Wisata Religi, Mengirim Doa Ke 9 Wali

Wisata Religi Demak ke Masjid Agung . Foto :shutterstock

Wisata religi banyak dilakukan umat muslim ketika memasuki bulan Ramadan. Salah satu yang kerap dilakukan umat muslim di Indonesia adalah melakukan perjalanan religi. Banyak yang beranggapan, dengan melakukan hal itu dapat memberikan ketenangan batin dalam diri.

Wisata Religi

Sekadar informasi, wisata religi dan wisata halal merupakan dua jenis wisata yang berbeda. Menurut Wapres Ma’ruf Amin. “Kalau mengunjungi masjid itu bukan wisata halal, itu namanya wisata religi. Kalau wisata halal itu mengunjungi wisata-wisata, semua wisata yang ada, destinasi wisata yang ada, cuma di destinasi itu ada layanan halal,” ucap Wapres Ma’ruf Amin.

Sedangkan wisata religi bisa diartikan sebagai destinasi wisata yang berhubungan dengan sejarah, tokoh, hingga tempat ibadah. Wisata ini memiliki banyak manfaat bagi mental dan spiritualitas seseorang. Mulai dari meningkatkan keimanan, menambah wawasan keagamaan, hingga menambah wawasan budaya dan sejarah suatu tempat.

Wisata Religi Masjid Kudus Shutterstock
Menara Kudus mejadi ikon dari kota ini. Foto: shutterstock

Perlu diingat kembali, perjalanan religi itu tidak hanya untuk umat muslim saja. Seperti yang kita ketahui, di Indonesia ada enam agama yang diakui: Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Setiap ajaran agama memiliki wisata religinya tersendiri.

Contoh, umat Buddha berwisata ke Candi Borobudur, Jawa Tengah. Sedangkan umat Hindu ke pura yang ada di Bali. Namun, bukan berarti jika wisatawan tidak menganut ajaran agama tersebut tidak bisa mengunjungi destinasinya.

Meski tidak sesuai keyakinan, wisatawan tetap bisa berkunjung dan belajar mengenal budaya dari setiap destinasi religi. Dengan kata lain, wisata religi ini juga dapat meningkatkan toleransi antarumat beragama di Indonesia. Namun, saat berkunjung kita harus tetap menghargai umat yang beribadah dan peraturan yang ada.

Menjelang Ramadan dan Idulfitri, umat Islam kerap melakukan perjalanan religi dengan mengunjungi berbagai masjid bersejarah, maupun makam para Wali Songo, dengan tujuan untuk berziarah dan meningkatkan keimanan. 

Wisata religi sambil berziarah ke makam para Wali Songo seakan menjadi sebuah tradisi yang kerap dilakukan umat muslim di Indonesia. Kesembilan makam para Wali ini tersebar di Pulau Jawa. Ada lima makam Wali di Jawa Timur, tiga makam di Jawa Tengah, dan satu makam di Jawa Barat. 

Selain mengunjungi makam-makam Wali Songo, berkunjung dan beribadah ke masjid-masjid juga merupakan bentuk wisata yang bisa dilakukan umat Islam di bulan Ramadan. Ada beberapa rekomendasi masjid bersejarah di Indonesia yang bisa wisatawan kunjungi untuk wisata religi.

Mulai dari Masjid Istiqlal (Jakarta), Masjid Agung Demak, Masjid Agung Sunan Ampel (Surabaya), Masjid Jogokariyan (Yogyakarta), Masjid Agung (Semarang), hingga Masjid Kuno Bayan Beleq (Lombok). 

Interior Masjid Sunan Ampel Surabaya
Masjid Sunan Ampel Surabaya

Tak hanya untuk meningkatkan kualitas ibadah di bulan Ramadan saja, wisata di masjid-masjid seluruh Indonesia juga bisa menjadi ajang berburu kuliner halal khas dari setiap daerah. Sebab, banyak masjid di berbagai daerah yang ramai dikunjungi wisatawan untuk ngabuburit saat Ramadan. Bahkan, ada beberapa menu khas yang hanya ada saat bulan Ramadan tiba.

Bulan Ramadan kerap dijadikan momentum untuk melakukan perjalan spiritual bagi umat Islam. Salah satu daya tarik wisata di Indonesia adalah ziarah ke makam Wali Songo. Hal ini dilakukan sebagai bentuk mengenang para teladan dalam mengajarkan dan menyebarkan ajaran Islam di Indonesia.

Bagi wisatawan yang ingin melakukan wisata religi ke makam Wali Songo, berikut ini lokasi makam para Wali yang selalu ramai dikunjungi para peziarah.

Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga merupakan tokoh yang sangat fenomenal karena berhasil menciptakan karakter-karakter baru pewayangan, seperti Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng. Selain itu, beliau juga menggubah tembang yang sarat akan muatan Islam, Kidung Rumeksa ing Wengi dan Lir-ilir. Jika ingin berziarah, makam Wali Songo ini berada di Desa Kadilangu, sekitar tiga kilometer dari Masjid Agung Demak.

Sunan Ampel

Bukti sumbangsih Sunan Ampel terhadap kemajuan Islam terlihat dari adanya Kesultanan Demak, berdirinya Masjid Agung Demak dan ajaran Moh Limo. Bagi Sobat Parekraf yang ingin ziarah ke Makam Sunan Ampel bisa datang ke Jalan Ampel Masjid No. 53, Kota Surabaya.

Sunan Drajat

Jika Sunan Ampel memiliki ajaran Moh Limo, Sunan Drajat berdakwah dengan ajaran Pepali Pitu. Salah satu tembang terkenal karya Sunan Drajat adalah tembang tengahan Macapat Pangkur. Makam Sunan Drajat berada di Desa Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa Timur.

Sunan Gresik

Terletak di Jalan Malik Ibrahim, Gresik, makam salah satu Wali Songo ini juga tidak pernah sepi peziarah. Kiprah Sunan Gresik dalam mengajarkan ajaran Islam terbilang cukup unik, karena memakai pendekatan budaya. Beliau berdakwah dengan cara mengajarkan masyarakat untuk bercocok tanam dan bertani.

Sunan Kudus

Jejak dakwah Sunan Kudus dapat dilihat dari desain arsitektur Masjid Agung Kudus, Jawa Tengah yang mirip dengan candi. Kini, peninggalannya tersebut kerap didatangi para peziarah untuk berdoa di masjid tersebut. Sekaligus berziarah ke makam Sunan Kudus yang dimakamkan di bagian belakang Masjid Agung Kudus.

Sunan Bonang

Wali Songo satu ini menyebarkan Islam dengan alat musik, yakni gamelan. Selain itu, Sunan Bonang juga mahir memainkan wayang, serta menguasai seni dan sastra Jawa. Untuk mengenang jasa Sunan Bonang dalam menyebarkan ajaran Islam, wisatawan bisa ziarah ke Makam Wali Songo yang ada di Desa Kutorejo, Tuban, Jawa Timur.

Sunan Muria

Jika ingin wisata religi ke makam Sunan Muria, pengunjung bisa mengunjungi lereng Gunung Muria, Kecamatan Colo. Sama seperti tokoh Wali Songo lain, Sunan Muria juga merangkul tradisi dan budaya setempat. Selama periode dakwahnya, beliau melahirkan karya berupa tembang yang diberi judul Sinom dan Kinanthi.

Sunan Giri

Makam Wali Songo, Sunan Giri, berada di Jalan Sunan Giri, Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Selama masa hidupnya, Sunan Giri berdakwah melalui seni dan budaya. Sunan Giri menciptakan beragam tembang antara lain Padang Bulan, Jor, Gula Ganti, dan Cublak-cublak Suweng.

Sunan Gunung Jati

Perjuangan Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan ajaran Islam dilakukan lewat jalur politik. Beliau menjalin banyak kerja sama untuk mengokohkan dakwah Islam. Setelah wafat, Sunan Gunung Jati dimakamkan di Desa Astana, Cirebon Utara, yang selalu ramai para peziarah yang datang untuk mengenang jasa beliau.

agendaIndonesia/kemenparekraf

*****

Keunikan 3 Pulau yang Memukau di Indonesia

Keunikan 3 pulau yang memukau di Indonesia, mulai dari yang terkecil hingga bentuknya yang unik.

Keunikan 3 pulau yang memukau di Indonesia. Sebagai negara dengan puluhan ribu pulau, wajar saja jika Indonesia memiliki banyak pulau yang unik dan menarik untuk dikunjungi. Pulau-pulau unii tersebut, dari yang terkecil hingga yang hanya muncul di siang hari. Ada pula pulau yang mirip lumba-lumba. Ketiganya mestinya bisa menjadi potensi pariwisata di Indonesia.

Keunikan 3 Pulau

Pulau Terkecil

Indonesia merupakan negara kepulauan, karenanya tidak aneh jika negara ini memiliki banyak pulau-pulau kecil yang bisa dijadikan destinasi wisata. Namun yang luar biasa, ternyata pulau terkecil di dunia ternyata berada di Indonesia. Terkecil dalam arti pulau ini juga dihuni manusia. Meskipun sekarang tidak lagi. Pulau ini ternyata ditinggalkan oleh penduduknya karena mengalami abrasi parah.

Pulau Simping sudah diakui PBB sebagai pulau terkecil di dunia. Meski begitu, pulau ini tetap memiliki pemandangan yang menawan dan dicari wisatawan. Pulau ini terletak di Teluk Mak Jantu. Tepatnya di kawasan Pantai Sinka Island, Singkawang, Kalimantan Barat. Untuk menjangkau pulau ini dibutuhkan waktu sekitar 3 jam perjalanan dari Kota Pontianak dengan menggunakan kendaraan pribadi. Meski air lautnya terbilang dangkal, Simping memiliki hamparan pantai yang panjang. Tak perlu menggunakan perahu atau kapal untuk dapat menjangkaunya. Dari Pantai Sinka, wisatawan dapat melewati sebuah jembatan.

Uniknya, Simping, yang terdiri atas pasir, bebatuan, dan pepohonan, sebelumnya disebut dengan nama Pulau Kelapa Dua, karena dulunya cuma ada dua pohon kelapa. Ukurannya sangat mini sebagai tempat tinggal penduduk, yakni kurang dari 1 hektare, saat ini kemungkinan bahkan tinggal setengah hektare.

Pulau Timbul-Tenggelam

Aslinya tentu saja bukan pulau timbul tenggelam. Adalah Pulau Segajah di Bontang Kuala, Kalimantan Timur, juga tak kalah unik dari pulau Simping. Bagaimana tidak, pulau ini hanya muncul saat siang hari ketika air laut surut. Sedangkan pada malam hari, Pulau Segajah seolah tenggelam dan tidak terlihat karena terkena air pasang. Karena itu, jika ingin mengunjungi pulau ini, jam idealnya adalah pagi hingga tengah hari.

Saat air laut surut, biasanya masyarakat sekitar sering mencari kerang di daratan pasirnya untuk diolah menjadi sambal goreng. Ini bisa menjadi salah satu atraksi menarik mengunjungi pulau ini, bahkan jika tertarik bisa ikut mencari kerang dan kemudian minta dimasakkan masyarakat setempat dengan sedikit uang jasa.

Segajah memiliki pasir yang putih dan air laut yang sangat jernih sehingga terlihat dasar lautnya yang dipenuhi bintang laut. Bahkan ada pula ikan badut (clown fish). Tak aneh jika Segajah sering dijadikan spot snorkeling atau diving. Untuk dapat mengunjungi pulau ini, wisatawan bisa menyewa perahu yang ada di Bontang Kuala. Perjalanannya lebih-kurang ditempuh sekitar 20 menit. Pastikan membawa tabir surya untuk melindungi kulit dari sengatan matahari karena tak ada tempat berteduh.

Pada perairan yang dangkal, dasar laut akan terlihat, di sana terdapat kerumunan bintang laut. Dari sekian banyak dominasi bintang laut berwarna cokelat dan kemerahan, terdapat sedikit bintang laut berwarna biru. Jika berniat snorkeling, yang perlu diwaspadai adalah batu karang tajam, serta bulu babi yang menempel pada karang-karang tersebut.

Keunikan 3 pulau yang memukau di Indonesia, mulau dari yang terkecil hingga ke bentuk yang unik.
Keunikan 3 pulau di Indonesia yang memukau, salah satunya pulau Lumba-lumba di Flores, Nusa Tenggara Timur. Foto: selasar.com

Lumba-lumba

Surga dunia, begitu kata orang yang sudah pernah menginjakkan kakinya di Flores, Nusa Tenggara Timur. Banyak tempat yang dapat dijadikan tujuan wisata di sini, seperti pantai berpasir putih, berpasir hitam, sampai yang berwarna pink, dengan air yang sangat jernih dihiasi latar belakang pegunungan yang sangat indah. Bahkan tak jarang, pelancong dapat menyaksikan lumba-lumba yang tengah berlompatan di tengah laut.

Konon, salah satu pulau di lepas pantai utara Pulau Flores memiliki bentuk yang menyerupai lumba-lumba. Dari ketinggian, pulau terumbu karang itu terlihat cantik karena bagai lumba-lumba yang sedang berenang dan muncul ke permukaan. Uniknya lagi, di sekitar pulau ini juga dihuni oleh beberapa lumba-lumba. Wow!

Rasanya jika punya kesempatan berkunjung ke salah satu daerah-daerah tersebut, misalnya sedang ke Singkawang, Kalimantan Barat, dan cukup punya waktu untuk bersantai, tak ada salahnya mengagendakan untuk meluncur ke pulau-pulau unik tersebut.

agendaIndonesia

*****

Lempok Pontianak, 100 Persen Durian Asli

Lempok Pontianak menjadi oleh-oleh yang selalu tersedia sepanjang waktu.

Lempok Pontianak sejak lama menjadi salah satu oleh-oleh wajib jika berkunjung ke ibu kota Kalimantan Barat itu. Mirip dengan lempok Medan, namun tetap memiliki kekhasannya sendiri. Namun berbeda dengan lempok Bangkok yang cenderung lembut atau lembek, dodol berbahan durian dari Khatulistiwa ini lebih kering namun legit.

Lempok Pontianak

Secara wujud fisik, lempok Pontianak terlihat agak mirip dengan dodol yang bertekstur lembut dan empuk. Maklum, di beberapa daerah di Indonesia orang juga dapat menemukan varian dodol rasa durian, termasuk di kota dodol, Garut.

Tetapi ada perbedaan cukup signifikan antara dodol dan lempok durian. Kalau dodol biasanya dibuat dengan tepung beras ketan dengan tambahan elemen lainnya untuk menambah rasa, lempok durian 100 persen terbuat dari daging buah durian yang dimasak.

Daging buah durian tersebut dimasak dengan api yang tidak terlalu besar. Sambil dimasak, daging buah tersebut dicampur dengan gula aren dan garam. Setelah dicampur, kemudian diaduk selama kurang lebih tiga sampai empat jam.

Lempok Pontianak berbeda dengan dodol durian umumnya, lempok bahan utamanya adalah durian.
Durian bahan utama lempok Pontianak.

Setelah selesai proses pengadukan ia menjadi adonan yang kental dan berwarna cenderung gelap. Adonan tersebut didinginkan hingga menjadi padat, dan lempok durian pun siap untuk disajikan. Bisa langsung dibungkus untuk dijual, atau langsung dipotong-potong untuk dihidangkan.

Lempok durian sudah pasti memiliki aroma serta rasa khas durian yang masih terasa cukup kuat. Tetapi tambahan gula aren yang manis dan legit membuatnya bercita rasa cukup unik dan berbeda. Apalagi dengan teksturnya yang terasa lembut di mulut.

Resep kudapan tradisional ini disinyalir banyak dipengaruhi dari budaya dan khazanah kuliner Melayu. Penganan berjenis serupa juga dapat ditemukan di negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.

Sejarah munculnya lempok Pontianak ini diyakini para pembuatnya karena stok durian yang begitu melimpah setiap panen, yang biasanya terjadi kurang lebih dua tahun sekali. Situasi tersebut membuat orang-orang mulai tergerak untuk mengolah durian agar mudah dikonsumsi, sehingga tidak sia-sia dan membusuk.

Buah yang kerap dijuluki ‘si raja buah’ tersebut memang lazimnya tumbuh di wilayah tropis. Umumnya ia ditemukan pada area hutan di Sumatera, Kalimantan dan beberapa daerah lain di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand.

Di Pontianak, pembuatan lempok ini cepat berkembang karena tidak membutuhkan modal besar. Ketersediaan durian yang begitu melimpah saat panen membuat harganya menjadi murah saat dijual. Terlebih, lempok durian sendiri tidak membutuhkan banyak bahan baku lainnya.

Meskipun tak banyak yang tahu kapan resepnya ditemukan, namun lempok Pontianak disebut mulai umum diperdagangkan sejak akhir tahun 70-an. Di Kalimantan awalnya penganan ini dapat ditemukan di daerah seperti Samarinda dan Pontianak.

imran abdul jabar bKEi6ohQd5U unsplash
Kalimantan menjadi salah satu sentra penghasil durian di Indonesia. Foto: unsplash

Di Kalimantan sesungguhnya pusat budidaya durian ada di Kalimantan Tengah. Utamanya terletak di daerah-daerah seperti Kabupaten Katingan, Murung Raya, Sukamara, Pulang Pisau, dan Barito Utara. Setiap panen mereka mampu menghasilkan hingga ribuan ton durian.

Jumlah hasil panen yang melimpah tersebut membuat daerah seperti Pontianak turut kebagian kiriman buahnya. Ditambah produk durian asli Kalimantan Barat dari Batang Tarang, Punggur, dan Bengkayang, jadilah stok yang melimpah. Karenanya, kota di titik lintan 0 derajad ini menjadi sentra produksi dan penjualan lempok durian.

Biasanya, langkah awal dalam proses produksi adalah seleksi durian yang dikirim ke rumah produksi, sebelum mulai diolah. Buah-buah yang tidak terpilih kemudian akan langsung dijual untuk umum. Pemilihan buah untuk dagangan langsung dan bahan biasanya brpusat di Pasar Dahlia, Pontianak.

Hal ini sebagai salah satu langkah untuk memastikan lempok durian yang diproduksi senantiasa dalam kualitas yang terbaik. Mengingat durian yang dipanen umumnya datang dari daerah pedalaman, selalu ada risiko beberapa di antaranya sudah kurang segar untuk diolah.

Setelah dipilih, buah-buah tersebut kemudian dikupas dan daging buahnya dipisahkan dari bijinya. Dibutuhkan sekitar satu kilogram daging buah durian setiap kali masak, sehingga akan ada beberapa tenaga kerja yang bertugas untuk mengaduk adonannya hingga jadi.

Setelah jadi, akan ada pula pekerja yang memastikan bahwa tak ada biji yang tertinggal saat dimasak. Kemudian adonan yang telah dingin dibersihkan lagi sebelum dibungkus, atau dipotong lagi sebelum dibungkus.

Lempok Durian Pontianak

Satu bungkus lempok Pontianak berukuran satu kilogram biasanya dihargai sekitar Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu. Dalam satu bungkus satu kilogram tersebut biasanya terdiri atas dua potong lempok durian seberat 500 gram.

Yang perlu dicatat, lempok durian Pontianak umumnya tidak menggunakan bahan pengawet tambahan. Justru, penggunaan gula aren dalam pembuatannya disebut tak hanya menambah cita rasa, namun juga menjadi bahan pengawet secara alami.

Lazimnya, lempok durian dapat bertahan di dalam suhu ruangan sampai sekitar satu bulan. Kalau diletakkan di dalam kulkas, maka dapat bertahan sampai kurang lebih tiga bulan. Bisa dikatakan, lempok mampu awet dalam waktu yang cukup lama dan cocok sebagai oleh-oleh.

Ditambah lagi, bahan baku serta proses pembuatannya yang alami membuatnya menjadi penganan tradisional yang sehat bagi tubuh. Durian dikenal dengan kandungan mineral, protein, karbohidrat, folat, atrium, kalsium, zat besi, serta vitamin B1, B2 dan C. Mengonsumsi lempok durian dapat berkhasiat meningkatkan energi, menghindari anemia dan menguatkan bagian tubuh seperti otot, tulang, gigi dan syaraf.

Lempok durian Pontianak mudah didapatkan di toko-toko oleh-oleh atau bahkan di tempat-tempat penjualan durian. Ia tersedia sepanjang tahun, jadi jangan lupa bawa lempok durian kalau jalan-jalan ke Pontianak.

agendaIndonesia/Audha Alief P.

*****

Wisata Kuningan Dan 8 Spot Yang Asyik

Wisata Kuningan dan menikmati sejumlah spot di kawasan ini.

Wisata Kuningan di Jawa Barat rasanya kalah popular dengan beberapa daerah di sekitarnya, seperti Cirebon, atau Sumedang. Padahal daerah ini tak kurang hal menarik untuk dinikmati. Dipadukan dengan sejumlah spot di Cirebon, ia bisa menjadi pilihan liburan. Termasuk di telaga-telaga yang kini menjadi ikon wisata di daerah yang terletak di kaki gunung Ciremai itu.

Wisata Kuningan

Nasi Jamblang Mang Dul

Sebelum berkendara ke Kuningan, ada baiknya sarapan lebih dulu di warung legendaris yang menjajakan nasi Jamblang sepaket dengan aneka ragam lauknya. Warung yang berlokasi di Jalan DR. Cipto Mangunkusumo Nomor 8, Pekiringan, Kesambi, Kota Cirebon, yang berkapasitas tak lebih dari seratus pengunjung, ini, setiap pagi riuh dipenuhi pengunjung. Tamu dari beragam daerah datang pada pukul 08.00-09.00, yakni pada jam-jam sarapan. Kursi-kursi yang ditata memanjang, sejajar, dan berhadap-hadapan tak pernah lowong. Memang, nasi Jamblang yang kesohor lantaran merupakan langganan bekas Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, itu, jadi warung favorit di Cirebon.

Nasi Jamblang Mang Dul sama seperti nasi Jamblang yang dijual ditempat lain: dikemas kecil-kecil, dibungkus dengan daun jati, dan dihidangkan dengan beragam lauk. Yang membedakan adalah rasa olahan lauk-pauknya yang seolah lebih berbumbu dan nasinya yang punya aroma lebih wangi. Bila ke mari, tahu semur, sontong, dan sambal merah harus menjadi lauk utama yang dipilih.

Telaga Nilem

Telaga ini merupakan spot vakansi alam yang bisa menjadi salah satu alternatif seusai pelancong “membabat” habis wisata keraton di Kota Cirebon. Jaraknya dengan kota santri itu tak terlampau bikin punggung pegal. Kira-kira hanya dua puluh kilometer. Umumnya, kalau dijangkau menggunakan kendaraan bermotor, telaga yang masuk kawasan wisata Desa Kaduela tersebut bisa ditempuh dalam waktu sekitar 40 menit.

Di areal Taman Nasional Gunung Ciremai, Nilem seolah menjadi gerbang pembuka. Sebab, lokasinya berada paling muka, dekat dengan portal masuk. Jadi, umumnya, orang-orang mengunjungi telaga itu pagi-pagi benar. Di sana, mereka bisa melihat danau alami yang memiliki air sangat jernih. Saking jernihnya,  biota yang hidup dalam air tampak dari permukaan.

Para pelancong biasanya memanfaatkan kolam ini buat snorkeling. Tak perlu khawatir bila tak bisa berenang. Di kawasan telaga, terdapat warung-warung yang menyediakan pelampung. Pun, bila tidak membawa baju ganti, para penjual tersebut jua menyewakan pakaian renang dengan biaya rata-rata Rp 20 ribu per pasang.

 Telaga Remis

Sebelum embun-embun luruh dan cahaya matahari merasuk penuh, danau 3,25 hektare yang letaknya tak sampai 500 meter dari Telaga Nilem ini punya lanskap yang menarik. Airnya jernih serupa cermin, memantulkan bayangan pepohonan, yang seakan-akan membentuk pagar alami guna mengelilingi kolam raksasa itu. Kalau pagi, telaga dikunjungi warga sekitar yang berniat mencari ikan. Macam-macam jenis ikan air tawar hidup di sini. Semisal bawal dan nila.

Menurut kepercayaan warga sekitar, ada juga bulus raksasa yang berdiam. Bulus kadang-kadang muncul kalau dipanggil dengan ritual khusus. Memang, bulus disinyalir merupakan penunggu telaga, yang konon adalah jelmaan Pangeran Purabaya, utusan Kerajaan Mataram, yang berseteru dengan Sultan Matangaji, pemimpin Keraton Cirebon. Sementara itu, kalau siang, pengunjung kebanyakan merupakan keluarga berpiknik. Karena itu, di Telaga Remis banyak disediakan wahana untuk anak-anak, seperti sepeda air, bebek-bebekan, dan perahu mini.

Hutan Pinus

Masih dalam kompleks yang sama dengan Telaga Remis, hutan pinus berada di sisi kanan dan kiri pintu gerbang. Luas arealnya mencapai lebih dari 13 hektare. Pepohonan jangkung itu tumbuh rapat, membikin sejuk suasana sekitar telaga. Di dalam hutan, terdapat beberapa bangku buatan yang bisa dipakai untuk menikmati suasana.

Biasanya, keberadaan hutan dimanfaatkan para anggota keluarga untuk menggelar bekalnya. Sementara untuk muda-mudi, areal ini kerap dipakai buat lokasi foto. Beberapa bahkan memanfaatkan untuk lokasi pre-wedding. Sayangnya, keasrian hutan sedikit rusak dengan sampah anorganik yang menumpuk di beberapa sisi.

Telaga Biru

Warga sekitar mengenalnya dengan sebutan Situ Cicerem. Lokasinya masih berada di Kecamatan Pesawahan dengan jarak tempuh kurang lebih 1 kilometer dari Telaga Remis menuju arah Paniis. Telaga ini punya julukan “Si Biru” lantaran warna airnya benar-benar biru, seperti rona air laut dalam. Di situ berdiam ribuan ikan bawal hitam dan nila merah yang selalu kelihatan menari-nari dan bergerombol bila diteropong dari atas telaga atau jalan.

Tempat ini dulu dikenal sebagai lokasi singgahnya para wali ketika menyebarkan agama. Karena itu, di sekitar telaga, bisa ditemui rumah-rumah “sesepuh” yang kerap didatangi orang-orang dari kota untuk mencari wangsit. Di telaga ini pula, menurut warga sekitar, ikan yang hidup dipercaya tak boleh dipancing karena memiliki pertalian dengan hal-hal yang berbau metafisika.

Belakangan, Telaga Biru menjadi lokasi incaran para selebgram. Dari atas sebuah batu, mereka bisa berfoto dengan latar kosong berupa telaga, ikan-ikan, dan pagar-pagar pepohonan yang rimbun serta ranum.

Bukit Batu Luhur

Butuh usaha lebih untuk menjangkau bukit batu kapur ini bila pelancong menempuhnya dari Telaga Biru. Lokasinya cukup jauh, kurang lebih 5 kilometer dari telaga, dengan kondisi jalanan sempit, berkelok-kelok, naik-turun, serta melewati hutan-hutan yang sepi. Jika belum hafal medan atau tak fasih-fasih benar mengemudi, sebaiknya mengajak orang lokal untuk mengantarkan sampai tujuan. Meski demikian, usaha buat mencapai bukit yang baru kesohor belakangan tersebut tak sia-sia.

Pemandangan berupa hamparan gundukan batu, dikelilingi hutan-hutan yang asri, langsung menyapa tatkala wisatawan tiba di lokasi. Di perbukitan lepas pandang itu, ada sebuah tebing dengan retakan kerucut tak sempurna. Masih di lokasi yang sama, terdapat kolam-kolam buatan yang langsung menghadap ke lanskap perbukitan. Juga ada rumah pohon yang bisa dipakai muda-mudi untuk berfoto.

Kimabalu Resto

Menjelang siang hampir sore, sewaktu lelah bermain di bukit yang membutuhkan trekking lumayan untuk mencapai titik-titik foto, singgah di restoran yang masih masuk kawasan Bukit Batu Luhur ini merupakan ide menarik. Di sana tersedia ragam olahan makanan Nusantara dan western. Menu favoritnya adalah BBQ Chicken, yang dimasak bergaya campuran—Indonesia dan Eropa: disajikan dengan hot plate, dimakan bersama kentang, namun diolah dengan bumbu tradisional.

Bersantap di Kimabalu terasa sensasional lantaran saat makan, pengunjung dihadapkan langsung dengan lanskap Bukit Batu Luhur dari ketinggian. Pun, konsep restorannya tampak asyik karena memadukan gaya bar dan suasana yang rustic. Menjelang sore, langit dengan sepuhan keemasan dan mega-mega lembayung yang menggelayut di atas bukit bisa disaksikan dari sana.

Wisata Kuningan salah satunya musti mampir. ke kawasan batik Trusmi

Kampung Batik Trusmi

Sebelum kembali ke kota asal, mencari oleh-oleh seakan-akan menjadi sebuah keharusan. Di jalan utama menuju Jakarta, tepatnya di daerah Plered, 3 kilometer dari Gerbang Jalan Tol Plumbon 2, terdapat sebuah perkampungan batik warisan Ki Gede Trusmi, pengikut setia Sunan Gunung Jati. Di kampung sepanjang kurang lebih 1,5 kilometer itu, hampir semua rumah memiliki kesibukan yang sama, yakni membatik. Ada yang menggunakan cara tradisional—dengan canting—ada pula yang sudah modern, yakni membatik dengan sistem cap.

Kalau ingin melihat proses membatik, pelancong bisa mendatangi warga yang umumnya bermukim di gang-gang sempit. Mereka beraktivitas sekitar pukul delapan pagi sampai pukul lima sore. Sedangkan kalau hanya ingin belanja, wisatawan bisa mengunjungi show room yang tersebar di sepanjang jalan perkampungan itu. Umumnya, mereka menjual batik motif mega mendung, khas Cirebon, dengan harga mulai Rp 80 ribu untuk batik tulis dan Rp 35 ribu untuk batik cap per lembar.

agendaIndonesia/F. Rosana

Sentra Gudeg Wijilan Dimulai Sejak 1942

Sentra Gudeg Wijilan Yogyakarta dimulai sejak 1942.

Sentra gudeg Wijilan, Yogyakarta, ternyata bukan sekadar kawasan dengan deretan penjual masakan khas Yogyakarta dari bahan nagka muda itu. Kawasan ini menyimpan sejarah panjang kuliner yang ikut menyokong perekonomian masyarakat, bahkan tradisi dan kebudayaan.

Sentra Gudeg Wijilan

Wijilan satu kawasan yang terkenal sekaligus bersejarah yang berhubungan dengan masakan gudeg. Kampung Wijilan terletak di sebelah Selatan Plengkung Tarunasura atau yang lebih dikenal dengan sebutan Plengkung Wijilan. Kampunya ada di sebelah Timur Alun Alun Utara. Begitu melewati plengkung, di jalan ini berjejer tempat makan yang menjajakan gudeg.

Sentra Gudeg Wijilan selain menjadi pusat kuliner juga tempat belajar sejarah gudeg.
Salah satu sudut Kampung Wijilan, sentra gudeg di Yogyakarta. Foto: Dok. Shutterstock

Plengkung itu sendiri menandai bahwa Kampung Wijilan ini menjadi bagian apa yang disebut sebagai jeron beteng, di dalam benteng (kraton). Ini artinya Wijilan masuk dalam kompleks Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang ditinggali oleh para keluarga abdi dalem. Nama-nama jalan di kawasan ini memperlihatkan posisi para abdi dalam.

Menurut cerita sejumlah pedagang gudeg di kawasan itu, gudeg adalah salah satu makanan khas keluarga kraton. Ini membuat para istri abdi dalem memiliki kemampuan membuat gudeg.

Namun, kisah terbentuknya kampung Wijilan menjadi sentra kuliner gudeg dimulai ketika seorang penjual bernama ibu Slamet merintis usaha warung gudeg pada 1942. Pada saat itu, meski di tempat lain ada penjual atau pembuat gudeg, namun di wilayah itu dialah yang merintis menjadi pedagang pertamanya.

Beberapa tahun kemudian warung gudeg di daerah itu bertambah dua, yakni Warung gudeg Campur Sari dan Warung Gudeg Djuwariah. Yang terakhir ini belakangan kemudian dikenal dengan sebutan gudeg Yu Djum. Ia menjadi salah satu ikon kuliner yang terkenal saat ini.

Pada 1980, warung gudeg Campur Sari tutup tetapi tempat makan lain seperti warung gudeg Bu Lies dan lain-lain buka di sana. Hingga saat ini, toko gudeg milik Yu Djum, Bu Slamet, dan Bu Lies masih ditemui di Sentra Gudeg Wijilan. Meskipun beberapa memindahkan dapur utamanya.

Pasang surut usaha gudeg memang sempat dialami oleh warung gudeg yang ada di kampung Wijilan. Termasuk tutupnya warung gudeg Campur Sari tadi. Butuh waktu sekitar 13 tahun baru warung gudeg di kampung tersebut menjadi ramai seperti saat ini tepatnya pada 1993. Makanan dengan citarasa manis dan gurih ini kini menjadi incaran para pengunjung yang sedang berwisata di Jogja.

Gudeg yang dibuat oleh toko di Sentra Gudeg Wijilan umumnya memiliki rasa hampir mirip, yakni manis dan cenderung jenis gudeg kering. Karena itu, gudeg di sentra ini juga cocok menjadi buah tangan karena tidak mudah basi dan bahkan mampu tahan selama tiga hari.      

Gudegnya adalah jenis gudeg kering dengan rasa manis. Sebagai lauk pelengkap, daging ayam kampung dan telur bebek yang dipindang kemudian direbus. Sedangkan rasa pedas datang dari paduan sayur tempe dan sambal krecek.

Gudeg Yogya umumnya memang berbeda dengan gudeg Solo yang basah. Di kota pelajar ini gudeg justru kering karena tidak menggunakan areh yang diencerkan. Areh merupakan kuah santan kental yang biasanya disajikan dengan cara disiram di atas nasi atau lauk. Di daerah lain seperti Solo, areh yang dipakai berbentuk lebih encer dan terkesan menjadi seperti kuah.

Dan seperti disebut di depan, bagi masyarakat Yogyakarta selain menjadi santapan dan oleh-oleh, gudeg Kampung Wijilan dulu juga dipakai sebagai ubo rampe keperluan keluarga Sultan saat melakukan kembul bujono.

Sentra Gudeg Wijilan dimulai dari warung gudeg milik bu Slamet pada 1942.
Sepiring gudeg yang dialasi daun pisang. Foto: Dok. shutterstock

Kembul bujono merupakan istilah untuk menamai kegiatan makan bersama-sama dengan menggunakan daun pisang sebagai alasnya. Tak hanya mengisi perut, aktivitas ini juga melambangkan kekompakan dan kerukunan.

Yang juga unik dari gudeg-gudeg di Sentra Gudeg Wijilan adalah beberapa penjual tidak keberatan menunjukkan cara memasak gudeg kepada para pengunjung. Bahkan di warung gudeg Yu Djum menawarkan paket wisata memasak gudeg kering bagi anda yang ingin memasak sendiri dengan pengarahan langsung dari Yu Djum. Saat ini dilanjutkan anak keturunannya.
Dengan berwisata gudeg, pengunjung tidak hanya akan mencicipi gudeg, namun seharian penuh mereka akan belajar meracik bumbu dan mamasak gudeg. Prosesnya di mulai dari mulai merajang gori (nangka muda), meracik bumbu, membuat telur pindang, sampai mengeringkan kuah gudeg di atas api.

Sentra Gudeg Wijilan juga tempat untuk mencari oleh-oleh, di antaranya gudeg dalam kaleng.
Gudeg Dalam kaleng. Foto. ist.

Rata-rata warung gudeg di Wijilan buka dari pukul 5.30 pagi hingga pukul 8 malam. Gudeg yang disajikan pun berbeda-beda, tergantung selera.

Sentra Gudeg Wijilan pada akhirnya tak hanya sekadar spot wisata, namun juga pusat konservasi kulineri Yogyakarta. Tertarik? Ayo agendakan kunjunganmu ke sini.

agendaIndonesia

****

Keheningan Ubud, 1 Cangkir Kopi Dan Pasar

Keheningan Ubud selalau saja mebuat wisatawan terpesona. Ia memberi inspirasi dan ketenangan.

Keheningan Ubud, Bali, tak pernah melahirkan kebosanan. Cerita tentang ketentraman dan harmoni. Saya menikmati keheningan itu lewat satu cangkir kopi. Dan Pasar Ubud yang memiliki keramahan.

Keheningan Ubud

Tanpa aba-aba, Putu menarik tuas mesin kopi. Tangan kanannya yang mungil cergas beradu dengan kotak besi yang lebarnya dua kali badannya. Sedangkan tangan kiri perempuan 24 tahun itu menyerong-nyerongkan cangkir keramik berwarna putih.

“Srrrrr…..” Nyaring bunyi perkakas memenuhi ruang 60 meter persegi di sebuah gang sempit di lambung Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Di tangan Putu, mesin kopi itu menghasilkan secangkir latte art berpola mirip kembang kamboja.

“Satu hot latte single shot aroma Arabica Kintamani siap menemani,” ujar Putu sembari meladeni pesanan yang menumpuk. Bau khas biji kopi yang digiling kasar, pahit rasa seteguk latte, dan gurih susu murni dengan aroma yang masih segar menjadi pembuka sempurna perjalanan menjamah Ubud. Di sinilah halaman pertama itu dimulai, di ruang para seniman meracik kopi: Seniman Coffee.

**

Tak terperi ramainya kafe—yang lebih mirip galeri itu—kala akhir pekan di awal Februari lalu. Turis-turis dari Benua Eropa, Amerika, Australia, Afrika, berganti-gantian masuk-keluar; sekadar duduk menyeruput kopi; atau berlama-lama diskusi. Mereka asyik membincangkan perjalanan yang lalu sambil menyusun rencana baru.

Di antara riuh obrolan itu, saya duduk di tepi. Bar kayu yang menghadap ke jalanan Ubud menjadi pilihan yang pas. Sesekali, saya menimpali obrolan berbahasa Inggris. Sisanya, saya lebih suka melongok ke trotoar yang bersih dan menyaksikan penjor-penjor dengan aroma janur yang masih segar.

Sekali waktu, saya memperhatikan detail kafe sembari berdecak. Visual Seniman Caffee begitu terekam baik bagi para penggemar seni. Interior di dalam bangunan penyuka kopi ini begitu artsy. Kursi, misalnya. Pemilik kafe menggubah kursi plastik menjadi kursi goyang. Bagian bawah kursi itu dilapisi kayu berbentuk melengkung. Ia lantas punya sebutan khusus: the bar rocker.

Di sisi lain, tampak dua sepeda ontel menggantung di bawah atap beranda. Posisi keduanya yang simetris seolah-olah mengaminkan bahwa sepeda ontel itu adalah tiang penyangga atap. Tangan seniman jelas ikut campur dalam pembangunannya.

Kecak dance, kecak dance. Don’t miss to watch kecak dance show tonight, Sir, Maddam.” Suara setengah berteriak tiga laki-laki berkostum kamen dan bertopi udeng memecah fokus. Intonasinya khas warga lokal Pulau Dewata.

Saya menengok, mencari-cari asal suara itu. Rupanya, mereka berdiri di tepi jalur pedestrian. Ketiganya tengah menawarkan pertunjukan tari kecak kepada wisatawan yang melintas. Ternyata, kafe ini dihimpit tempat menonton pertunjukan tari khas Bali.

Tak jauh dari Seniman Coffee, terdapat sejumlah wantilan atau balai desa yang kerap dipakai untuk tempat pentas para penari. Hampir saban malam, tari kecak, tari barong, dan pertunjukan tradisional lainnya ditampilkan di pelataran wantilan.

Saya mengingat, tak ada yang berubah dari Ubud; tahun demi tahun. Meski kedai-kedai kopi sederhana telah berubah menjadi kafe, suasana orisinal dari kehidupan masyarakat lokal tetap menonjol.

Belum lama memperhatikan interaksi tiga laki-laki Bali paruh baya dengan para wisatawan yang melintas, seseorang di belakang tiba-tiba menepuk punggung. “My eyes on the painting. Flowery painting shop in Ubud Market,” katanya. Ia seorang turis asal Jerman. Jane, yang baru saya kenal ketika mengobrol sekejap di Seniman Coffee, menceritakan kekagumannya pada Pasar Ubud.

Keheningan Ubud juga bisa dinikmati di Pasar Ubud yang orang-orangnya begitu ramah.
Keheningan Ubud, salah satunya bisa diperoleh dengan menikmati keramahan Pasar Ubud. Foto: Ilusatrasi-iStock

Kalimat Jane memantik kenangan di masa lalu: Ubud yang syahdu dan nyanyi pasar yang lugu. Ah, tiba-tiba saya rindu menyusuri lorong-lorong pasar tradisional itu. Bergegas, saya mengambil tas jinjing, membayar secangkir kopi, dan mengayun langkah menuju pasar.

Tak sampai 15 menit, kaki saya berhenti pada lantai-lantai berwarna terakota. Suara orang ribut tawar-menawar memekakan telinga. Riuh, namun inilah sensasinya. Pasar Ubud selalu menyajikan kehidupan pasar Nusantara yang berbeda: para penjual menjajal berbahasa Inggris, para turis berusaha menimpali dengan bahasa lokal.                                 

Wangi rotan merasuk seketika. Begitu juga bau cat air yang bergesekan dengan kanvas. Inilah sejatinya Pasar Ubud. Tak seperti pasar lain yang menjual kebutuhan pokok, pasar yang terletak di jantung kota seni tersebut lebih banyak menjajakan karya-karya seniman lokal.

Tas-tas bermodel ate bergelantungan. Lukisan warna-warni berjajar. Para turis ramai memburunya. Di sudut lain, pajangan dinding berulir motif bunga kamboja, pura, dan perempuan Bali menjadi benda yang merayu pandang.

Saya menyusuri petak demi petak, koridor demi koridor. Ada sebuah jalan turunan menuju pasar bagian bawah. Di bagian itulah pedagang menjajakan sayur-mayur. Ketimbang turis, di petak tersebut, orang-orang lokal lebih banyak dijumpai.

“Cari apa gek?” ucap seorang ibu.  Gek. Saya familiar dengan panggilan ini. Gek alias jegek berarti cantik. Orang-orang Bali memang lazim menyapa perempuan lebih muda menggunakan sapaan tersebut. Saya berdesir, lagi tersanjung.

Ia, seorang ibu paruh baya yang menyapa tak lama tadi, melambaikan tangan. “Kamu mau buah?” ujarnya. Di depannya, berjejer keranjang jeruk Bali, apel, salak, dan rambutan. Di kepala Niluh, nama ibu itu, terlilit sebuah kain mirip handuk. Kain ini digunakan sebagai bantalan ketika ia membawa bertumpuk-tumpuk keranjang buah di kepalanya.

“Sini, gek, ambil saja untuk sarapan,”ujarnya. Ia, yang ramah, menawarkan buah cuma-cuma. Saya mendekat. Kamera di tangan seketika membidik aktivitasnya merapikan buah. Di layar kamera itu, keriputnya terlihat jelas.

Niluh, orang lokal asli Ubud, tak absen menyambangi pasar saban hari. Meski berusia senja, dia mengaku masih kuat bekerja. Niluh mencitrakan perempuan-perempuan Bali yang tangguh. Lama saya mengobrol dengan Niluh. Kami bercerita soal Ubud masa lalu yang nyenyat hingga lambat laun kota kecil ini mulai penuh wisatawan.

Menurut ceritanya, orang-orang Eropa paling gemar ke Ubud. Mereka menggemari relaksasi di tengah kota yang penuh terasering sawah dan hawa yang sejuk. Belakangan, turis India mulai masuk. Umumnya, mereka mengikuti kelas yoga seiring dengan meluasnya spektrum olahraga spiritual ini di Ubud.

Semburat oranye lambat-laun menyiram dari sudut barat pasar. Langit berangsur kekuningan. “Sudah sore, jalan-jalanlah ke tepi sawah,” kata Niluh. Saya tak menolak. Berkelana di Ubud memang tak komplet tanpa menyambangi persawahannya.

Menunggang motor matic berspion bulat, saya melaju pelan ke sisi utara Ubud. Sekitar 15 menit dari pasar tersebut, ada sebuah tempat menyaksikan lanskap terasering yang populer. Nama tempat itu Tegalalang. Tegalalang kerap mejeng di halaman-halaman muka kalender.

Keheningan Bali langsung memancar dari deretan sawah-sawah terasering.
Keheningan Ubud meruap dari pundakan terasering sawah-sawah di kawasan ini. Foto: ilustrasi-iStock

Tegalalang kini menjadi destinasi utama. Dulu, kawasan itu hanya persinggahan bagi yang hendak ingin bepergian ke Danau Batur. Lanskap utama Tegalalang adalah hamparan berhektare-hektare sawah. Membentuk terasering, persawahan yang tampak dari jalan raya ini bak karpet hijau.

Semilir angin membuat padi di lahan bertingkat-tingkat itu bergoyang. Inilah keheningan Bali sesungguhnya. Saya membatin, ingin lebih dekat hingga menjangkaunya.

Jalan satu-satunya menuju persawahan itu adalah jalur setapak di antara kafe-kafe. Memang, jalanan di tepi Tegalalang dipenuhi kedai kopi fancy. Saya memilih masuk dari sebuah kafe milik warga lokal Bali. “Swatiastu, Bli. Numpang lewat,” kata saya menyapa laki-laki muda yang tampaknya seorang barista.

Dari kafe ini, ada jalan setapak menuju persawahan. Jalan itu berundak-undak. Mulanya tangga dari semen, lalu berganti tanah. Beberapa kali saya menyeberang sungai kecil. Airnya mengalir dan amat jernih.

Sekitar 30 menit petak-petak sawah itu saya lewati. Lalu saya bertemu sejumlah petani. “Hati-hati, gek, licin,” kata mereka yang tampak sedang mengairi sawah. Tak lama kemudian, saya tiba di bagian paling tinggi di terasering sawah tersebut. Saya memilih duduk di tepi jalan setapak. Kala itu, matahari mulai lesap.

Saya menikmati angin yang terasa makin semilir. Bunyi tenggoret bersahut-sahutan menjadi lagu alam paling merdu saat itu. Lambat-laun, persawahan itu oranye disapu sinar sore. Ujung daun padi ini terlihat kemilauan. Inilah waktu paling pas menikmati Ubud yang bersahaja.

Tak sampai hitungan jam, langit mulai gelap. Cahaya magenta dan awan yang menggelayut menjadi gerbang pembuka malam. Di hamparan sawah itu, Ubud berbicara: tak ada yang lebih sunyi dari udara yang berembus di antara padi, rotan, cat, dan kanvas. Bagi seniman, Ubud adalah sepetak ruang yang pas untuk berkontemplasi.

agendaIndonesia/F. Rosana

*****

Remote Control Boat, 1 Balapan Air di Darat

Remote Control Boat adalah permainan di atas air. Biasanya di danau kecil atau sungai yang arusnya tidak terlalu deras. Meskipun permainan air, pemainnya tida berbasah-basah, mereka memacu adrenalin di pinggiran danau.

Remote Control Boat

Perahu mungil itu melesat. Ia membelah permukaan air Danau Sunter, Jakarta Utara,https://jakarta.go.id/ begitu cepat. Beberapa pemancing di pinggir danau seakan tak terganggu dengan kehadiran perahu-perahu mungil berkecepatan tinggi yang mengelilingi danau di Minggu siang itu.

Sesekali, perahu berwarna kuning itu bermanuver lincah. Berbelok mengitari cone di tengah danau dengan tak kalah gesit, lalu kembali melesat. Entah sudah berapa kali mengelilingi arena, perahu tadi kemudian terlihat melaju pelan dan merapat ke dermaga. Sang pemilik yang sudah berada di pinggir dermaga kemudian mengangkatnya ke darat. Aura kepuasan terpancar dari raut wajahnya.

“Ada kenikmatan tersendiri saat memainkan RC (remote control) boat racing ini,” ungkap Abui kepada TL yang menemuinya siang itu. “Saya seakan meraih kepuasan saat memainkan RC boat racing.”

Kepuasan yang tak dapat dijabarkan lewat kata-kata itu dirasakan pula oleh Ivan. Pria ini mengaku mengenal RC boat racing 15 tahun lalu. Sebelumnya, Ivan mengungkapkan sempat memainkanRC car dan RC flight. “Namun sensasi kenikmatan saya rasakan lewat RC boat racing ini,” ujarnya. “Saya memang suka dengan kecepatan,” tuturnya.

Permainan RC boat racing di Indonesia sejatinya sudah dikenal lama. Namun terasa kurang populer dibandingkan dengan RC car atau RC flight. Mungkin karena RC boat racing butuh area khusus, seperti danau untuk dapat memainkannya. Namun, kata Ivan, RC boat racing mulai digemari sekitar dua tahun lalu seiring dengan maraknya pertandingan RC boat racing.

Sekadar informasi, RC Boat International Race pernah digelar di Pontianak, Kalimantan Barat, pada Desember 2015. Ajang berskala internasional itu diikuti oleh peserta dari beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Vietnam, dan Thailand. Pertandingan serupa juga kerap digelar di negara-negara Asia Tenggara tersebut. Ivan mengaku beberapa kali sempat bertanding di negara-negara tersebut.

Atau bisa jadi, karena cara pengoperasian dianggap sulit, RC Boat kurang diminati. “Padahal gampang kok. Pemain hanya cukup mengoperasikannya lewat pengendali jarak jauh alias remote control,” kata Rudy. Pelatuk di remote, katanya, cukup ditekan atau dilepaskan untuk menambah atau mengurangi kecepatan. Sementara tombol putar digunakan untuk mengendalikan arah perahu ke kiri atau ke kanan.

Sedangkan untuk perahu sendiri memang butuh pengetahuan karena menggunakan mesin bermotor jenis dua tak. “Tapi tetap tidak sulit. Paling setahun kita sudah dapat memahaminya,” ujar Abui yang memiliki koleksi enam buah RC boat racing menimpali. Lagipula, menurut Abui, mengutak-atik perahu memberikan keasyikan tersendiri.

Abui menyebutkan, RC boat memiliki beberapa jenis yang disesuaikan dengan umur atau kapasitas penggunaannya. Untuk pemula, ada beberapa varian perahu yang bisa dipilih, di antaranya jenis Catamaranyang mudah dioperasikan. Namun bagi yang sudah mahir, biasanya memilih RC Boat jenis balap yang memilki banyak varian, seperti Formula One.

Harganya pun bervariasi. Harga RC boat racing berkualitas sedang, kata Abui, harganya di bawah Rp 10 juta. Sementara yang berkualitas lebih baik biasanya mencapai Rp 14 juta. Perawatannya relatif mudah dan murah. ”Kocek yang dikeluarkan setidaknya setimpal dengan kepuasan yang kita peroleh,” ujarnya sembari terkekeh.

remote control boat tidak semuanya jenis racing. Ada pula yang lebih santai bermainnya.
Remote control boat tak semuanya jenis racing, ada juga yang lebih santai. Foto: unsplash

Abui, Ivan, dan Rudy merupakan anggota yang tergabung dalam Jakarta Boat Modeling Club (JBMC). Klub yang berdiri pada 2006 ini terus berkembang. Para anggotanya berasal dari berbagai kalangan dan profesi. Saat kopi darat untuk bermain RC boat, mereka biasanya berbagi pengetahuan, pengalaman, dan hal-hal lainnya tentang RC boat. Lewat media sosial, seperti Facebook, anggota JBMC terus bertambah. Hingga kini sudah ada sekitar 700 orang di Indonesia.

”Jerih payah saya bersama teman-teman untuk mengumpulkan para penggila RC boat terealisasi,” kata Andy Lofri, mantan Ketua JBMC yang kini menjabat sebagai bidang organisasi.

Bergabung dengan JBMC tidak sulit. Para penggemar RC boat racing cukup mendaftarkan diri dan membayar iuran setiap bulan sebesar Rp 100 ribu. Uang itu digunakan untuk pengelolaan sarana dan prasarana, misalnya membayar tim penyelamat (rescue team) yang selalu sigap untuk mengambil perahu jika perahu terjungkal atau mati mesin di tengah danau.

Tim penyelamat yang menggunakan perahu bermotor ini jelas sangatlah penting. Kehadiran mereka sangat membantu mewujudkan para penggemar RC boat racing meraih kenikmatan di atas air.

agendaIndonesia/Andry T./ Wisnu AP/untuk TL

*****

Sate Klatak Yogya, Satu Porsi 2-3 Tusuk Saja

Sate Klatak Yogya menjadi alternatif wisata kuliner jika berkunjung ke Yogyakarta

Sate klatak Yogya menambah kekayaan kulinari Yogyakarta. Setelah gudeg, kini kota pelajar itu punya wisata kuliner lain yang layak diburu dan dinikmati.

Sate Klatak Yogya

Untuk warga Yogya, sesungguhnya sudah lama mengenal sate klatak ini. Namun, harus diakui, untuk skala yang lebih luas makanan ini baru diketahui publik ketika salah satu warung yang berjualan sate klatak menjadi lokasi pembuatan film Ada Apa Dengan Cinta 2.

Yogyakarta memang istimewa, seperti semboyan warga kotanya. Mereka memiliki berbagai macam kekayaan kuliner, salah satunya adalah sate yang hanya ditemukan di sini, berbeda dengan sate kebanyakan. Sate Klatak muncul dari kawasan Imogiri, Kabupaten Bantul. Tepatnya di pasar Jejeran, Pleret, Bantul, Yogyakarta. Ya, lokasinya di pasar Jejeran yang kalau siang dipakai sebagai pasar tradisional. Warung Sate Klatak di sini memang baru hidup pada malam hari, mulai pukul 18.00 WIB.

Keistimewaan pertama jenis sate ini adalah bahan bakunya. Sate Klatak adalah sate kambing. Jadi jangan mencari sate klatak berbahan daging sapi atau atau, atau malah daging hewan lain.

Perpedaan ke dua dengan sate lain, adalah bumbu saat mengolahnya dan kemudian saat penyajiannya. Sate klatak tidak menggunakan bumbu kecap atau kacang, dan hanya dibumbui dengan garam. Konon, menurut salah satu versi cerita, karena bumbu garam inilah yang ketika dipanggang di atas bara menimbulkan efek bunyi “klatak, klatak” atau “kletek, kletek” maka masakan ini disebut sate klatak.

O iya, walaupun dengan bumbu pengolahan sangat sederhana, sate klatak sangat diminati pengunjung. Umumnya mereka justru mengatakan menemukan rasa khas daging kambingnya karena bumbu yang simpel tersebut.

Sate klatak Yogya salah satu ciri khasnya dibakar dengan menggunakan jeruji sepeda.
Sate klatak Yogya, pembakarannya dengan menggunakan jeruji sepeda sehingga matang sampai ke dalam. Foto: Shutterstock

Keistimewaan sate klatak yang lain tidak berhenti sampai di situ, keistimewaan lain Sate Klatak adalah pada proses pembakarannya. Daging kambing yang sudah dipotong-potong dadu tidak ditusuk dengan tusukan dari bambu, namun menggunakan besi jeruji sepeda. Penggunaan jeruji ini dipercaya dapat menghantarkan panas yang lebih baik sehingga daging matang hingga ke bagian dalam.

Perbedaan yang lain, satu porsi sate klatak biasanya hanya berisi dua sampai tiga tusuk saja. Potongan dagingnya memang lebih besar dari sate kambing biasa. Satu porsi sate klatak biasanya disajikan bersama kuah yang mirip dengan kuah gulai. Bagi yang suka pedas, bisa meminta irisan cabai rawit untuk dicampurkan ke dalam kuah kare.

Melihat sejumlah perbedaan atau keistimewannya, tentu timbul pertanyaan dari mana asal-usul sate ini. Ada satu-dua versi tentang hal ini. Satu cerita menyebut, sate klatak bermula dari seorang bernama mbah Ambyah yang memiliki ide menjual sate kambing karena memiliki banyak kambing. Awalnya ia berjualan sate di bawah pohon melinjo. Buah mlinjo ini kadang disebut sebagai buah klatak. Dari buah mlinjo yang berserakan sekitar warung sate inilah muncul nama sate klatak.

Versi yang lain menyebut, sate klatak ini bermula ketika seorang kusir andong yang bernama Jupaini. Suatu ketika ia memutuskan beralih mata pencaharian dengan berjualan sate kambing. Namun sate yang ia jual berbeda dengan sate yang lainnya, dimana ia hanya membumbui daging kambingnya dengan garam saja sebelum dibakar. Seperti disebut di muka, pada saat sate itu dibakar lantas mengeluarkan suara “klatak klatak” yang bersal dari garam tersebut. Jupaini inilah yang disebut berinovasi menggunakan jeruji sepeda sebagai penggati tusuk satenya.

Manapun versi yang benar, akhirnya konsumen penggemar sate kambinglah yang diuntungkan, karena memperoleh alternatif menikmati kuliner dari hewan ini. Warung-warung sate klatak mudah dijumpai di sepanjang Jalan Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Meskipun belakangan, ada juga yang membuka warung sate klatak di Yogyakata sebelah utara.

Sate klatak Yogya dibakar dengan menggunakan arang, bumbu garam yang menetes menyebabkan bunyi klatak-klatak...
Sate klatak Yogya dibakar dengan tungku dan areng. Foto:iStock

Lalu manakah sate klatak yang paling enak? Enak tentu saja subyektif, namun berikut ini ada beberapa warung sate klatak yang bisa dijadikan pilihan.

Warung Sate Klatak Pak Jupaini; Jalan Imogiri Timur, Bantul, Yogyakarta

Warung sate ini menggunakan nama sang pelopor sate klatak dan termasuk salah satu warung sate klatak yang cukup fenomenal dan hampir selalu ramai. Mungkin karena sejarah bahwa warung ini adalah menemukan resep sate klatak.

Pengunjung yang ingin mencicipi lezatnya menu kambing di warung ini harus sabar menunggu hingga satu jam, karena ramainya warung sate ini. Selain sate klataknya yang terkenal, ada beberapa menu lain yang juga favorit, seperti tengkleng dan tongseng otak kepala kambing.

Warung Sate Klatak Jogja Pak Pong; dekat  hutan pinus Imogiri, Bantul

Ini terkenal dengan menu satenya yang bebas bau kambing. Bumbunya juga spesial meresap sampai ke dalam. Pak Pong adalah Cucu dari Pak Jupaini, sang penemu resep sate klatak. Jadi wajar jika cita rasanya otentik. Menu lain yang nggak kalah unik, yaitu tengkleng gajah. Bukan dari tulang gajah, tentu, melainkan karena porsinya yang jumbo. Selain itu, ada juga nasi goreng yang digoreng menggunakan arang sehingga aromanya sangat khas.

Warung Sate Klatak Jogja Pak Bari; Pasar Wonokromo Imogiri Timur, Bantul

Warung ini baru dibuka setelah pasar Wonokromo Imogiri timur tutup dan buka sampai dini hari. Warung sate klatak ini sudah cukup melegenda, berjualan sejak tahun 1940-an, pak Bari merupakan generasi ke-3 penerus usaha kuliner ini. Yang lebih istimewa, warung pak Bari lah yang dipergunakan sebagai lokasi film Ada Apa dengan Cinta 2.

Buat wisatawan yang menginap di Yogyakarta bagian utara, nggak perlu jauh-jauh ke selatan untuk menikmati gurihnya sate klatak Yogya. Di wilayah bagian utara juga terdapat warung sate klatak yang juga nikmat cita rasanya.

Sate Klatak Jogja Pak Jede, di Jalan Nologaten, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Di warung ini sate klatak disajikan dengan bumbu sederhana, yaitu garam, merica, serta tambahan kuah. Selain sate klatak, warung makan ini juga menyediakan menu lain seperti tongseng kambing, nasi goreng kambing, gulai kambing, sate kambing, tengkleng, gulai jeroan. Yang asyik, warung ini buka mulai siang, pukul 11.00 sampai dengan 23.00.

Warung Sate Klatak Pangestu; Jalan Damai No. 10, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman.

Warung ini termasuk laris konon dan sampai membutuhkan tiga ekor kambing per hari untuk membuat berbagai menu daging kambing, seperti sate klatak, tongseng, tengkleng, nasi goreng kambing, bahkan hingga olahan jeroan kambing.

Manapun yang dipilih, semuanya enak. Tinggal kamu agendakan kunjungannya.

agendaIndonesia

*****

Liburan 2 Hari di Tanjung Bira

Liburan 2 hari di Tanjung Bira Suawesi Selatan

Liburan 2 hari di Tanjung Bira mungkin bisa menjadi pilihan liburan. Terletak di ujung selatan Sulawesi Selatan, atau tepatnya berada di Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Pantai Tanjung Bira menjanjikan pantai dengan pasir putih lembut.

Liburan 2 Hari di Tanjung Bira

Menuju ke Tanjung Bira memang perlu sedikit usaha karena loksinya yang berada sekitar 40 kilometer dari kota Bulukumba, atau 200 kilometer dari Makassar, ibukota Sulawesi Selatan. Butuh waktu sekitar 3-4 jam atau enam jam melalui jalan darat untuk mengunjunginya.

Menghabiskan waktu pada akhir pekan sebenarnya ada banyak pilihan. Terbang ke Makassar pengunjung tak hanya bisa menikmati satu pantai, tapi dua pantai yang berdekatan, Bira dan Bara. Ini bisa membuat liburan dua-tiga hari jadi luar biasa. Keindahan alam, beragam cita rasa, dan bahkan pesona budayanya menjadi pengalaman nan komplet.

Lalu apa saja yang bisa dilakukan selama liburan 2 hari di Tanjung Bira itu? Ini mungkin bisa menjadi alternatif berlibur.

Hari Pertama: Jeneponto, Bantaeng, dan Pantai Bira

Ada pilihan beragam tiba di Makassar untuk liburan 2 hari di Tanjung Bira dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Hanya dalam waktu 2,5 jam, pengunjung sudah menginjakkan kaki di Bandara Internasional Hasanuddin, Makassar. Dengan penerbangan pukul 05.00 pada pukul 08.30 waktu setempat, Anda sudah bisa ke luar dari bandara dan segera meluncur ke Tanjung Bira di Kabupaten Bulukumba.

Dibutuhkan waktu sekitar enam jam dengan kendaraan roda empat untuk melintasi Takalar-Jeneponto-Bantaeng-Bulukumba hingga tiba di Bira. Saran saja, untuk dapat menikmati keindahan warna langit saat matahari terbenam, sebaiknya memang berangkat ke tempat ini sebelum tengah hari.

Jangan khawatir akan mengalami perjalanan panjang yang membosankan. Justru sebaliknya, pengunjung akan menemukan pemandangan yang berlainan di setiap daerah. Saat melintasi Jeneponto, mungkin pengunjung memang akan menemukan nuansa gersang. Sejauh pandang mata hanya hamparan padang rumput menguning, pepohonan meranggas, serta jajaran pohon Tala. Ini dikenal sebagai pohon siwalan atau lontar. Selain itu ada kuda-kuda berkulit gelap, bahkan ladang-ladang garam.

Bila merasa lelah, pengunjung dapat singgah di warung-warung buah-buahan segar. Di lintasan Jeneponto, kita akan dapat menemukan Ballo: sejenis tuak atau arak tradisional khas Sulawesi Selatan. Rasanya manis, harganya dipatok mulai Rp 15 ribu dalam kemasan botol plastik berukuran besar dan sedang. Dulu minuman itu hanya dinikmati di perjamuan-perjamuan kalangan istana.

Jika masih memiliki waktu, terutama bagi petualang kuliner, jangan lewatkan coto kuda khas Bumi Turatea—sebutan untuk Jeneponto. Konon coto tersebut berkhasiat menyembuhkan sejumlah penyakit. Selain itu, bagi yang percaya, coto itu dapat menghilangkan pegal-pegal dan nyeri tulang serta meningkatkan gairah dan vitalitas tubuh. Seporsi coto kuda itu dihargai Rp 20-25 ribu.

Selepas Jeneponto yang gersang, Butta Toa—julukan untuk Kabupaten Bantaeng—menyambut dengan penuh kesejukan. Jalan-jalan terutama di pusat kota kabupaten dipayungi rimbun pepohonan dan diwarnai hijau persawahan. Tampak sekali daerah ini begitu tertata.

Dalam kisaran 60-90 menit perjalanan dari Bantaeng, pengunjung akan memasuki Kawasan Wisata Tanjung Bira. Setiap pengunjung dikenai biaya retribusi sebesar Rp 5.000 untuk anak-anak, Rp 10 ribu untuk dewasa, dan khusus turis mancanegara harganya berbeda. Apabila membawa mobil pribadi, ada biaya tambahan.

Untuk akomodasi tak perlu khawatir, ada beragam jenis penginapan dalam kawasan Wisata Tanjung Bira. Biaya terendah sekitar Rp 200 ribu untuk satu malam dengan kamar berlantai kayu dan berdinding bambu serta dua tempat tidur. Selain itu, dilengkapi kipas angin dan kamar mandi yang berada dalam, namun tanpa sarapan. Untuk yang ingin kenyamanan tinggi bisa memilih resor dan hotel dengan tarif yang bervariasi

Selanjutnya, saatnya menikmati senja pertama dan malam di Pantai Bira. Selama tidak datang pada masa liburan dan akhir pekan, pengunjung tidak akan terganggu oleh keramaian.

Liburan 2 hari di Tanjung Bira bisa dilakukan juga untuk mengunjungi pembuatan kapal Phinisi.
Kapal Phinisi yang merupakan produksi Tanjung Bira dalam sebuah pelayaran. Foto: Dok. Unsplash-Johny Africa

Hari Kedua: Pantai Bara dan Tana Beru

Hanya dalam 15 menit dari Pantai Bira menuju arah barat bisa ditemukan Pantai Bara. Suasana yang ditemukan sungguh berbanding terbalik: bersih, tenang, tak ada deretan panjang warung, dan keramaian orang.  

Belakangan tak sedikit pengunjung, terutama anak muda, memilih bermalam di tepian Bara. Mereka membawa bekal kantong tidur, tenda, hingga makanan dan minuman. Alasannya sederhana saja, mereka ingin tenggelam dalam suasana dari detik-detik terbenamnya matahari, ketenangan pada malam hari dengan musik debur halus ombak, dan keindahan fajar pada pagi harinya. Tentunya tanpa melewatkan sensasi halus pasir putih yang hangat.

Dan tidak sah rasanya apabila telah datang ke Butta Panritta Lopi—tanah para ahli pembuat Perahu Pinisi—namun tidak menyempatkan singgah di Tana Beru yang merupakan sebuah kelurahan di Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba.

Tana Beru merupakan pusat pembuatan alat transportasi laut terandal. Jika masyarakat setempat sedang mengerjakan pesanan, beruntunglah pengunjung dapat melihat pembuatan perahu pinisi secara langsung.

Liburan 2 hari di Tanjung Bira bisa dilakukan melalui jalan laut dari Pelabuhan Makassar.
UnsPelabuhan Makassar. FotoL Dok. Arif hidayat-unsplash

Selepas makan siang, saatnya kembali ke Makassar. Bila ingin langsung kembali ke Jakarta bisa pilih penerbangan terakhir pada pukul 21.30 WIT. Solusi alternatif dapat menginap semalam di Makassar dan kembali ke Jakarta esok pagi. Bila harus segera kembali bisa pilih jadwal penerbangan paling pagi pukul 06.00.

agendaIndonesia/TL

*****

Ayam Tangkap Khas Aceh, 1 Ekor Dipotong 24

5 surga sajian kuliner Indonesia, salah satunya adalah Nangroe Aceh Darusalam. Ada banyak pilihan di sini, salah satu yang terkanal adalah ayam tangkap.

Ayam tangkap khas Aceh menjadi salah satu ikon kuliner masyarakat Serambi Mekah, selain bakmi Aceh. Dedaunan dan rempah bumbunya menjadi pembeda dengan sajian ayam goreng dari daerah lain.

Ayam Tangkap Khas Aceh

Nama masakan ayam tangkap sendiri sampai saat ini belum ada yang tahu dari mana asal-usulnya. Secara bercanda, masyarakat Aceh suka menyebut jika nama tersebut muncul dari kebiasaan orang setempat yang baru menangkap ayamnya ketika akan dimasak. Bisa jadi informasi ini cuma guyon, namun bisa jadi hal itu benar. Dan menunjukkan bagaimana “fresh”-nya bahan utama masakan ini sebelum disajikan.

Meskipun tak diketahui sejak kapan masakan ini ada dalam khasanah budaya kulinari Aceh, namun banyak sumber menyebut jika masakan ini sudah ada sejak lama. Setidaknya sudah ada lima-enam generasi di belakang.

Keunikan ayam tangkap ini dibandingkan jenis kuliner ayam goreng lain adalah saat disajikan. Ayam goreng tersebut, selain ukuran potongannya yang kecil-kecil tak seperti layaknya potongan ayam yang dibagi empat atau delapan, disajikan dengan daun-daunan. Ada daun temurui dan daun pandan yang dirajang kasar serta digoreng renyah. Apabila dicicipi daun-daun tersebut mungkin terasa aneh meskipun chrunchy. Tapi bila mengunyahnya dipadukan dengan ayam gorengnya, akan menghasilkan cita rasa yang khas dan nikmat.

Ayam tangkap ini terbuat dari bahan dasar ayam potong, daun temurui, daun pandan dan cabe hijau. Untuk cabe hijaunya biasanya menggunakan yang panjang yang nantinya akan disajikan bersama dengan daun temurui dan daun pandan. Sedangkan bumbu yang digunakan di antaranya bawang putih, bawang merah, cabe rawit, kunyit, jahe, dan air asam jawa.

Dalam proses pembuatan tangkap ini, seperti disebut di muka, biasanya dipotong kecil-kecil. Dari banyak resep yang beredar di masyarakat, umumnya satu ekor ayam akan dipotong menjadi 24 bagian. Ada yang menyebut, karena ditangkap dan disembelih sesaat akan diolah, pemotongan kecil-kecil itu agar bumbu dan rempah cepat meresap ke dalam daging. Begitupun, saat ini banyak juga yang memotong ayam sesuai dengan keinginan.

Setelah itu, potongan daging kemudian direndam bersama bumbu hingga meresap, meskipun tak terlalu lama –kurang lebih 15 hingga 30 menit– lalu daging ayam digoreng hingga matang. Ketika mendekati matang, daun temurui, cabe hijau dan daun pandan dimasukan dan digoreng bersama daging ayam tadi. Setelah semuanya matang, semua lalu tiriskan. Ayam Tangkap biasanya disajikan langsung bersama dengan daun-daunan yang sudah digoreng tersebut.

ayam tangkap khas Aceh, sebagai salah satu ikon kuliner Serambi Mekah.
Ayam Tangkap Khas Aceh sebagai ikon kuliner negeri Serambi Mekah. Foto:shutterstock

Di banyak rumah makan masakan Aceh, penyajian ayam tangkap biasanya dengan dedaunan yang menutupi ayam sehingga terlihat ayam sengaja diletakkan di bawah dedaunan. Dedaunan ini selain sebagai daya tarik hidangan, sekaligus bisa dijadikan sebagai lalapan kering pelengkap potongan ayam.

Pada umumnya, para pencinta ayam tangkap ketika menyantapnya akan mengkombinasikan dengan sambal kecap yang telah dicampur dengan potongan bawang merah dan cabai hijau. Sebagian lagi menggunakan bawang goreng. Satu hal yang pasti, hampir semua restoran Aceh menggunakan ayam kampung sebagai bahan utama. Hal ini untuk mempertahankan cita rasa.

Lalu di mana ayam tangkap ini di Banda Aceh dapat dinikmati? Berikut sejumlah restoran atau warung makan yang cukup dikenal dengan ayam tangkapnya.

Rumah Makan Hasan; di Jalan Profesor Ali Hasyimi, Pango, Ulee Kareng, Banda Aceh.

Ini konon merupakan salah satu tempat makan ayam tangkap paling enak di Aceh. Kelezatan ayam tangkap yang dihidangkan di tempat ini bisa dibuktikan dari eksistiensinya yang sudah ada sejak 1989. Rumah makan ini memiliki tiga cabang di Aceh. Restoran ini berada yang buka setiap hari mulai pukul 10 pagi sampai 9 malam.

Rumah Makan Specifik Aceh; di Jalan Hasan Dek nomor 14-16, Banda Aceh.

Rumah makan ini dimiliki warga asli Aceh dan dianggap sebagai ayam tankap dengan rasa yang original. Warung makan yang buka setiap hari ini hampir selalu ramai pengunjung.

Ayam Pramugari; di Jalan Bandara Sultan Iskandar Muda, Paya-Ue, Blang Bintang

Nama rumah makan ini diambil karena awalnya banyaknya pramugari yang membeli ayam tangkap di tempat ini. Mungkin karena dekat dengan bandar udara. Nama yang unik ini mampu membuat orang penasaran mencicipinya.

Rumah Makan Ayam Tangkap Cut Dek; Jalan Panglima Nyak Makam, Lampineung, Banda Aceh.

Ini merupakan satu rumah makan yang menyajikan ayam tangkap paling enak di Aceh. Bahkan rumah makan yang berdiri sejak 1996 ini hampir selalu ramai pembeli. Rumah Makan ini buka setiap hari mulai pukul 10 pagi sampai dengan 10 malam

Rumah makan Bu Sie Itek Bireun; di Jalan Teuku Umar, Setui, Banda Aceh, di sebelah masjid masjid Meukeutop

Ini merupakan salah satu rumah makan yang populer di kalangan pelancong luar kota. Mungkin karena mereka juga menyediakan menu gulai bebek. 

Lalu di mana jika orang ingin mencicipi ayam tangkap di Jakarta?

Ayam Tangkap Aceh Jakarta; Jl. Menteng No.10 Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat 

Ayam & Bebek Tangkap Atjeh Rayeuk; Jl. Ciranjang No.36, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

Sudah pernah mencicipi ayam tangkap? Ayo agendakan tangkap ayammu.

agendaIndonesia

****