Perjalanan di Tano Niha Selama 3 Hari

Perjalanan di Tano Niha atau Tanah Nias selama tiga hari adalah perjalanan menikmati bentang alam yang sangat indah dan jejak warisan budaya yang terjaga dengan baik. Tiga hari sesungguhnya bukan waktu yang cukup.

Perjalanan di Tano Niha

Langit biru dan udara bulan Oktober berembus sejuk saat saya menjejakkan kaki di Bandara Binaka, Gunungsitoli, ibu kota Kabupaten Nias. Hanya dalam dua jam penerbangan dari Jakarta, saya bisa menikmati suasana berbeda. Ada beberapa turis asing menenteng papan selancar. Tampak mereka siap menaklukkan ombak di pantai-pantai Pulau Nias.

Pengenalan saya terhadap pulau seluas 5.625 kilometer persegi ini bermula dari ilustrasi bagian belakang uang kertas pecahan Rp 1.000 pada zaman Orde Baru. Di sana tertulis: “Lompat Batu Pulau Nias”. Pikiran saya segera mengembara selepas saya turun dari pesawat. Tidak sabar rasanya untuk memulai perjalanan di Tano Niha atau Tanah Nias.

Hari Pertama: Atraksi Hombo Batu

Hujan perlahan reda ketika saya memasuki Desa Bawomataluo, yang terletak di Kabupaten Nias Selatan. Dari Kota Gunungsitoli, menjangkau desa ini butuh waktu perjalanan kurang-lebih enam jam. Perjalanan panjang membuat di hari pertama saya hanya mendatangi satu lokasi.

Begitu tiba, pandangan saya tertumbuk pada deretan rumah adat yang terjaga dengan baik. Salah seorang warga mengatakan di desa ini terdapat 1.250 rumah adat tradisional Nias yang berumur ratusan tahun. Berbentuk empat persegi panjang dan berdiri di atas batu, rumah-rumah itu menyerupai perahu. Batu sebagai landasan mencerminkan pijakan hidup. Di sini, ada satu rumah adat besar yang diberi nama omonifolasara. Lasara sendiri berarti mulut naga.

Menurut cerita warga, pengetahuan membangun rumah diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ada semangat dari masyarakat untuk melestarikan kebudayaan dan kearifan nenek moyang. Selain berbentuk empat persegi panjang, rumah adat di Nias Utara ada yang bulat dengan denah lantai oval. Sedangkan rumah adat di Nias Tengah beratap bulat dengan denah lantai segi empat.

Atraksi yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Meskipun tidak sedang ada kegiatan budaya, atraksi Hombo Batu bisa ditampilkan sesuai dengan permintaan pengunjung. Saya senang sekali dapat melihat langsung atraksi yang sebelumnya hanya tergambar dalam imajinasi lewat selembar pecahan uang kertas itu. Menurut sejarah, lahirnya tradisi lompat batu berbarengan dengan tari perang.

Dahulu kala, suku-suku di Nias sering terlibat peperangan. Sebagai persiapan, setiap si’ulu atau kepala suku mengumpulkan pemuda desa untuk dilatih berperang. Salah satunya melalui lompat batu.

Hari Kedua: Pantai-pantai Nias Selatan

Saya dan rekan fotografer menginap di Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan. Sopir yang mengantar kami bercerita tentang pantai nan indah di sekitar Teluk Dalam dengan ombak yang katanya bisa mencapai tinggi lima meter. Keesokannya, Pantai Sorake pun menjadi sasaran pertama kami.

Cerita sopir tersebut tak meleset. Pantai Sorake menawarkan keindahan alam yang menakjubkan. Airnya jernih memantulkan warna biru menawan dengan pasir putih bersih. Di sekitar pantai terdapat batu karang. Eksotis. Inilah surga para peselancar. Kabarnya, pantai ini tempat selancar terbaik kedua setelah Hawaii. Tak mengherankan jika turis asing banyak berselancar di pantai ini, selain di Pulau Asu, Pulau Bawa, dan Pulau Telo.

Sekitar dua kilometer dari Pantai Sorake terdapat Pantai Lagundri. Di pantai itu pemandangan alam bawah lautnya sangat indah. Bagi yang suka menyelam, inilah spot menarik yang perlu dicoba. Di sekitar pantai ini Anda juga bisa menghabiskan waktu untuk berjemur di atas lembutnya pasir putih, sambil menikmati embusan angin laut dan sinar matahari yang berlimpah.

Perjalanan ke Tano Niha salah satunya menyaksikan batu peninggalan zaman Megaltih di Desa Moro'o Nias Selatan.
Perjalanan ke Tano Niha salah satunya menyaksikan batu peninggalan zaman Megaltih di Desa Moro’o Nias Selatan. Foto: Lourentius/TL

Hari Ketiga: Menhir Desa Sisarahili dan Museum Pusaka Nias

Setelah dua hari berada di Nias Selatan, saatnya menuju kota melewati Nias Barat. Di salah satu desa, yaitu Desa Sisarahili, saya singgah untuk melihat dari dekat kekayaan warisan budaya Nias yang lain. Kali ini dalam bentuk megalit atau menhir. Ada beberapa pelancong yang turut mampir. Di desa ini terdapat sebuah batu besar yang berdiri tegak. Batu itu diukir menyerupai bentuk wajah raja atau balugu lengkap dengan pakaian kebesarannya. Warga setempat menyatakan, hanya orang yang berhasil memburu ratusan atau ribuan ekor babi yang bisa dinobatkan sebagai balugu.

Saya pun kembali ke Gunungsitoli. Tujuan berikutnya, Museum Pusaka Nias di Jalan Yos Sudarso Nomor 134 A. Berdiri pada 1991, museum ini menyimpan kekayaan warisan budaya Suku Nias. Dari artefak, keramik, hingga replika rumah adat. Di area museum ini juga terdapat kebun binatang mini sebagai upaya perlindungan terhadap fauna yang langka dan berhubungan dengan tradisi lisan Nias, seperti ular, buaya, kancil, monyet, biawak, kura-kura, kijang, dan beo.

Sorenya, saya menghabiskan waktu dengan melihat senja yang perlahan turun di sebuah pantai di Gunungsitoli dengan latar tulisan Ya’ahowu atau berarti “salam”. Kata itu selalu diucapkan dengan ramah oleh warga dalam setiap perjumpaan. Ini malam terakhir saya di Tanah Nias. Besok pagi, saya terbang kembali ke Jakarta. “Ya’ahowu, Tano Niha.”

agendaIndonesia/Aris Darmawan/Lourentius/TL

*****

Jalur Mudik Selatan, Ini 6 Spot Wisatanya

Jalur mudik Selatan menyimpan sejumlah tempat untuk dikunjungi.

Jalur mudik Selatan saat libur Lebaran mulai dikampanyekan sebagai jalur alternatif dari jalur tol TransJawa. Selain diperkirakan tak terlalu padat, ada sejumlah pilihan wisata di sepanjang jalur mudik selatan ini.

Jalur Mudik Selatan

Lebaran memang selalu identik dengan libur yang lumayan panjang. Momen ini dimanfaatkan masyarakat Indonesia untuk mudik ke kampung halaman, sekaligus kumpul bersama keluarga besar saat Hari Idulfitri. 

Namun menariknya, selain bertemu dengan keluarga, momen mudik lebaran juga bisa dimanfaatkan pemudik untuk sarana wisata singkat. Apalagi bagi mereka yang mudik melintasi jalur mudik Selatan Jawa. Sepanjang Jalur Lintas Selatan ini terdapat banyak destinasi wisata yang menarik untuk disinggahi.

Pantai Timur Pangandaran juga berada di lintasan jalur mudik selatan
Pantai Pangandaran juga berada di jalur mudik selatan.

Ada enam provinsi yang dilintasi dalam rute mudik Jalur Lintas Selatan Jawa, yakni Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, hingga Jawa Timur. Ada beberapa rekomendasi destinasi wisata di sepanjang jalur mudik di Jalur Lintas Selatan Jawa yang bisa pemudik singgahi.

Pantai Tanjung Layar

Salah satu pantai yang tak boleh pemudik lewatkan saat memulai perjalanan dari Banten adalah Pantai Tanjung Layar. Berlokasi di Desa Sawarna, Bayah, Lebak, Pantai Tanjung Layar memiliki ombak khas Laut Selatan yang bergelora. Saking tingginya, ombak pantai mampu menghempas dinding batu karang dengan sangat cantik. 

Menjelang senja, pemudik yang melintasi jalur mudik selatan dapat menyaksikan semburat merah keemasan dengan latar belakang batu-batuan karang yang eksotis di Pantai Tanjung Layar. Sangat cocok bagi mereka yang ingin memanjakan diri sejenak saat baru tiba di Pulau Jawa dari Pulau Sumatera.

Gedung Sate

Memasuki Jawa Barat, pemudik bisa mampir melihat bangunan bersejarah di Kota Bandung, Gedung Sate. Destinasi wisata ini berada di Jalan Diponegoro, Citarum, Bandung Wetan, Kota Bandung. Gedung Sate dibangun pada 1924, dan masih berdiri kokoh hingga sekarang. 

Selain menikmati keindahan arsitektur dari Gedung Sate, pemudik bisa berkunjung ke dalam museum di dalamnya, serta melihat berbagai macam koleksi seni dan tahapan pembangunan Gedung Sate.

Di belakang Gedung Sate juga terdapat salah satu kuliner unik yang bisa Sobat Parekraf cicipi, yakni Sate Jando. Lokasinya hanya berjarak sekitar 260 meter dari Gedung Sate.

Wisata jalur mudik selatan salah satunya bisa menikmati spot wisata di sekitar Cilacap
Di sekitar Benteng Pendem Cilacap juga ada Teluk Penyu. Foto: shutterstock

Benteng Pendem Cilacap

Terletak di Dusun Kebonjati, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Benteng Pendem merupakan peninggalan Belanda di pesisir Pantai Teluk Penyu. Benteng ini dibangun pada 1861 dan dulunya menjadi markas pertahanan tentara Hindia Belanda.

Di dalamnya terdapat gudang senjata, benteng pengintai, benteng pertahanan, gudang mesiu, penjara, ruang perwira, hingga dapur.
Benteng Pendem Cilacap berjarak kurang lebih tiga kilometer dari Stasiun Cilacap dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 10 menit. Tempat ini mudah dicapai bagi mereka yang melintasi jalur mudik selatan.

Benteng Van Der Wijck

Selepas Cilacap di pantai Selatan Jawa, pemudik bisa melanjutkan perjalanan Jalur Lintas Selatan di Jawa Tengah. Melintasi Kabupaten Kebumen para  pemudik yang menggunakan kendaraan darat bisa singgah sejenak melihat megahnya Benteng Van Der Wijck di Desa Sidayu, Gombong, Kebumen.  

Benteng Van Der Wijck Shutterstock
Benteng Vam Des Wijck di Kebumen-Gombong. Foto: shutterstock

Benteng Van Der Wijck adalah peninggalan kolonial Belanda yang dibangun pada abad ke 18 M. Berbeda dengan benteng peninggalan Belanda lainnya, benteng ini terbuat dari batu bata. Sehingga memberi kesan warna merah yang estetik. 

Selain menikmati keindahan arsitektur benteng, bagi para pemudik yang mengajak buah hati juga bermain wahana perahu angsa, mobil-mobilan, kincir putar, hingga kereta mini. Jadi anak tidak bosan selama perjalanan mudik.

Candi Prambanan 

Memasuki Yogyakarta, para pemudik akan melewati kawasan Candi Prambanan. Destinasi wisata populer di Yogyakarta satu ini merupakan kompleks candi Hindu terbesar di dunia, dan sudah ditetapkan sebagai sebagai Warisan Budaya Dunia (World Heritage) oleh UNESCO.

Di dalam kompleks candi, pemudik bisa berjalan kaki mengitari kompleks candi untuk mengabadikan momen dengan latar belakang rerumputan dan kemegahan Candi Prambanan. Kalau bosan berjalan kaki, pemudik bisa menaiki mobil wisata untuk berkeliling menikmati pemandangan candi. Di sekitar Candi Prambanan juga terdapat Candi Sewu dan beberapa candi lainnya.

Taman Nasional Alas Purwo

Mendekati ujung Jalur Lintas Selatan Jawa, para pemudik akan memasuki provinsi Jawa Timur. Di provinsi paling ujung Pulau Jawa ini, terdapat salah satu destinasi wisata yang menyajikan sabana luas, yakni Taman Nasional Alas Purwo. Destinasi wisata ini berada Tegaldlimo, Purwoharjo, Banyuwangi. 

Taman Nasional Alas Purwo memiliki luas mencapai 43 ribu hektare, di sini pemudik bisa mengunjungi berbagai destinasi wisata yang masuk dalam kawasan Taman Nasional, yakni Sabana Sadengan, Pantai Pancur, Gua Istana, Pura Giri Selaka, hutan bambu, hingga hutan mangrove. Cocok banget dijadikan tempat istirahat sejenak sebelum meninggalkan Pulau Jawa.

Jadi, jangan lupa singgah sejenak untuk beristirahat sambil menikmati ragam pariwisata di Jalur Mudik Lintas Selatan Jawa. Selamat mudik dan bertemu keluarga di kampung halaman.

agendaIndonesia/kemenparekaf

*****

Brongkos Warung Ijo Bu Padmo Dari 1950

Brongkos Warung Ijo Bu Padmo menjadi legenda kuliner di sekitar Kali Krasak.

Brongkos Warung Ijo Bu Padmo sudah menahun diakui sebagai salah satu primadona dalam khasanah kuliner Yogyakarta. Lokasinya yang berupa warung sederhana, serta terletak di tepian kota, tak pernah membuatnya lekang oleh masa dan sepi pengunjung.

Brongkos Warung Ijo Bu Padmo

Sudah menjadi rahasia umum kalau sang kota pelajar sendiri sudah lama dikenal dengan ragam kulinernya yang memanjakan lidah. Mulai dari gudeg, bakmi jawa, sate klatak, hingga nasi kucing selalu menjadi buruan penggemar kuliner, baik domestik hingga mancanegara.

Tak ketinggalan adalah brongkos, sajian menarik yang terbuat dari santan dan rempah seperti kluwek, lengkuas, kemiri, ketumbar dan gula jawa. Ia disajikan dengan dituangkan pada sepiring nasi hangat, dengan beragam lauk pauk seperti daging sapi, tahu, telur rebus, serta kacang tolo.

Brongkos Warung ijo BU Padmo berada di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Suasana Warung Ijo Bu Padmo. Foto: IG Warung Ijo Bu Padmo

Dalam perkembangannya terkadang beberapa bahannya dapat disubstitusi, seperti penggunaan daging kambing atau kacang tanah. Selain itu, saat dihidangkan brongkos juga lazim ditambahkan dengan cabe rawit untuk menambah cita rasa pedas di dalamnya.

Meski secara umum populer sebagai salah satu kuliner khas Yogyakarta, kadang kala brongkos bisa ditemukan pula di beberapa kota di Jawa Tengah, seperti Magelang dan Solo. Disinyalir, keberadaannya sebagai kuliner tradisional di kawasan tersebut sudah bertahun-tahun lamanya.

Bahkan, makanan ini disebut-sebut sebagai salah satu hidangan favorit mendiang Sri Sultan Hamengkubuwono IX, serta sang anak Sri Sultan Hamengkubuwono X. Brongkos juga kerap menjadi salah satu sajian santap siang atau malam bagi tamu-tamu Keraton Yogyakarta.

Maka menjadi tak begitu mengejutkan jika beberapa warung-warung penjaja brongkos yang banyak digemari ternyata sudah eksis sejak berpuluh tahun lalu. Seperti halnya Bronglos Warung Ijo bu Padmo yang sudah berjualan sejak 1950.

Warung ini terletak di kawasan pasar Tempel, yang berada persis di tepi perbatasan antara provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Mulanya, warung dapat ditemukan tak jauh dari kolong jembatan kali Krasak.

Masakan Brongkos shutterstock
Ilustrasi Brongkos komplit. Foto: shutterstock

Kala itu, warung tersebut berukuran kecil, dan berada persis di tepi jalan. Kini, untuk mengantisipasi jumlah pengunjung yang terus bertambah, serta akses parkir yang kurang memudahkan, akhirnya warung dipindahkan tak jauh dari area tersebut.

Namun, satu ciri khas yang tak dihilangkan adalah nuansa warung yang berwarna hijau. Dari luar, warung nampak mudah ditemukan dengan warna hijau mencoloknya, dan nuansa tersebut berlanjut hingga ke dalam interior warung.

Dari dinding, meja, bahkan hingga sekedar tutup toples untuk kerupuk dan berbagai pelengkap teman makan brongkos lainnya juga berkelir hijau. Sehingga tak heran, jika kebanyakan pelanggannya lazim memanggilnya dengan sebutan ‘warung ijo’.

Selain dari penampilannya yang unik, alasan mengapa brongkos warung ijo bu Padmo menjadi begitu dikenal tentulah karena brongkosnya yang begitu nikmat. Kuahnya berwarna coklat kehitaman nan pekat, dengan perpaduan rasa manis, gurih dan pedas yang amat menggoyang lidah.

Tak hanya itu, potongan daging sapi di dalamnya juga terasa sangat empuk, dengan rasa bumbu rempah yang begitu meresap. Kalau tak ingin daging, pengunjung juga dapat memilih isi lauk lain, seperti koyor dan babat, serta tentunya lauk brongkos lainnya seperti tahu dan telur rebus.

Dalam penyajiannya, brongkos warung ijo bu Padmo juga dapat disantap dengan tambahan makanan lain, seperti gudeg, sambal goreng krecek, oseng pete dan sayur pecel. Sebagai pelengkap, disediakan pula perkedel, tempe, rempeyek, emping dan berbagai jenis kerupuk.

Kini juga tersedia beragam pilihan sambal yang juga bisa dipilih sebagai pelengkap, seperti sambal udang dan sambal cumi. Jangan lewatkan pula beberapa pilihan minuman segar seperti es jeruk, es tape dan es limun temulawak.

Untuk mencapai dan menjaga cita rasa yang kini disukai banyak pelanggannya, brongkos warung ijo bu Padmo masih memasak dan menyiapkan makanannya dengan metode tradisional, seperti penggunaan tungku kayu bakar.

Kluwek shutterstock
Kluwek, salah satu bumbu utama brongkos. Foto: shutterstock

Metode itu terus dipertahankan, hingga kini usaha warung dijalankan oleh anak-anak bu Padmo. Terbukti, hingga kini warung terus dibanjiri oleh pengunjung, baik warga lokal penggemar brongkos, maupun wisatawan pecinta kuliner.

Dengan pilihan seporsi nasi brongkos yang cukup komplit tersebut, pengunjung bisa mendapatkannya dengan kisaran harga Rp 30 ribu-an. Beberapa pelengkap yang bisa diambil sendiri sesuai selera juga dihargai sekitar Rp 2 ribu.

Konsep warung yang unik, dan hidangannya yang menggugah selera, menjadikan brongkos warung ijo bu Padmo begitu legendaris dan terus banyak diminati. Sebuah cabang di kawasan jalan Magelang, tak jauh dari warung aslinya, kini juga dibuka untuk melayani lebih banyak lagi pengunjung.

Brongkos Warung Ijo bu Padmo buka setiap hari dari jam 07.00 hingga jam 18.00. Yang perlu diingat, kebanyakan pengunjungnya datang pada saat jam sarapan dan makan siang, sehingga terkadang dari jam 17.00 pun bisa saja warung sudah tutup karena laris manis.

Pun warung aslinya kini sudah pindah tempat dan menjadi warung berukuran lebih besar, tetap saja warung kerap dipenuhi pengunjung, terlebih pada akhir pekan dan hari libur. Maka tak ada salahnya mampir juga ke cabangnya yang tetap sama hijaunya dan sama nikmat brongkosnya.

Brongkos Warung Ijo Bu Padmo

Jl. Turi no. 10, Tempel, Yogyakarta

Jl. Magelang no. 18, Tempel, Yogyakarta

Instagram @brongkos_bupadmo

agendaIndonesia/Audha Alief Praditra

*****

Sambal ala Belitung, 4 Bisa Jadi Oleh-oleh

Sambal ala Belitung, ada yang berbahan ikan laut, terbentuklah rusip, calok, belacan. Selain itu ada pula yang berbahan tauco.

Sambal ala Belitung

Belitung tak hanya menjadi destinasi untuk menikmati pantai dengan batuan yang mengagumkan. Atau jejak-jejak kisah Laskar Pelangi seperti di layar lebar. Karena sebagaian wilayahnya berupa laut, turis akan menemukan oleh-oleh dengan bahan utama ikan laut yang bisa menjadi hidangan khas di meja makan. Meski ada juga yang terbuat dari kedelai. Beberapa nama tergolong unik, beberapa juga dibuat di daerah lain. Umumnya bisa menjadi diolah kembali dengan bahan lain yang membuat rasa hidangan menjadi lebih sedap, tapi rasanya mantap jika dijadikan sambal. Bisa ditemukan di pasar tradisional seperti pasar tradisional Hatta yang terletak di Jalan Hayati Maklum, Tanjung Pandan. Di pasar ini, dari ikan segar hingga olahannya terbesar di beragai kios. Adapun ragam bumbu sambal itu seperti di bawah ini.

Rusip dari Ikan Bilis

Bisa jadi bagi turis dari luar Belitung, baru mendengar nama yang satu ini. Rusip tak lain ikan teri atau masyarakat Belitung menyebutkan bilis yang diolah dengan cara fermentasi. Ikan bilis terlebih dulu dicuci, dibuang kepala dan kotorannya lalu ditiriskan. Setelah benar-benar kering diberi garam, dengan cara diremas-remas. Disimpan dalam wadah tertutup selama sehari. Kemudian beri gula merah yang sudah dicairkan.

Simpan lagi dalam wadah tertutup selama seminggu. Jika telah menghasilkan aroma khas dan agak sedikit asam, tandanya rusip sudah siap dikonsumsi. Anda bisa langsung menjadikan sambal yang dilengkapi dengan lalapan. Ada pula sambal rusip yang diolah terlebih dulu dengan menambahkan bawang merah, serai dan cabe rawit plus jeruk kunci khas pulau ini juga. Sajian ini tergolong penggugah selera makan bagi warga setempat. Selain itu, rusip bisa juga menjadi bumbu dalam berbagai  olahan, seperti sajian ikan. Rasa kuah ikan pun kian maknyus dengan tambahan rusip. Di toko oleh-oleh maupun pasar tradisional bisa ditemukan dalam botol plastik ukuran 200 ml seharga Rp 25 ribu.

Calok dari Udang Mini

Banyak dipajang di toko-toko oleh-oleh ataupun di pasar, yang satu ini juga menjadi hidangan khas di meja makan. Sama-sama diberi wadah botol transparan, hanya calok terlihat muncul dalam warna kemerahan karena terbuat dari udang kecil yang masih segar atau warga setempat menyebutkan udang cencalo alias rebon. Proses pembuatannya kurang lebih sama dengan rusip. Udang terlebih dulu dicuci bersih kemudian dibubuhi garam yang berfungsi  sebagai pengawet.

Calok sama halnya dengan rusip membikin selera makan meningkat. Dipadu dengan nasi ditambahkan lalapan seperti mentimun, tomat atau sayuran lain. Harga per botol dengan ukuran minuman 200 ml sekitar Rp 35 ribu.

sambal ala Belitung dibuat dari berbagai macam bahan. Bisa jadi alternatif oleh-oleh.
Sambal Ala Belitung mempunya bahan yang bermacam-macam, semuanya bisa dijadikan oleh-oleh. Foto: Rita N.-TL

Belacan Sijok

Terasi menjadi hasil olahan yang banyak ditemukan di daerah pesisir, demikian juga di provinsi Bangka Belitung. Di Kepulauan ini, terasi yang bisa diolah menjadi sambal atau menjadi penyedap berbagai sajian tersebut bisa dengan mudah ditemukan di toko oleh-oleh atau yang lebih beragam di pasar. Saya menemukan terasi dari Belitung maupun Bangka di toko oleh-oleh. Di Belitung yang terkenal terasi dari Desa Sijok dalam kemasan anyaman pandan.

Namun karena saya kemudian saya berbelanja di pasar, saya menemukan potongan besar terasi dalam warna khas keunguan. Olahan dari rebon segar itu tinggal dipotong-potong sesuai keinginan pembeli. Rasanya memang cukup tajam dan sedikit kasar ketimbang terasi yang telah dikemas rapih.

Bila tak mau repot, Anda pun bisa membeli sambal terasi yang siap saji. Sudah dilengkapi dengan cabe merah sehingga botol sambal ini terlihat merah menggoda. Per botol pada kisaran 25 ribu. Bisa ditemukan di toko oleh-oleh maupun di pasar.

Tauco Keledai Utuh

Seperti halnya terasi, tauco juga tak hanya dikenal dari satu daerah. Di Jawa Barat tauco Cianjur, tapi ada pula tauco Pekalongan, dan kemudian Medan dan Kalimantan. Di Belitung pun, tauco menjadi salah satu pilihan untuk olahan sambal atau dipadu dengan bahan makanan lain. Hanya terlihat berbeda dari tauco umumnya, meski Anda hanya melihatnya sekilas. Pada umumnya tauco, kedelai sudah tidak terlihat bentuk utuhnya alias sudah hancur, paling hanya beberapa potongan kecil yang tampak. Berbeda dengan tauco Belitung, kacang kedelai terlihat utuh dan warnanya tidak cokelat tua melainkan kekuningan.

Dalam pengolahannya sambal tauco dibuat encer dengan ditambahi bawang putih, cabe rawit, jeruk songkit, dan gula pasir. Tak hanya dipadu dengan nasi tapi juga menjadi sambal paduan untuk otak-otak. Tauco ini bisa ditemukan di pasar dan toko oleh-oleh, per botol pada kisaran Rp 25-30 ribu. l

agendaIndonesia/Rita N./TL

*****

4 Warung Sate Terpopuler di Ponorogo

Sate ayam Ponorogo merupakan makanan khas kota di Jawa Timur ini. Foto: shutterstock

Ini 4 warung sate terpopuler bagi pecinta kuliner sate, utamanya sate ayam khas Ponorogo. Kota yang terletak di wilayah barat daya provinsi Jawa Timur ini sudah kadung dikenal dengan kuliner sate ayamnya yang punya karakteristik unik dan punya banyak penggemarnya sendiri.

4 Warung Sate Terpopuler

Seperti bagaimana sate Ponorogo identik dengan potongan dagingnya yang cenderung tipis. Ini dikarenakan cara memotong daging ayamnya dengan cara diiris tipis atau fillet. Cara ini berbeda dengan sate ayam Madura, misalnya, yang dagingnya dipotong dadu atau lebih tebal. Disinyalir, metode ini membantu mengurangi kadar lemak di dalam daging.

Reog Ponorogo merupakan seni tari sejak abad 11. Foto: shutterstock
Ini 4 warung sate terpopuler di Ponorogo yang asyik dinikmati setelah nonton Reog Ponorogo. Foto shutterstock

Keunikan lainnya adalah proses marinasi daging saat akan disajikan. Sate Ponorogo dikenal dengan cita rasanya yang begitu gurih dan legit karena dagingnya direndam di dalam bumbu terlebih dulu sebelum dibakar. Dan saat proses pembakaran pun, daging akan terus dilumuri bumbu agar cita rasanya benar-benar meresap.

Bumbu kacangnya juga terbilang unik. Kalau sate pada umumnya disajikan menggunakan kecap atau bumbu kacang yang pekat dan kental, sate Ponorogo disajikan dengan bumbu kacang yang terbuat dari kacang tanah sangrai dan gula merah. Wujudnya terlihat lebih terang dari bumbu kacang umumnya, dengan tekstur lebih lembut dan rasa yang manis nan gurih.

Bahkan, begitu populernya kuliner sate di Ponorogo, hingga terdapat sebuah area di kota tersebut yang berisi deretan pedagang sate, bernama Gang Sate. Setidaknya dapat ditemui sekitar belasan warung sate yang kerap ramai pengunjung. Tak tanggung-tanggung, dalam sehari mereka bisa menjual ribuan tusuk sate, bahkan puluhan ribu tusuk sate saat akhir pekan dan hari libur.

Pun demikian, warung sate sejatinya bisa ditemui dengan mudah di hampir setiap sudut kota reog tersebut. Masing-masing dari mereka juga punya keunikan tersendiri, dan tak kalah ramai oleh pengunjung. Berikut ini adalah 4 warung sate terpopuer di Ponorogo dan kerap jadi rekomendasi.

  1. Sate Ayam H. Tukri Sobikun

Bisa dibilang, inilah salah satuy dari 4 warung sate terpopuler dan paling legendaris di Ponorogo. Usaha warung sate yang sudah dirintis sejak 1965 ini adalah salah satu yang tertua, dan juga yang termasuk turut mempopulerkan makanan ini sebagai kuliner khas Ponorogo. Lokasinya berada di area Gang Sate, tepatnya di Jalan Lawu nomor 43K.

Ini 4 warung sate terpopuler di Ponorogo, salah satunya Sate Sobikun.
Ini salah satu dari 4 warung sate terpopuler di Ponorogo, Sate Tukri Sobikun.

Warung sate ini terkenal dengan bumbu kacangnya yang khas, dengan rasa cenderung pedas manis. Ketika sate disajikan pun, bumbunya akan dipisah di dalam mangkok dalam porsi yang cukup banyak, sehingga pengunjung tak perlu khawatir kehabisan bumbu. Satenya juga tak kalah unik, karena potongan dagingnya cenderung lebih besar ketimbang umumnya.

Sate Ponorogo lazimnya juga hanya menyajikan potongan daging tanpa bagian kulit atau lemaknya. Tetapi, di warung ini pengunjung juga bisa memesan sate yang dicampur dengan bagian kulit dan lemak. Dalam seporsi sate berisi 10 tusuk, yang khusus daging saja harganya Rp 36 ribu, sementara yang campur dihargai Rp 38 ribu.

Tak cuma itu, sate buatan mereka diklaim tahan cukup lama untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh, sehingga kini mereka juga menyediakan paket sate isi 10 hingga 25 tusuk di dalam kotak, atau isi 30 tusuk ke atas di dalam besek bagi pengunjung yang ingin membawa oleh-oleh sate Ponorogo dari warung ini.

Buka dari jam 05.00 hingga 20.00, warung ini kerap sudah ramai dari pagi. Ada yang datang karena memang ingin makan di tempat, tapi ramai pula yang datang membeli untuk oleh-oleh. Maka jangan heran bila pelanggannya berkisar dari warga lokal, wisatawan, hingga figur publik sekelas presiden.

  • Sate Ayam Pak Mesiran

Sate Ayam Pak Mesiran, yang berada di jalan Gajah Mada nomor 11 juga termasuk satu dari 4 warung sate terpopuler di Ponorogo yang ikonik. Sudah berjualan sejak 2001, warung ini dikenal dengan satenya yang otentik dan nikmat, namun dengan harga yang bersahabat di kantong. Satu porsinya hanya dibandrol Rp 17 ribu saja.

Meski terhitung murah, namun sate yang disajikan tak pelit dengan porsi dagingnya yang banyak dan cukup besar. Tak hanya itu, pengunjung juga bisa memilih varian sate yang diinginkan sesuai selera, mulai dari sate daging ayam, sate kulit ayam, serta sate campur daging dan kulit.

Bumbu kacangnya juga terasa lembut dan creamy dengan cita rasa gurih, manis dan pedas yang berpadu nikmat. Ketika sate disajikan, akan disediakan pula bumbu terpisah di piring, sehingga tak perlu takut bumbunya kurang. Sate Ayam Pak Mesiran buka setiap hari dari jam 08.00 sampai 20.00.

  • Sate Ayam Pak Kisul

Tempat lain dari 4 warung sate terpopuler di Ponorogo lainnya yang unik dan menarik untuk dicoba adalah sate ayam pak Kisul, yang terletak di Jalan Barito nomor 30. Warung usaha keluarga yang sudah turun temurun hingga empat generasi ini buka dari jam 16.00 sampai 21.00, cocok untuk yang ingin berwisata kuliner di malam hari.

Sate ayam di sini agak sedikit berbeda, dari segi ukuran terlihat sedikit lebih kecil. Meski demikian, dagingnya tetap terasa empuk dan juicy. Dan yang lebih istimewa lagi, cita rasa bumbunya yang gurih dan pedas begitu terasa di lidah. Usut punya usut, kuncinya terletak pada metode marinasi yang dilakukan.

Setelah sate direndam di dalam bumbu marinasi, sate kemudian dikeringkan terlebih dulu sebelum dimasak. Ini bertujuan untuk membiarkan bumbunya betul-betul meresap ke dalam dagingnya. Sensasi daging sate yang sudah termarinasi sedemikian rupa, dipadu dengan bumbu kacang yang lebih kental serta kecap, semakin menambah unik sate di warung ini.

Dan semua keunikan itu hanya perlu ditebus dengan harga yang ringan di kantong. Satu porsi sate ayam di warung ini hanya dihargai Rp 12 ribu saja. Tak mengherankan jika selain menjadi salah satu wisata kuliner malam hits di Ponorogo, banyak pula yang menyambangi warung ini dari sore hari untuk sekedar nongkrong sambil menyantap sate.

Sate Ayam Ponorogo shutterstock
  • Sate Ayam Pak Imun

Bicara soal kuliner malam di Ponorogo, maka tak bisa melewatkan sate ayam pak Imun, satu dari 4 warung sate terpopuler  dan salah satu ikon kuliner malam kota reog itu. Bahkan, sejatinya tidak perlu menunggu malam untuk bisa datang ke sini, karena warung sate yang bertempat di Jalan Soekarno-Hatta nomor 240 ini buka 24 jam setiap harinya.

Sate di sini terbuat dari daging ayam kampung pilihan, yang menjadikannya terasa lebih empuk, padat dan juicy. Potongan dagingnya pun terbilang besar-besar, diiris memanjang dan pipih. Bumbu kacangnya juga khas, dengan tekstur lebih kental dan ditaburi dengan bawang goreng yang gurih nan renyah.

Tak lupa, sambal pedas nan segar yang terbuat dari cabe rawit, bawang merah, bawang putih dan tomat yang turut melengkapi. Dan sebagai pasangannya, pengunjung bisa memilih mau dengan nasi, lontong atau ketupat. Adapun harga satu porsinya berkisar dari Rp 22 ribu sampai 25 ribu.

agendaIndonesia/audha alief praditra

—–

Bodhi dan Pagoda 45 Meter di Watugong

Pesona Bodhi dan Pagoda Setinggi 45 Meter di Watugong, Semarang

Bodhi dan Pagoda di Vihara Buddhagaya Watugong di Semarang diyakini penganut agama Budha sebagai salah satu vihara penting dalam penyebaran agama Buddha di pulau Jawa.

Bodhi dan Pagoda

Langit kelabu mulai menggelayut seakan bersiap menyambut senja. Semilir angin menampar dedaunan pohon Bodhi di pelataran Vihara Buddhagaya Watugong, yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, Semarang, Jawa Tengah. Meski memiliki batang pokok relatif pendek, pohon bernama latin Ficus religiosa itu memiliki banyak dahan dan ranting serta berdaun lebat. Usianya diperkirakan lebih dari 80 tahun!

Oey Poen Kiat, pemandu wisata yang menemani saya, mengatakan pohon Bodhi itu boleh dibilang merupakan situs sejarah. Menurut dia, pohon tersebut dibawa langsung dari Sri Lanka oleh seorang biksu bernama Narada. “Narada Mahatera datang ke Indonesia membawa dua pohon Bodhi pada 1934. Keduanya ditanam di kawasan Borobudur, Magelang. Namun, pada 1955, salah satu pohon dibawa dan ditanam di halaman Vihara Buddhagaya ini,” ujar Oey tentang pesona Bodhi dan Pagoda.

Dalam agama Buddha, Oey menyebutkan, pohon ini dipercaya sebagai tempat Sang Buddha Gautama bermeditasi dan memperoleh pencerahan agung. Mungkin, karena itu pula, di bawah pohon terdapat patung Buddha berwarna emas yang tengah bersila. Pria berusia 65 tahun itu juga meyakini Vihara Buddhagaya Watugong merupakan vihara pertama yang menyebarkan agama Buddha di Pulau Jawa, setelah kejatuhan Kerajaan Majapahit.

Pesona Bodhi dan pagoda setinggi 45 meter di Vihara Watugong, Semarang, jawa Tengah.
Pesona Bodhi dan pagoda di Vihara Buddhagaya Watugong, Semarang, Jawa Tengah. Foto: N. Dian/TL

Tak jauh dari pohon Bodhi, menjulang PagodaAvalokitesvara. Pagoda ini memiliki warna cerah yang menyita perhatian. Yang menarik, pagoda dibuat tujuh tingkat untuk melambangkan makna bahwa seorang pertapa akan mencapai kesuciannya pada tingkat ketujuh. Bagian dalam pagoda berbentuk segi delapan dengan ukuran 15X15 meter. Tingginya disebut mencapai 45 meter.

Tingkat satu menjadi tempat bersembahyang. Di tingkat 1 ini, terdapat pula patung Kwan Im Po Sat, yang tingginya sekitar 5,1 meter. Mulai tingkat kedua hingga keenam dipasang patung Dewi Welas Asih, yang menghadap empat penjuru mata angin. Hal ini bertujuan agar Sang Dewi memancarkan kasih sayangnya ke segala arah. Sedangkan pada tingkat ketujuh, terdapat patung Amitaba, yakni guru besar para dewa dan manusia.

Di puncak pagoda terdapat stupa untuk menyimpan relik mutiara Sang Buddha. Namun sayangnya, pengunjung tidak dapat ke puncak pagoda karena tidak disediakan tangga untuk mengakses puncaknya. Patung di pagoda yang disebut juga sebagai Pagoda Metta Karuna, yang berarti pagoda cinta dan kasih sayang, itu berjumlah 30 buah.

Pembangunan pagoda, diperkirakan Oey, berbarengan dengan ditanamnya pohon Bodhi. Kemudian direnovasi pada 2006. Pagoda Avalokitesvara, yang identik dengan perpaduan warna merah dan kuning khas bangunan Cina, diresmikan pada tahun yang sama oleh Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) sebagai pagoda tertinggi di Indonesia.

Bukan hanya bangunan pagoda yang mempunyai daya tarik, keberadaan dua gazebo yang mengapit di kanan dan kiri bangunan yang digunakan untuk tambur dan lonceng juga memikat. Sama memikatnya dengan patung Buddha tertidur di samping bangunan pagoda. Ya, Pagoda Avalokitesvara memang bisa dikatakan sebagai ikon dari kawasan Vihara Buddhagaya Watugong Semarang, yang berdiri di atas lahan seluas 2,25 hektare.

Selain Pagoda Avalokitesvara, bangunan lain yang mencolok di kawasan hijau dan asri ini adalah Vihara Dhammasala. Lokasinya tak jauh dari pagoda, dibangun pada 1955. Terdiri atas dua lantai, bentuknya segi empat. Di dalamnya terdapat patung Buddha berlapis emas dengan ukuran besar.

Sebelum memasuki Vihara Dhammasala, pengunjung sebaiknya mengikuti ritual khusus, yakni menginjak relief ayam, ular, dan babi, yang ada di lantai pintu masuk. Relief-relief ini memiliki arti khusus. Ayam melambangkan keserakahan, ular melambangkan kebencian, dan babi melambangkan kemalasan. “Melalui ritual ini, diharapkan umat yang beribadah dapat menghilangkan ketiga karakter yang ada di badan setiap manusia, hingga pada akhirnya bisa masuk surga,” Oey menjelaskan.

Semua unsur di bangunan ini memiliki makna, termasuk dinding sekeliling vihara. Dindingnya dihiasi relief Paticca Samuppada, yang menceritakan tentang proses hidup manusia, dari mulai lahir hingga meninggal. Selain sebagai tempat ibadah, vihara merupakan tempat untuk melakukan kegiatan sosial. Di kompleks vihara, ada satu bangunan yang digunakan sebagai kegiatan belajar masyarakat setempat. Ada pula taman membaca yang dapat dipakai untuk semua agama.

Di area ibadah ini juga terdapat penginapan. Terbuat dari kayu dan bentuknya seperti rumah panggung. Biasanya dijadikan tempat tinggal pengunjung vihara saat ada acara-acara keagamaan.

agendaIndonesia/Andry T./N. Dian/TL

Patio Venue dan 19 Jenis Piza: Asin-Manis

Patio Venue di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan menawarkan casual dining dengan hidangan Italia dan pilihan piza yang berlimpah. Tadiya menjadi alternatif berkumpul keluarga. Saat ini di tengah pandemi, hanya menerima take out.

Patio Venue

Pagar tembok dan pepohonan rindang seperti menyembunyikan Patio Venue Jakarta yang terletak di Jalan Wijaya XIII Nomor 45 ini. Ketika melewati dinding temboknya  yang dibiarkan kasar itu, baru lah saya menemukan  bangunan dengan dinding-dinding kaca dan taman-taman kecil dengan kolam ikan koi.  Terasa keteduhan mendominasi.

Ketika melangkah masuk, lantai kayu dan warna cokelat pada kursi, serta bagian piza dan bar pun menyemburkan suasana hangat. Suasana khas sebuah rumah. Saya memilih pojok yang terang, dekat dinding kaca dengan taman kecil. Melirik pembakaran piza di salah satu pojok, saya pun sudah bisa menebak, piza lah yang menjadi menu utama di restoran, yang berada di bawah bendera Plataran Indonesia, ini. Ehmm… siapa takut dengan piza tipis renyah untuk makan siang yang santai seperti ini?

Di sebelah saya, meja menjadi ajang kumpul empat ibu Jepang berusia 40 tahunan. Di depan saya, Theresa Yudistira, Corporate Marketing Communications Manager Plataran Indonesia menjadi rekan makan siang kali ini. Ia pun bertutur tentang Patio yang semula merupakan venue atau area yang disewakan untuk acara atau pesta. Tahun 2014, Patio beroperasi sebagai restoran dengan menu khas Italia dan label Patio Tortaria & Pizzeria. Saya masih menemukan nama tersebut terpahat pada tembok kecil di depan restoran.

Sajian Italia dipilih karena menurut Theresa memiliki rasa asam dan pedas yang akrab dengan lidah lokal. Lantas, Oktober lalu, restoran pun berubah konsep menjadi casual dining. Menu piza dari tujuh jenis ditambah menjadi 19 pilihan. Kemudian, ditambahkan pula camilan, seperti chicken wings. Selain itu, setiap Rabu malam, pada pukul 19.00-22.00, tampil grup semi akustik  Lalahuta dengan tembang-tembang Top 40’s.

Sungguh menjadi malam yang hangat ditemani salad, piza, pasta, atau steak. Piza, sebagai menu dengan pilihan terbanyak, disajikan dalam olahan orisinal, kombinasi, hingga dibuat manis. Salah satu unggulanya adalah pizza confungi, yang terdiri atas dua jenis jamur dan permukaannya diselimuti keju. Tapi, piza seharga Rp 99 ribu itu memunculkan rasa jamur yang dominan. Bagi yang doyan keju, bisa memilih quatrro fromaggi yang memadukan empat jenis keju. Lantas, piza tanpa daging merupakan sajian spesial untuk vegetarian. Ada pula piza yang dibubuhi bebek atau daging dan sejumlah ikan laut.

Selain itu, ada beragam pasta, seperti capelli d’Angelo all’Aragosta, yakni sajian pasta jenis angel hair dengan lobster, bawang putih, dan potongan cabe seharga Rp 99 ribu. Tapi, saya mencicipi linguine primavera seharga Rp 149 ribu. Sajian ini diberi tanda dua cabe di buku menu, tanda makanan berasa pedas. Udang menjadi hiasan di bagian atas dan tomat cherry bertaburan memberi warna segar. Selain itu, juga terselip potongan cabe yang membuat lidah sedikit terbakar.

Bagi yang tidak doyan gurih dan asin, ada pula piza yang manis, di antaranya diberi nama tutti fruit, yang mencampurkan buah kiwi, stroberi, jeruk, peach, dan alpukat. Piza ini seharga Rp 69 ribu. Ada juga rasa tiramisu dan chocolato banana, tak ubahnya seperti hidangan cuci mulut yang tertera di menu. Ada juga tiramisu, panna cotta, cassata, dan tentunya tartufo bianco, yang saya cicip hangat-hangat dengan bagian dalamnya berupa cokelat putih yang meleleh.

Restoran dengan area pemanggangan piza yang terbukaini berkapasitas 120 orang. Biasanya, restoran  ramai dikunjungi saat malam hari dan akhir pekan. Pesta keluarga, arisan, hingga pertemuan bisnis pun kerap digelar di sini. Ada tiga ruang privat berkapasitas 6-20 orang. Dua ruang bisa dibuka sekatnya, hingga kapasitasnya bisa mencapai 20 tempat. Tiap ruang menghadap ke kolam koi. Dua di antaranya menyuguhkan dinding-dinding dengan hiasan tanaman anggrek.  Bagian tengah, restoran bisa dijadikan satu area khusus  dengan kapasitas 80 orang.

Karena pemilik menargetkan pangsa pasar 30 tahun ke atas, ketika ruangan penuh dengan tamu pun, keriuhannya berbeda dengan tempat yang digandrungi anak muda. Meski demikian, ada juga anak muda yang datang.  Hanya, restoran ini tidak ditujukan untuk nongkrong. “Bar hanya menjadi pelengkap,” ujar Theresa.  l

Patio Venue Jakarta ; Jalan Wijaya XIII no 45; Kebayoran Baru; Jakarta Selatan

Operasional; Pukul 11.00-23.00 (Saat kondisi normal, sebelum kejadian pandemi)

*****

Patio Venue, salah satu resto di bawah bendera Plataran, perusahaan yang berkecimpung di bidang pariwisata.
Patio Venue di bawah kelompok The Plataran. Foto: istimewa.

Dari Resto hingga Kapal Pesiar

Patio Venue merupakan salah satu restoran yang berada di bawah bendera Plataran. Perusahaan ini berkecimpung di bidang pariwisata, mulai dari resor, kapal pesiar, restoran, hingga aktivitas ekowisata. Propertinya tersebar di beberapa kota. Misalnya  di bawah Plataran Hotels & Resorts ada  Plataran Puncak, Plataran Borobudur, Plataran Canggu Bali, Plataran Ubud, Plataran Menjangan, dan Plataran Komodo.

Sedangkan, kelompok venue and dinings terdiri atas Plataran Dharmawangsa dan  Patio Venue di  Jakarta. Ada pula The View Restaurant di  Munduk, Bedugul, Bali. Kemudian, Stupa Restaurant di Magelang serta Atlantis Beach Club di Labuan Bajo, Flores. Juga ada Plataran Private Cruises di  Flores dan Menjangan Bali. Saat ini, tengah dikembangkan juga resor di Bromo dan Sumba.

agendaIndonesia/Rita N.

Brunch Saat di Bali, 5 Yang Menggoda

Brunch saat di Bali, pilihan makan di saat nangung

Brunch saat di Bali ketika sedang menikmati liburan rasanya hal yang biasa. DI manapun orang sedang berlibur, mereka biasanya memang mengoptimalkan waktu untuk bersantai, leha-leha, atau menggunakan waktu untuk kegiatan hore-hore. Berenang, menyelam, mengunjungi spot-spot menarik, atau sekadar berkumpul bersama teman.

Brunch Saat di Bali

Bukan rahasia jika saat liburan orang memilih tidur lebih lama, atau bangun lebih siang karena menghabiskan malam lebih larut. Dalam situasi seperti itu, sering makan pagi terlewatkan, namun makan siang belum waktunya.

Pada situasi itu, orang memanfaatkan brunch, ini gabungan breakfast dan lunch. Waktunya biasanya antara pukul 9 hingga 11 pagi. Pada jam seperti itu, biasanya menu sarapan di hotel sudah tidak terlalu lengkap. Atau, kadang menu sarapan yang disediakan hotel terlalu standar.

Di Bali, rasanya banyak tempat yang bisa dipilih untuk menikmati sarapan kesiangan atau makan siang kepagian alias brunch saat di Bali. Bisa sambil menikmati pemandangan terasiring sawah, atau debur gelombang laut. Berikut beberapa alternatif yang bisa dipilih.

Makan Sehat di Nude

Liburan sambil tetap menjaga kesehatan? Ada pilihan bagus di Canggu Bali. Tepatnya di Jalan Pantai Berawa. Ini bisa menjadi pilihan untuk mereka para vegan dan vegetarian. Juga ada pilihan menu bagi mereka yang menghindari makanan yang mengandung gluten.

Beberapa menu andalan yang bisa dipilih seperti  smoked salmon baget, the nude omelette, naught nude big brekky, crispy duck pancake, atau yellowfin salad. Semua dengan harga yang masuk akal. Rata-rata menu berada di kisaran Rp 40 ribu–70 ribu.

Nude Canggu, Jl. Pantai Berawa No. 33, Tibubeneng, Bali

brunch saat di Bali menjadi pilihan jam makan ketika sedang liburan.
Menu brunch yang menggoda di Sisterfields, Bali. Foto: Ist. sisterfields

Sarapan Ala Australia

Resto ini membawa café culture Australia. Ia melayani pengunjung sejak breakfast, brunch, lunch, hingga makan malam dan menjadi salah satu favorit wisatawan mancanegara. Bergaya butik café ala negeri kangguru itu dengan ruang makan terbuka, membuat banyak wisatawan merasa nyaman di sini.

Banyak menu makanan seperti salad, pastry, dan sandwich yang cocok untuk jam-jam makan yang nanggung. Tidak berat tapi cukup mengenyangkan sebelum jalan menuju lokasi wisata. Chilli scramble atau eggs benedict-nya layak dicoba. Soal yang perlu diperhatikan, karena umumnya pelanggan wisatawan asing, resto ini menyediakan masakan non-halal.

Sisterfields, Jalan Kayu Cendana Nomor 7, Seminyak, Bali

Brunch saat di Bali karena orang memanfaatkan waktu untuk liburan.
Menu lengkap bergaya tradisional dengan penyajian yang menggoda selera. Foto: Ist Biku

Nuansa Tradisional dan Eropa

Untuk mereka yang mencari masakan tradisional dengan tampilan klasik dan gaya eropa, bisa memilih brunch di Biku. Resto ini sendiri berada di sebuah bangunan joglo kuno yang konon berusia sekitar 150 tahun dan langsung dibawa dari Jawa. Suasananya sangat hangat dan membuat orang langsung betah. Menunya sangat beragam namun yang spesial adalah sajian teh-nya. Ada aneka pilihan teh, mulai dari teh Jawa, India, hingga dari Cina.

Tak hanya untuk menikmati teh, Biku juga menyajikan aneka menu yang cocok untuk brunch saat di Bali. Jika mampir ke sini bisa dicicipi mulbery pie, wagyu stek sandwich, poke bowl, atau Vietnamesse spicy chicken wings. Meski bergaya resto, harga makanan di sini cukup ramah di kantong.

Biku, Jalan Petitenget No. 888, Kerobokan, Bali

Pasta Untuk Brunch

Meskipun bukan resto atau café yang mengkhususkan diri untuk masakan Italia, cobalah brunch saat di Bali dengan pilihan pasta di resto Kinuwa ini. Resto ini sesunguhnya memiliki pilihan terlengkap, mulai dari pastry, pasta, salad, soup, smoothie, eggs dan toast. Di sini juga ada menu untuk vegan dan vegetarian.

Tapi seperti di sebut di muka, jika mampir di sini, cobalah mencicipi sajian pasta dan pizza nya. Pilihan bisa jatuh pada spaghetti Sicilian, Dialova Pizza, atau Manggo Bowl. Jika ingin yang lebih berat, bisa dipilih grilled chicken breast, grilled striploin, atau grilled mahi-mahi fish.

Harga untuk brunch di sini cukup ramah kantong. Makanan dipatok mulai dari Rp 50 ribu-70 ribu. Sedangkan minuman mulai Rp 30 ribu.

Kinuwa, Jalan Raya Batu Bolong No. 55, Canggu, Bali

Brunch saat di Bali bisa memilih tempat yang terbuka seperti di Nook.
Brunch dengan pemandangan sawah. Foto: Ist. Nook

Brunch Di Ruang Terbuka

Ini pilihan untuk mereka yang ingin sarapan atau makan siang di tempat yang terbuka. Bertempat di Jalan Umalas, Kerobokan, Nook memberikan tempat makan luar ruang yang asri, dan bernuansa alam. Tempatnya luas dan banyak spot yang instagramable.

Makanan favorit di tempat ini adalah smoothie bowl, sandwich dan burger. Jika sedang diet di sini juga ada pilihan menunya. Ada juga juice aneka buah yang segar disruput di udara terbuka. Harga makanan di sini memang agak lebih tinggi, mulai dari Rp 70 ribu hingga Rp 150 ribu.

Nook, Jalan Umalas 1 No. 3, Kerobokan Kelod, Bali

Sudah siap dengan agenda liburan lagi setelah kondisi pandemi agak mereda? Ayo main ke Bali.

agendaIndonesia

****

Nikmatnya 3 Menu Ikan Tuhuk di Krui

Nikmatnya 3 menu ikan tuhuk saat berkunjung ke Kriuk di Kabupaten Lampung Barat. Tuhuk tak lain adalah ikan marlin, ukurannya bisa mencapai  40 kilogram dan dagingnya diolah menjadi beragam sajian.

Nikmatnya 3 Menu Ikan Tuhuk

Bila melintasi Pulau Sumatera dengan menyisir sisi barat, ada daerah pesisir yang akan dilalui dan banyak diburu para peselancar, yakni Kabupaten Krui. Di kota yang semula bagian dari Kabupaten Lampung Barat ini, ada destinasi wisata yang cukup dikenal, bahkan hingga ke mancanegara, yakni Tanjung Setia. Di kawasan ini, deretan home stay  diisi para peselancar dari berbagai benua, yakni Benua Australia, Asia, Amerika, hingga Eropa.  Nah, selain pilihan restoran di masing-masing home stay,  mengisi perut di seputar Pasar  Krui pun bisa jadi pilihan.

Tak jauh dari Dermaga Krui, ada dua restoran yang bisa dituju untuk mencicipi sajian khas ikan, yakni setuhuk atau tuhu. Ikan yang dimaksud adalah ikan marlin. Hanya, mengingat ada dua jenis, yakni blue marlin dan black marlin, bila melihat hasil tangkapan para nelayan, yang dimaksud adalah black marlin. Ikan berparuh panjang ini dikenal dengan dagingnya yang lembut. Di Pasar Krui, yang tak jauh dari dermaga, ikan dijual dengan variasi harga, tergantung musimnya.

Salah satu staf di Rumah Makan Uncu Rina, yang berada di samping Kantor Bupati Krui, menyebutkan bila sedang musim, harga ikan tuhuk sekitar Rp 40 ribu per kilogram. Namun, saat ikan setuhuk sulit didapat, harga bisa melambung hingga Rp 90 ribu per kilogram. Para pendatang maupun turis dipastikan mencari sajian ikan setuhuk bila mampir ke Krui. Sajian yang dicari beragam, baik yang berupa sate maupun yang diolah menjadi pindang.

Sate Tuhuk

Tampilannya memang seperti sate pada umumnya. Ada daging yang ditusuk dan sepintas tidak jauh berbeda dengan sate ayam karena daging ikan tuhuk tertutup bumbu kacang yang dihaluskan. Baru terasa berbeda ketika tusuk sate itu masuk ke mulut. Daging yang telah dipotong-potong terasa begitu lembut. Berbeda sekali saat kita mengunyah daging sate jenis lainnya, seperti ayam, kambing, dan sapi. Bahkan, lebih lembut dari daging kelinci.

Potongan ikan tuhuk seperti meluncur di tenggorokan. Karena berbahan ikan segar, sudah pasti tidak ada aroma manis atau aroma lainnya. Proses pembakarannya tidak selama sate pada umumnya. Cukup 15 menit, sate pun sudah siap disantap. Sate disajikan dengan guyuran bumbu kacang dan kecap. Tersedia 10 tusuk sate per porsi dengan harga sekitar Rp 15 ribu.

RM Pondok Kuring; Pekon Serai, Pesisir Tengah; Krui

Nikmatnya 3 menu ikan tuhuk di Krui, Lampung Barat. Salah satunya sop ikan tuhuk.
Nikmatnya 3 menu ikan tuhuk di Krui, Kabupaten Lampung Barat, di antaranya sop ikan. Foto: Dok. A. Probel-TL

Sop Ikan Tuhuk

Ikan tuhuk tak hanya disajikan dalam olahan sate.  Seperti umumnya daerah Sumatera, ikan marlin pun diolah berupa sop, yang bening, tapi wangi karena taburan daun bawang dan bawang goreng. Ikan diberi tambahan sayuran, seperti wortel yang dipadu dengan sepiring nasi. Paling pas disantap saat masih hangat. Hanya sebaiknya, ikan disantap saat langit di Krui mulai gelap. Apalagi saat angin laut sudah mulai berputar-putar di sekitarnya.

Seporsi sop ikan tuhuk dipatok dengan harga Rp 10 ribu. Sop ini menjadi salah satu sajian yang ditawarkan rumah makan Uncu Rina. Rumah makan yang berdiri sekitar tujuh tahun lalu ini dikelola oleh satu keluarga. Seperti beberapa rumah makan di Krui, unggulannya tentu olahan dari ikan tuhuk meski saat musim angin barat datang, jenis ikan ini lebih sulit diperoleh.

RM Uncu Rina

Pasar Krui

Krui

Pindang Menyegarkan

Tidak jauh dari daerah Sumatera Selatan yang terkenal dengan olahan pindang ikan, Lampung pun menawarkan kesegaran khas yang sama. Bahkan, dengan hasil para nelayan berupa ikan tuhuk, suguhan khas ketika ke Krui pun berupa pindang ikan tuhuk. Tampilannya seperti umumnya olahan pindang. Kuah berwarna kecokelatan dipadu dengan potongan cabe dan daun kemangi. Potongan ikan tuhuk berwarna putih dan berukuran cukup besar pun langsung menggoda.

Rasa asam dari buah asem, serta wangi serai dan kemangi membuat pindang dengan daging ikan yang lembut, menyegarkan saat disantap siang hari. Satu piring nasi habis tanpa terasa. Per porsi sajian pindang ini dipatok dengan harga sekitar Rp 20 ribu.

RM Uncu Rina

Pasar Krui

Krui

agendaIndonesia/Rita N./A. Probel

4 Kuliner Halal Terpopuler di Pontianak

Choipan atau caikue yang terkenal di Pontianak. Foto shhutterstock

Ini 4 kuliner halal terpopuler di Pontianak, Kalimantan Barat. Kota ini dikenal sebagai salah satu kota besar di Indonesia dengan perpaduan dan keragaman budaya yang sangat menarik. Hal ini disebabkan oleh demografi di ibu kota Kalimantan Barat tersebut, di mana mayoritas warganya terbagi menjadi setidaknya empat kelompok besar, yakni kaum Dayak sebagai pribumi serta kaum Tionghoa, Jawa, dan Melayu sebagai pendatang.

4 Kuliner Halal Terpopuler di Pontianak

Kondisi tersebut disinyalir terjadi akibat gelombang migrasi besar-besaran pada abad 18. Ketika itu, kerajaan-kerajaan di sekitar area Kalimantan Barat merekrut banyak tenaga kerja dari luar wilayah mereka untuk sektor pertambangan dan pertanian. Mereka yang datang kemudian betah dan membentuk komunitas besar yang berdomisili di area ini, hingga sekarang.

Pontianak Tugu Khatulistiwa
Tugu Katulistiwa sebagai ikon kota Pontianak yang perlu dikunjungi selain menikmati 4 kuliner halal terpopuler.

Dari situ, budaya para pendatang saling berbaur dengan budaya warga setempat dan bermanifestasi menjadi beberapa hal, tak terkecuali kulinernya. Bahkan, bisa dikatakan bahwa banyak kuliner khas kota khatulistiwa itu yang berasal dari budaya kuliner etnis Tionghoa. Lebih unik lagi, dari kuliner yang populer tersebut ternyata tidak semuanya halal.

Padahal, Pontianak dulunya berawal dari sebuah kerajaan Islam, dan hingga kini pun mayoritas warganya muslim. Oleh sebab itu, perlu jadi pertimbangan bagi wisatawan muslim untuk mengetahui apa saja destinasi kuliner di Pontianak yang halal untuk dicoba. Ini adalah beberapa di antara 4 kuliner halal terpopuler di Pontianak.

  1. Mie Tiaw Apollo

Salah satu kuliner yang bisa dibilang cukup identik dengan Pontianak adalah mie tiaw, atau yang umumnya biasa disebut kwetiau. Makanan sejenis mie ini terbuat dari beras, dan biasanya berbentul pipih memanjang dengan tekstur yang lembut dan kenyal. Ia berasal dari budaya kuliner kaum Tionghoa dan lazim ditemukan di restoran masakan Tiongkok.

Mie Tiau Pontianak shutterstock
Mie Tiau atau kwetiau Pontianak satu dari 4 kuliner halal terpopuler. Foto: shutterstock

Namun, yang membedakan mie tiaw di Pontianak dengan kwetiau yang sering dijumpai pada umumnya adalah cita rasanya. Kwetiau biasanya cenderung bercita rasa manis, karena dimasak menggunakan kecap manis. Sementara mie tiaw Pontianak lebih bercita rasa asin dan gurih, karena menggunakan kecap asin. Terlepas dari kecapnya, ini satu dari 4 kuliner halal terpopuler di Pontianak.

Soal racikannya pun juga sedikit berbeda. Kalau kwetiau umumnya diracik dengan daging ayam atau lauk seafood seperti udang dan sebagainya, mie tiaw ala Pontianak kerap disajikan dengan daging sapi. Bahkan di Mie Tiaw Apollo, isiannya juga meliputi olahan sapi lainnya seperti urat, babat, kikil, babat, dan usus. Tak ketinggalan pula di dalamnya sayur sawi, taoge dan telur.

Mie tiaw kemudian disajikan dengan tiga pilihan, baik dengan digoreng, direbus atau langsung disiram dengan kuah panas. Untuk yang goreng dan rebus harganya Rp 37 ribu, sementara yang mie tiaw siram dihargai Rp 45 ribu. Ada pula pilihan mie tiaw biasa tanpa topping daging seharga Rp 17 ribu.

Meski hanya berupa warung sederhana, namun Mie Tiaw Apollo hampir tak pernah sepi pengunjung. Pun demikian, warung yang sudah berjualan sejak 1968 itu tidak pernah buka cabang lain selain warung aslinya di jalan Patimura nomor 63. Walaupun tak jauh dari situ ada warung mie tiaw lainnya dengan nama serupa, ternyata memang bukan cabangnya.

Walaupun konon katanya, warung tersebut milik bekas pegawai Mie Tiaw Apollo yang pecah kongsi dan memutuskan membuka warung sendiri. Apapun itu, bagi yang ingin mencoba Mie Tiaw Apollo yang asli, jam bukanya dari jam 13.30 hingga 00.45. Bisa jadi pilihan yang menarik bagi wisatawan yang ingin berburu kuliner malam di Pontianak.

  • Pondok Kakap

Kuliner Pontianak lainnya yang populer di kalangan warga lokal dan wisatawan adalah masakan seafood. Pondok Kakap, yang berada di Jalan Ismail Marzuki nomor 33A, merupakan satu dari beberapa restoran seafood populer di sana. Restoran bernuansa elegan dan premium ini cocok untuk tempat bersantap bersama keluarga, serta bisa jadi venue untuk acara ulang tahun, pernikahan dan sebagainya. Ini satu dari 4 kuliner halal terpopuler di kota ini.

Menu yang jadi andalan di sini meliputi kepiting asap, kepiting saus tiram, ikan kakap asam pedas, ikan bawal putih stim, ragam pilihan dimsum, dan lain lainnya. Satu menu yang unik dan langka adalah ikan salju, yaitu ikan yang hidup di area perairan Antartika yang dingin. Aromanya tidak begitu amis, agak mirip seperti susu dan tekstur dagingnya yang begitu halus.

Selain menunya yang beragam, harganya yang cukup reasonable juga menjadi daya tarik. Untuk harga ikan tergantung dari bobotnya, seperti ikan kakap yang dihargai Rp 23 ribu per ons, atau ikan bawal putih yang harganya Rp 45 ribu per ons. Begitu pula kepiting, yang harganya Rp 220 ribu per porsi, namun jika ingin kepiting berukuran lebih besar maka akan ada tambahan biaya dari Rp 35 ribu sampai 37,5 ribu, tergantung ukurannya.

Restoran ini juga menawarkan fasilitas private room alias ruang makan privat, khususnya bagi yang hendak makan bersama keluarga atau rombongan tertentu. Fasilitas tersebut terdapat di area lantai dua dan tiga, tentu dengan reservasi terlebih dulu.  Pondok Kakap buka setiap hari dari jam 09.30 hingga 21.00.

  • Chai Kue Panas Siam A Hin

Chai kue, atau yang juga dikenal dengan nama choi pan, merupakan kudapan khas etnis Tionghoa yang begitu terkenal di Pontianak. Dalam dialek Hakka, choi pan kurang lebih artinya “kue berisi sayuran”. Penampilannya sekilas mirip seperti dimsum, dengan isian kucai, bengkoang, talas dan terkadang potongan daging ayam, udang atau jamur di dalamnya.

choipan Pontianak prasmanan com
Ilustrasi Choipan atau cai kue, satu dari 4 kuliner halal terpopuler di Pontianak. Foto: milik prasmanan.com

Umumnya, kudapan ini disajikan dengan cara dikukus, walaupun belakangan muncul pula varian chai kue yang digoreng. Setelah dikukus, chai kue ditaburi dengan bawang goreng, dan dimakan dengan saus mirip sambal. Cita rasanya terbilang unik, sensasi gurih pedas yang berbeda dari dimsum atau kue basah lainnya.

Di Pontianak, tak sulit mencari kedai penjual chai kue. Dari sekian banyaknya, satu yang cukup populer dan menonjol adalah Chai Kue Panas Siam A Hin. Sesuai namanya, kedai ini terletak di satu sudut jalan Siam. Meski hanya berupa kedai sederhana, nyatanya animo pengunjung senantiasa besar, baik warga lokal maupun wisatawan.

Usut punya usut, chai kue buatan kedai ini dianggap sebagai salah satu yang terenak se-Pontianak. Kulitnya yang tipis terasa lembut, dengan isian yang segar nan gurih. Dalam seporsi chai kue, disajikan lima buah chai kue yang penyajiannya bisa dipilih, mau dikukus atau digoreng. Harga satuannya Rp 2 ribu per buah untuk yang kukus, Rp 3 ribu untuk yang goreng.

Selain itu, tersedia pula menu lain seperti siomay ayam dan udang, talam, kulit kembang tahu dan sebagainya. Sejatinya tempat ini satu dari 4 kuliner halal terpopuler di kalangan warga sebagai tempat nongkrong dan makan ringan, tetapi belakangan banyak juga wisatawan yang datang membeli untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Sebagai catatan, kedai ini tutup tiap hari Selasa dan buka dari jam 10.00 hingga 22.00.

  • Es Krim Angi

Bicara soal tempat nongkrong yang hits di Pontianak, kurang afdol jika tak menyebut es krim Angi yang begitu melegenda. Ini adalah 4 kuliner halal terpopuler di Pontianak. Sudah berjualan sejak 1950, es krim ini selalu ramai pengunjung, khususnya kala siang hari saat kota khatulistiwa ini sedang panas-panasnya. Karena lokasinya di jalan Karel Satsuit Tubun nomor 8 berhadapan dengan sekolah SMP dan SMA Petrus, maka terkadang ia juga dipanggil es krim Petrus.

Ada beberapa keunikan yang menjadi alasan kedai es krim ini begitu dicintai warga Pontianak dan diburu wisatawan pecinta kuliner. Pertama, penyajiannya begitu unik dan agak nyeleneh. Alih-alih menggunakan piring, mangkok atau gelas, es krim di kedai ini disajikan dengan menggunakan batok kelapa muda yang dibelah.

Tak hanya itu, pengunjung juga bisa memilih tambahan ekstra topping seperti cincau, jelly dan kacang merah. Biasanya topping akan dimasukkan terlebih dulu, baru kemudian es krim diletakkan di atasnya. Dalam satu batok kelapa pengunjung bisa memilih maksimal hingga tiga scoop es krim dengan pilihan rasa sesuai selera.

Pilihan rasa es krimnya sendiri meliputi coklat, vanilla, strawberry, green tea, durian, alpukat, nangka, ketan hitam dan cempedak. Sebagai catatan, es krim di sini tidak menggunakan pemanis artifisial dan pengawet, agar menjaga cita rasa yang otentik. Harga satu porsi dengan batok kelapa dihargai Rp 28 ribu.

Pun demikian, kini disediakan pula porsi satu cup berisi satu scoop es krim dengan harga Rp 16 ribu yang lebih ekonomis. Kalau ingin menambah topping akan dikenakan Rp 5 ribu per topping. Es krim Angi buka dari jam 08.00 sampai 21.00, namun bersiaplah untuk mengantri ketika sedang ramai-ramainya, utamanya saat siang di akhir pekan atau hari libur.

agendaIndonesia/audha alief praditra