memang dibina oleh Bentenan Center agar bisa kembali menghasilkan karya-karya tenun warisan nenek moyang, yakni kain Bentenan.

Ati, salah satu perajin, menyebutkan sudah sulit menemukan perajin asli yang turun-temurun membuat tenunan Bentenan. Karena itulah untuk mengembalikan tradisi tenun Sulawesi Utara yang sudah tidak banyak dikenal lagi oleh masyarakat ini, didirikan Bentenan Center oleh Yayasan Kreasi Masyarakat Sulawesi Utara (Karema). Sejumlah perempuan diajari menenun yang khas Bentenan dari awal dan kini mereka rutin melakukannya setiap hari di tempat ini.

Motif lawas yang digunakan kerajaan zaman dulu, menurut Ati, juga dibuat kembali. Di antaranya Kalwu Patola, Tononton Mata, dan Pinatikan. Aslinya, kain Bentenan memiliki tujuh corak. Mulai Tonimala, tenunan dari benang putih di kain putih. Kemudian Sinoi, yang menggunakan benang warna-warni dengan corak garis-garis. Ada pula Pinatikan, yang berupa garis-garis dengan motif jala dan bentuk segi enam. Jenis kain Bentenan ini merupakan yang pertama kali dibuat di Minahasa, selain Tinompak Kuda, yang memunculkan beragam corak yang ditenun berulang. Sedangkan Tononton Mata bercorak manusia, Kalwu Patola bermotif tenun Patola India, serta terakhir Kokera bermotif kembang warna-warni dan dihiasi manik-manik.

 “Kain Bentenan asli yang berusia sekitar 200-an tahun hanya ada di sebuah museum di Belanda,” ucap Ati. Selain jumlah perajin yang minim, peninggalan kaum sepuh memang tidak lagi bisa ditemukan di Minahasa, daerah asalnya. Warisan tersebut ada di sejumlah museum yang kebanyakan berlokasi di luar negeri. Selain di Museum Nasional Jakarta, kain asli Bentenan di antaranya bisa ditengok di Tropenmuseum Amsterdam, Museum voor Landen Volkenkunde Rotterdam, dan Museum fur Volkenkunde Frankfurt am Main.

Kain tenun asli terakhir ditemukan di Ratahan pada 1900. Daerah itu memang, menurut Ati, merupakan asal dari perajin tenun ini. Bentenan tak lain dari nama desa di Pantai Timur Minahasa Tenggara, yang meliputi Distrik Pasan, Ratahan, Ponosakan, dan Tonsawang. Awalnya, tenunan ini dibuat suku Minahasa sekitar abad ke-7 dari serat kayu yang disebut fuya. Serat tersebut diambil dari pohon lahendong dan sawukouw,yang memang banyak tumbuh di daerah ini. Juga digunakan serat nanas dan pisang, yang disebut koffo. Ada pula serat bambu, yakni wa’u. Nah, baru pada abad ke-15, orang Minahasa beralih ke benang katun. Hasil tenunan inilah yang kemudian dikenal sebagai kain Bentenan.

Di masa silam, kain tenun ini bermutu tinggi. Tak hanya karena teknik pembuatannya yang mengharuskan kain berupa lingkaran tanpa guntingan dan sambungan serta dipasangi lonceng kecil di sekelilingnya, sehingga disebut Pasolongan Rinegetan. Tapi juga karena ada ritual khusus berupa pujian kepada Tuhan.

Tenun Bentenan Minahasa, motifnya menjadi  latar belakang Manado Fiesta 201902
Tenun Bentenan Minahasa motifnya menjadi latar pentas Tarian tradisional saat pembukaan Manado Fiesta 2019. (Foto: Ilustrasi-Dok. Kemenpar)

Kain Bentenan kini telah menjadi oleh-oleh khas dari Manado dan Minahasa. Bila ingin berbelanja sekaligus melihat proses pembuatannya, sekalian menikmati alam Tomohon dan Minahasa yang sejuk, Anda bisa berkendara ke arah Tomohon. Jaraknya hanya 30 kilometer dari Manado. Kemudian, perjalanan dilanjutkan ke arah Minahasa Induk. Bentenan Center tidak jauh dari Tomohon, meski berada di Kabupaten Minahasa Induk.

Di bagian depan Bentenan Center, ada ruang pamer untuk beragam produk. Tersedia dua jenis kain, yakni kain biasa dan songket (timbul). Bukan hanya tenunan, motif Bentenan cetak pun bisa menjadi pilihan para tamu. Menggunakan kain sutra maupun sifon, motif tersebut muncul dalam bentuk gaun, kemeja, hingga lembaran kain. Harga produk bervariasi, mulai Rp 300 ribu. Pada ASEAN Tourism Forum 2012 di Manado, corak Bentenan pun dikenakan para pejabat negeri ini.

agendaIndonesia/Rita N./Hariandi/TL

Durian Runtuh Pekanbaru, Legitnya 24 Jam

Durian Runtuh Pekanbaru menjadi salah satu destinasi wisata kuliner di kota ini.

Durian Runtuh menjadi destinasi kuliner baru jika wisatwan dolan ke Pekanbaru ibukota Provinsi Riau. Jika di Medan, Sumatera Utara, pelancong punya Durian Ucok sebagai tempat menikmati raja buah ini, maka Pekanbaru memiliki Durian Runtuh by Nadhira Napoleon, warung durian yang diklaim terbesar dan terlengkap di sana. 

Durian Runtuh

Warung durian ini terkenal sejak diresmikan pada akhir 2021. Serunya lagi, warung ini tidak pernah tutup, alias selalu buka 24 jam setiap hari. Jadi penggemar durian bisa makan buah kesukaannya ini kapan saja.

Ada banyak jenis durian yang bisa dipilih pengunjung warung durian ini. Dengan harga mulai dari yang belasan ribu sampai puluhan ribu Rupiah per butirnya ada.

Durian Runtuh Pekanbaru mirip dengan Ucok Durian di Medan, menikmati duiran sepanjang 24 jam.
Tanda Lokasi Durian Runtuh Pekanbaru. Foto: IG durianruntuh_nnp

Di sini duriannya lengkap, bisa pilih mau yang paling murah ada belasan ribu sampai Rp 25 ribuan. Ada juga yang premium seperti Musang King dan blackthorn atau duri hitam.

Buat yang suka durian premium, warung ini juga menjual durian Musang King, misalnya. Seperti yang disampaikan pemilik warung Durian Runtuh Nadhira Napoleon, Herlino yang menyebutkan kalua tempatnya bukan saja menyediakan durian kampung premium, namun juga berbagai varian durian premium, seperti Musang King, Montong,  Bawor, dan sebagainya.

Herlino kemudian menjelaskan bahwa untuk durian lokal pihaknya mendatangkan langsung buahnya dari berbagai daerah. Misalnya seperti dari pesisir Sumatera Barat (Sumbar) dan Sidikalang, Sumatera Utara (Sumut).

Sedangkan khusus durian premium seperti jenis Musang King, diimpor langsung dari Malaysia, jenis Montong didatangkan dari Palu, dan jenis Bawor didatangkan dari Pulau Jawa. 

Durian Bawor shutterstock
Durian jenis bawor yang dibudidayakan di Jawa, juga tersedia di Durian Runtuh. Foto: shutterstock

Herlino mengakui bahwa usaha durian memang memiliki prospek yang sangat menjanjikan. Hal ini tak lepas dari minat dan kegemaran masyarakat terhadap raja buah itu.

Dari pengalamannya sendiri di usaha yang digelutinya ini, dalam sehari ia mengetakan bahwa pihaknya bahkan mampu menjual sedikitnya 1000 buah durian utuh kepada pengunjung yang datang ke Durian Runtuh.

Ia kemudian bercerita bahwa dirinya juga berencana untuk mengembangkan potensi durian lokal dari daerah Riau. Di sini ada durian seperti Durian Kampar dan Durian Bengkalis. Pengembangannya akan lewat pemberdayaan dan membangung kemitraan dengan petani-petani durian yang ada di daerah-daerah.

Pengembangan itu termasuk mungkin bekerja sama dengan dinas-dinas terkait untuk memberikan edukasi kepada petani durian tentang pemuliaan tanaman. “Sehingga produktivitas buah durian lokal di Riau dapat stabil dan dapat membantu meningkatkan perekonomian,” katanya seraya bercerita mimpinya menjawab tantangan soal ketersediaan buah durian local yang cenderung bergantung musim.

Durian Runtuh tidak hanya menyajikan durian dengan level yang berbeda, pengunjung Durian Runtuh juga dimanjakan dengan tempat dan suasana yang nyaman.

Durian Runtuh by Nadhira Napoleon sejak buka akhir 2021 lalu terus menjadi pilihan destinasi kuliner bagi warga setempat maupun pendatang. Selain selalu tersedia aneka jenis durian, juga karena tempat dan lokasinya yang stratagis.

Lokasinya strategis, cukup berjalan kaki dari pintu keluar Bandara Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru. Atau wisata kuliner durian yang berlokasi tepat di depan Bundaran Bandara SSK di Jalan Jenderal Sudirman.

Selain lokasi, tempatnya juga nyaman. Desain Durian Runtuh by Nadhira Napoleon ini menawarkan lokasi terbuka. Ini cocok buat pecinta durian yang tidak begitu suka bau durian. Sebab dengan model tebuka, bau durian tidak begitu menyengat.

5 Oleh oleh Medan pancake durian
Pancake durian juga tersedia di tempat ini.

Tempat ini juga ramah anak-anak, karena disediakan area bermain. Tersedia banyak kursi-kursi, sehingga yang bawa rombongan juga enggak perlu khawatir tidak dapat tempat. Selain buah durian, warung ini juga menjual aneka olahan durian seperti cendol dan ketan. 

Herlino juga bercerita mengenai potensi pasar tidak saja buahnya saja, namun juga untuk produk-produk olahan durian. Ia menambahkan, bukan hanya menyajikan buah durian utuh, Durian Runtuh by Nadhira Napoleon juga turut menyediakan berbagai olahan buah durian. Seperti pancake durian, durian kupas, cendol durian, ice cream durian, dan sup durian. 

Pengunjung warung durian ini juga menyediakan menu makanan lainnya, seperti Pempek, Tekwan, Lenjer, Lenggang, Nasi Goreng dan lainnya. Jadi cocok untuk nongkrong buat penggemar maupun bukan penggemar durian. 

Sekadar saran, kalau ingin menghindari keramaian, pengunjung sebaiknya datang pagi atau sore. Sebab kalau malam biasanya akan padat pengunjung. 

Duren Runtuh by Nadhira Napoleon

Bundaran Bandara SSK di Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru

Instagram: @durianruntuh_nnp

agendaIndonesia/audha alief praditra

*****