Nasi Koyor Kota Lama, Antik Sejak 1955

Nasi koyor Kota Lama Semarang sudah ada sejak 1955 dan bertahan hingga kini. Foto: shutterstock

Nasi koyor kota lama Semarang adalah kuliner yang unik dan otentik ibukota Jawa Tengah ini. Kuliner ini bahkan terbilang antik dan legendaris karena walau sudah ada sejak lama, tapi masih ramai diminati hingga kini.

Nasi Koyor Kota Lama

Koyor, ini sebutan untuk bagian urat atau otot sapi di bagian lutut, memang cukup lazim menjadi bagian dari beberapa masakan nusantara. Begitu pun di Semarang, koyor justru menjadi bagian utama dari resep kuliner unik tersebut.

Yang membuatnya unik adalah resep nasi dengan koyor yang diramu ala ‘krengsengan’ yang menggunakan santan, dipadu dengan tambahan seperti telur, tahu, tempe, serta daging ayam atau sapi. Resep ini sudah menjadi kuliner yang menggoda lidah sejak berpuluh tahun lalu.

awan TdVadAAR Mc unsplash
Jalan Letjen Suprapto, Semarang, lokasi Nasi Koyot Kota Lama di kota tersebut. Foto: unsplash

Hal yang perlu diingat adalah walaupun mungkin secara sekilas agak terlihat dan terasa mirip, tetapi koyor tidak sama dengan kikil. Kalau koyor adalah bagian di area lutut sapi, maka kikil adalah bagian tulang rawan kaki sapi.

Untuk mengolah koyor jadi masakan juga terbilang tak sulit, tapi juga tak mudah. Butuh ketelatenan dalam proses pengolahan yang bisa berlangsung beberapa jam agar koyor menjadi kenyal. Bumbu yang diracik pun harus sesuai agar mendapatkan cita rasa gurihnya.

Maka tak heran jika hingga saat ini banyak warung penjaja kuliner ini yang masih mempertahankan cara tradisional dengan menggunakan arang. Ini dilakukan agar mendapatkan besaran api tertentu dalam memasak koyor.

Biasanya, koyor yang sudah dicuci bersih akan direbus dulu sebelum dimasak. Bahan-bahan seperti jahe, daun jeruk, daun salam, lengkuas dan garam juga digunakan saat merebus. Tujuannya agar ia menjadi empuk serta menambah rasa gurih secara alami.

Proses ini rata-rata bisa berlangsung selama setidaknya tiga jam. Setelah matang, ia dipisahkan dan dipotong-potong. Kemudian ia direndam kembali dengan campuran santan dan gula merah agar bumbunya meresap.

Barulah sesudah koyor dapat dimasak dengan bumbu halus bawang putih, bawang merah, kunyit, ketumbar dan kemiri. Setelah disajikan, koyor yang empuk dan kenyal akan berpadu dengan paduan rasa manis, gurih dan spicy.

Selain disuguhkan dengan nasi dan beberapa tambahan lauk, biasanya di dalam nasi koyor terdapat pula sayur kacang panjang. Terkadang nasi koyor kota lama bahkan juga dihidangkan dengan gudeg.

Di Semarang, para pemburu kuliner masa lalu masih bisa menemukan beberapa warung-warung penjual nasi koyor tersebut. Salah satu yang bisa dibilang paling terkenal dan legendaris adalah Warung Nasi Koyor Kota Lama.

Terletak berdekatan dengan gedung Marba dan gedung Spiegel di kawasan Kota Lama, warung ini disebut sudah berdiri sejak 1955. Yulianti bersama dengan suaminya adalah generasi kedua yang melanjutkan bisnis kuliner ini.

Menurutnya, warung ini dulunya buka di situ karena ayahnya pernah bekerja sebagai petugas keamanan di area gedung Marba. Berbekal resep warisan keluarga, warung berbentuk semi permanen hanya selebar trotoar tersebut didirikan dan mampu terus eksis hingga kini.

Nasi Koyor Kota Lama Semarang mengandalkan masakan dari koyor atau urat yang digemari sejak lama.
Kedai Nasi Koyot Kota Lama Semarang. Foto: Dok. Biro Komunikasi Publik Kemenparekraf

Setelah melanjutkan bisnis orang tuanya sejak 2015 lalu, ia memutuskan untuk mempertahankan bentuk dan keaslian dari warung tersebut. Nyatanya, itu tak menurunkan animo pengunjung, bahkan hingga kalangan figur publik seperti pejabat.

Warung tersebut juga masih mempertahankan cara memasak dengan arang. Menurut Yuli, cita rasa serta aroma masakan yang dibuat menjadi lebih spesial. Potongan koyornya pun tergolong besar-besar. Tak kurang sekitar tujuh kilogram koyor yang digunakan setiap harinya.

Namun diakuinya pula bahwa belakangan ini menu yang tersedia tak selengkap dulu. Padahal, warung ini sebelumnya juga menyediakan menu-menu lain seperti masakan paru, iso, babat dan limpa.

Hal ini disebabkan sulitnya mendapat pasokan bahan baku, setelah Pasar Johar tempat Yuli memperoleh bahan-bahan tersebut dipindahkan. Ditambah lagi, ternyata peminat menu-menu tersebut dewasa ini agak menurun.

Kendati demikian, minat pengunjung kepada nasi koyor kota lama sebagai sang menu utama tersebut tak kunjung surut. Meskipun normalnya warung buka dari jam 09.00 hingga sore hari, tapi tak jarang makanan sudah ludes terjual sejak jam makan siang.

Dalam satu porsi nasi koyor Kota Lama, biasanya sudah mendapatkan tambahan gudeg, sambal goreng tahu, sayur kacang panjang dan kering tempe. Telur, tahu dan tempe juga tersedia sebagai tambahan. Porsinya pun terbilang cukup banyak dan mengenyangkan.

Seporsi nasi koyor di warung ini dihargai Rp 25 ribu, walau terkadang naik sedikit menjadi Rp 28 ribu bila hari libur. Kalau ingin menambah lauk seperti telur dan lain lain hanya perlu menambah sekitar Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu. Secara umum, harganya cukup terjangkau.

Hanya saja, karena memang selalu ramai pengunjung dan cenderung cepat habis, pelancong yang ingin mencoba harus bersiap datang dari awal sejak warung mulai buka. Selain itu, tempatnya memang kecil, sehingga berpotensi harus mengantri untuk dapat meja dan tempat duduk.

Warung Nasi Koyor Kota Lama Semarang

Jl. Letjen Soeprapto no. 33, Semarang

agendaIndonesia/Audha Alief P.

*****

Roti Unyil Venus, 55 Varian Unik Dari Bogor

Keliling Bogor pastikan beli roti unyil venus, oleh-oleh khas Bogor

Roti Unyil Venus mungkin sekitar 10-15 tahun terakhir menjadi salah satu oleh-oleh khas dari kota Bogor, Jawa Barat. Bentuknya yang mungil dengan rasa yang enak membuatnya menjadi klangenan mereka yang singgah ke kota hujan ini.

Roti Unyil Venus

Untuk warga Bogor dan Jakarta, mungkin roti Venus ini sesungguhnya tidak baru, menurut sejarahnya ia sudah ada sejak 1992. Meskipun produk dalam bentuknya yang mungil seperti sekarang ini baru sekitar tahun 1993-1994.

“Roti Unyil” sendiri adalah produksi Venus Bakery yang dikembangkan kakak beradik Hendra Saputra dan Herlianty. Mereka memulai usahanya dengan membuat roti-roti berukuran normal-normal saja, seperti roti tawar dan roti isi beraneka rasa. Awalya mereka berdua berjualan rotinya dengan menggunakan gerobak kecil di perumahan sekitar tempat tinggalnya.

Herliyanti yang pertama punya ide berdagang, Hendra, sang adik yang pertama mengusulkan agar mereka menjual roti. Hal itu karena ia pernah mengikuti kursus membuat roti. Hendra pun akhirnya membuat roti dengan resep sendiri. Roti mereka pada awalnya berukuran standar dan memiliki 10 rasa yang berbeda-beda.

Ide membuat varian roti dalam bentuk mungil tercetus ketika kedua kakak beradik tersebut ingin menyasar pasar anak-anak. Pertimbangannya, anak-anak mungkin tertarik dengan bentuknya yang mungil. Tentu, dengan kualitas dan rasa yang enak, anak-anak akan semakin menggemarinya.

Namun, ternyata keduanya “meleset”. Roti mungil mereka ternyata tak hanya digemari anak-anak. Pasar terbesar kemudian justru para orang tua dan orang dewasa. Mungkin dengan harganya yang lebih murah karena mungil, orang bisa sekaligus mencicipi beberapa varian rasa sekaligus. Jika dibandingkan dengan membeli satu jenis roti ukuran biasa.

Belakangan, roti-roti mungil ini justru yang cepat terserap konsumen. Akhirnya toko roti Venus hanya fokus pada produk roti-roti kecil ini. Pada saat itu memang belum ada roti yang berukuran kecil. Toko ini tetap memproduksi beberapa roti ukuran besar, namun tak lagi menjadi produk utama.

Tak jelas betul bagaimana kemudian produk roti-roti mungil ini kemudian disebut dengan nama “roti unyil”. Pada awalnya, baik Hendra maupun Herlianty tidak pernah mempopulerkan roti buatan mereka dengan nama roti unyil. Entah siapa yang pertama kali menggunakan istilah tersebut hingga akhirnya roti-roti mungil ini dikenal oleh hampir seluruh kalangan masyarakat Indonesia dengan nama roti unyil.

Awalnya roti unyil ini hanya memiliki 10 varian rasa, seperti juga awal roti ukuran normalnya. Namun, akhirnya mereka memutuskan untuk berinovasi hingga variasi rasanya bertambah menjadi 25 rasa. Ini terus berkembang, hingga saat ini telah ada 55 varian rasa. Ada rasa manis, maupun rasa asin.

Isi dari roti ini bermacam-macam, mulai dari abon, keju, sosis, bakso, moka, cokelat, susu, jagung, kacang, nanas, pisang, kismis, stroberi, cokelat kacang, dan pisang cokelat. Atau kombinasi dari bermacam varian itu.

Keberadaan roti unyil lantas saja beredar dari mulut ke mulut. Setiap harinya, Venus Bakery tak pernah sepi pembeli, terutama di akhir pekan atau saat hari-hari libur. Para pembeli biasanya membeli roti yang dikemas dalam kotak berisi 10 hingga 60 buah. Konsumen dibebaskan untuk memilih lebih dari 50 varian yang tersedia di dalam etalase. Namun, dari semua varian, yang menjadi favorit para pembeli adalah daging asap keju dan jagung manis.

Outlet pertama toko roti Venus ada di sebuah komplek ruko di Jalan Sukasari, Bogor. Toko roti itu selalu ramai dikunjungi pengunjung. Banyak orang berdatangan terutama dari Jakarta yang membeli roti itu. Mau tidak mau kamu harus mengantri dengan sabar karena jumlah pengunjung yang membludak.

Ketika bisnis terus berkambang dan maju, toko roti ini kemudian sekarang berada di Jalan Padjadjaran, lokasinya cukup strategis karena tidak terlalu jauh dari pintu masuk tol Jagorawi dan Terminal Baranang Siang. Di tengah banyaknya oleh-oleh dan kuliner yang tumbuh di Bogor, roti unyil kemudian menjadi salah satu pilihan.

Tak jarang, selain menjadi oleh-oleh bagi wisatawan yang hendak kembali ke Jakarta, Bandung, atau kota lainnya, roti Venus ini juga menjadi incaran para pelancong yang hendak berakhir pekan ke Puncak. Roti ini memang cocok dimakan ketika orang sedang bersantai bersama keluarga atau teman-teman. Roti ini juga bisa menjadi teman sarapan atau sekadar untuk pengganjal perut yang lapar.

Sudahkah Anda mencicipi roti unyil ini? Kalau belum, ayo segera agendakan.

AgendaIndonesia

Pempek Palembang, Asal-usul Dan 8 Jenisnya

Pempek Palembang menjadi salah satu pusaka kuliner Indonesia. Foto: shutterstock

Pempek Palembang adalah makanan khas daerah itu yang terbuat dari ikan yang digiling halus dan dicampur dengan tepung sagu, air, garam, dan bahan-bahan lainnya. Makanan ini memiliki rasa gurih dan kenyal, dan biasanya disajikan dengan kuah cuko, potongan timun dan sambal.

Pempek Palembang

Asal-usul pempek Palembang hingga saat ini tidak diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori yang mengaitkan asal-usulnya dengan sejarah Palembang. Salah satu teori menyatakan bahwa pempek berasal dari pengaruh budaya kulinari Tionghoa di Palembang pada abad ke-16. Pada masa itu, orang Tionghoa membawa teknik pembuatan fish ball dan fish cake ke Palembang, yang kemudian berkembang menjadi pempek.

Teori lain merujuk ke masa yang lebih lampau dan menyatakan bahwa pempek sudah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya berkuasa di Palembang atau Sumatera Selatan pada abad ke-7 hingga ke-13. Pada masa itu, makanan yang terbuat dari ikan dan sagu telah dikenal sebagai makanan yang populer di kawasan tersebut.

pempek Palembang setidaknya ada 8 jenis, salah satunya adalah Pempek Kapal Selam
Pempek Kapal Selam cirinya ada telor di dalamnya. Foto: shutterstock

Teori ke dua ini, mengutip laporan kompas.com, yang mengutip buku Pempek Palembang Makanan Tradisional dari Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan, pempek diduga sudah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya atau sekitar abad 7 Masehi.

Dugaan itu berdasarkan temuan di Prasasti Talangtuo yang menyatakan bahwa tanaman sagu sudah ada di Palembang sejak abad ke-7. Selain itu disebutkan pula bahwa pempek adalah hasil karya dari masyarakat Kayu Agung, suku yang gemar berdagang menggunakan kapal pinisi.
Suku Kayu Agung atau Komering Kayu Agung adalah suku asli Indonesia yang berasal dari kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatra Selatan. Ketika itu para penduduk Kayu Agung berdagang dengan cara barter kemudian mendapatkan sagu dan ubi. Mereka kemudian mengkreasikan antara sagu dengan ikan yang ditangkap saat berlayar dalam perjalanannya berdagang.

Ada pula teori yang bersumber dari cerita mulut-ke mulut, yakni bermula dari seorang pria keturunan Tionghoa yang biasa dipanggil Apek atau paman. Dalam bahasa Hokkian, paman disebut “empeg” atau “apeq”. Ia hidup di masa pemeritahan Kesultanan Palembang Darussalam yang dipimpin Sultan Mahmud Badaruddin II.

Apek ini, disebutkan tinggal di pinggiran Sungai Musi, memiliki ide untuk memanfaatkan potensi ikan yang melimpah. Selain digulai dan digoreng, ia berkeinginan mengolah potensi ikan tersebut menjadi sajian lain.

Akhirnya, Apek pun mengolah ikan hasil tangkapannya dan mencampurnya dengan tepung. Sajian tersebut sekilas mirip dengan makanan bakso yang dibawa pedagang Tiongkok ke Palembang. Apek pun kemudian menjual makanan buatannya dengan cara berkeliling. Saat itu, ia belum memberikan nama kepada hasil racikannya.

Awalnya pempek dikenal dengan nama Kelesan yang tidak lain merupakan alat yang digunakan untuk menghaluskan daging ikan berbentuk cembung dengan semacam kuping di sisi yang berhadapan. Belakangan, konon namanya kemudian berubah di tangan pembeli. Ketika ada pembeli yang ingin mencobanya, mereka pun memanggil Apek dengan ujung namanya saja, yakni “Pek…Pek.”

Pempek Palembang Jenis Adaan shutterstock
Pempek adaan bentuknya seperti bakso goreng. Foto: shutterstock

Di masa penjajahan Belanda, pempek menjadi makanan yang populer di kalangan penduduk asli Palembang. Para pedagang Belanda dan Cina yang berdagang di Palembang juga menyukai makanan ini dan membawanya ke tempat lain di Indonesia. Seiring dengan waktu, pempek menjadi makanan yang populer di seluruh Indonesia dan bahkan mendunia.

Hingga saat ini, pempek masih menjadi makanan khas Palembang yang sangat populer. Kini, pempek sudah memiliki banyak varian, seperti pempek lenjer, pempek kulit, pempek kapal selam, dan lain sebagainya. Pempek juga telah menjadi industri kecil yang menghidupi banyak orang di Palembang dan sekitarnya.

Sekitar 1916, makanan pempek mulai dijajakan di kawasan keraton, sekitar Masjid Agung dan Masjid Lama Palembang. Awalnya, pembuatan pempek menggunakan ikan belida, namun karena ikan tersebut semakin langka dan harganya mahal para pedagang kemudian mengganti dengan ikan lain. Umumnya ikan tenggiri. 

Untuk menyantap pempek Palembang, pedagang biasanya menyajikan dengan cairan yang disebut cuko. Ini adalah saus yang biasanya disajikan sebagai pelengkap saat makan pempek Palembang.

Pempek Palembang Bakar shutterstock
Sekarang juga ada pempek yang dibakar. Foto: shutterstock

Cuko terbuat dari air, cuka, gula merah, garam, udang ebi, cabai rawit, dan bawang putih yang dihaluskan. Bahan-bahan tersebut kemudian direbus hingga matang dan tercampur secara merata. Saus cuko ini memiliki rasa asam, manis, pedas, dan sedikit gurih yang sangat cocok untuk dipadukan dengan pempek.

Ada beberapa variasi cuko yang dijual di pasar, tergantung dari selera dan kebiasaan masyarakat setempat, namun umumnya rasa dan komposisi bahan dasar cuko untuk makan pempek Palembang hampir sama di berbagai daerah.

Sejak dahulu, cuko khas Palembang memiliki cita rasa pedas. Namun, seiring masuknya pendatang dari luar Sumatera, saat ini banyak ditemukan cuko dengan rasa manis.


Ada beberapa jenis pempek Palembang:

  1. Pempek kapal selam: berbentuk seperti kapal selam dengan isian telur ayam dan udang di dalamnya.
  2. Pempek lenjer: ini sering disebut ibu dari pempek, berbentuk panjang dan pipih, dengan tekstur yang lembut dan kenyal.
  3. Pempek keriting: Pempek ini berbentuk seperti keriting atau keriting rambut.
  4. Pempek adaan: Pempek ini berbentuk bundar dan pipih, dengan tekstur yang lembut dan kenyal.
  5. Pempek kulit: Pempek ini terbuat dari kulit ikan tenggiri yang digiling halus dan dicampur dengan bahan-bahan lainnya.
  6. Pempek lenggang, ini adalah adonan dasar pempek campur telur bebek. Kemudian, diletakkan di atas daun pisang berbentuk kotak.
  7. Pempek isi udang: berbentuk bundar dan pipih, dengan isian udang di dalamnya.
  8. Pempek tahu: Pempek ini terbuat dari tahu yang diisi dengan campuran ikan dan bahan-bahan lainnya.

Setiap jenis pempek memiliki ciri khas dan rasa yang berbeda-beda, namun semuanya tetap mengandung cita rasa asli khas Palembang.

Jika sempat main ke Palembang dan pengen mencicipi pempek yang enak, berikut beberapa pilihannya:

  1. Pempek Noni 168 di Jalan Jenderal Sudirman 952 20 Ilir III, Palembang
  2. Pempek 26 Ilir, Jalan Beringin Janggut, Talang Semut, Palembang
  3. Pempek Ek Dempo 103, Jalan Lingkaran, Ilir Timur I, Palembang
  4. Pempek Candy, Jalan Jendral Sudirman, Sungai Pangeran, Palembang
  5. Pempek Leny, Jalan Petanang, Palembang
  6. Pempek 71 Prabumulih, Jalan Bangau 088, Prabumulih
  7. Pempek Pak Raden, Jalan HM Dhani Effendi, Palembang

agendaIndonesia

*****


Paramotor, Terbang Dengan Angin 7 Knot

Paramotor kegiatan dirgantara dengan mengandalkan angin, parasut dan motor

Paramotor mungkin belum seakrab paralayang atau gantole, atau pesawat ultra ringan bagi banyak pecinta kegiatan dirgantara di Indonesia. Olahraga ini memang lebih muda dari ketiganya. Bagi pecintanya, kegiatan ini tak kalah mengasyikan. Ini kisah sebelum masa pandemi terjadi.

Paramotor

Pukul 07.00, lapangan terbang perintis di atas pegunungan Mamberamo, Papua, masih dipenuhi kabut. Pada ketinggian sekitar 3.000 meter di atas permukaan laut, udara terasa sangat menusuk tulang. Mendengar akan ada atraksi terbang paramotor, warga sudah berkerumun memenuhi lapangan udara sejak pagi. Angin stabil searah jalur landasan dengan kecepatan sekitar 7 knot, setara 13 kilometer per jam, sangat ideal untuk terbang menggunakan paramotor.

Dengan 12 liter bensin di tangki, pagi itu, Didit Majalolo menggelar parasut, memanaskan mesin, dan bersiap-siap mengudara. Dibantu temannya yang mengosongkan area, ia pun beraksi. Saat mesin baling-baling menyala, ia menarik tali parasut melawan arah angin, menaikkan posisi parasut hingga di atas kepala. Dalam hitungan detik, ia berlari beberapa meter untuk menguatkan tarikan parasut, menggeber gas motor, dan hup…meloncat terbang.

paramotor adalah olahraga yang bisa dilakukan di mana-mana, sepanjang ada tempat terbuka untuk take off dan landing.
Seorang pegiat paramotor tengah bersiap untuk take off. Foto: Dok. Unsplash

Mula-mula ia memang hanya terbang beberapa meter di atas tanah. Namun setelah posisi nyaman, ia langsung menggeber gas motor hingga mencapai ketinggian 60 meter di atas tanah. Semua proses take off ini hanya membutuhkan waktu sekitar 30 detik. “Hmm, rasanya plong dan senang begitu sampai atas. Melihat pemandangan bawah yang hijau, bukit-bukit, dan aliran Sungai Mamberamo yang meliuk-liuk,” ujarnya, menceritakan pengalaman terbangnya.

Di atas, ia segera mengeluarkan kamera SLR, memotret keindahan lembah dan bukit Mamberamo dari ketinggian 60-100 meter di atas permukaan tanah. Didit gandrung melancong dengan menggunakan paramotor. Selama dua jam, ia mampu terbang hingga radius 60 kilometer di kawasan pegunungan Mamberamo. Memotret dari ketinggian menjadi sensasi yang ia cari. “Rasanya lain sekali antara memotret dari darat dan dari udara. Jauh lebih indah, dan terasa penuh adrenalin,” ujar petualang udara dan fotografer ini. Beberapa tahun terakhir, ia memang tergila-gila terbang dengan paramotor, setelah sebelumnya menekuni paralayang.

Bertualang di udara dengan paramotor lebih gampang dilakukan daripada menggunakan paralayang atau gantole, yang membutuhkan tempat tinggi untuk meloncat terbang. Aksi paramotor bisa dilakukan di mana saja, asalkan ada tempat terbuka seluas lapangan sepak bola sebagai landasan take-off dan landing. Didit bahkan lebih suka terbang di pantai. “Tempat ideal pantai, yang anginnya stabil dan pantainya luas. Saya setiap akhir pekan terbang di Pantai Parangtritis, Yogyakarta,” ia mengungkapkan.

Ia menambahkan, pantai tersebut sangat indah kalau dilihat dari ketinggian. “Pemandangan ombak besar, tebing-tebing karang, gumuk-gumuk pasir di Parangkusumo, hingga kerumunan wisatawan di sepanjang pantai,” ucap pria yang kemudian sering diminta oleh satuan penjaga keselamatan Pantai Parangtritis untuk memantau para turis dari atas ini.

Didit biasanya terbang pada ketinggian 100-300 meter di atas permukaan tanah, meski paramotor memiliki daya maksimum terbang hingga ketinggian 2.000 meter. Paramotor belum masuk dalam kategori pesawat udara ringan, sehingga tak banyak regulasi dan belum dibutuhkan lisensi sekolah pilot untuk bisa menerbangkannya. Siapa saja boleh menjajal paramotor, asalkan telah mengikuti pendidikan yang diketahui oleh asosiasi penghobi paramotor.

Didit kini membuka usaha jasa pendidikan, wisata, dan penjualan peralatan paramotor melalui Majalolo Paramotors Corp. Dia menawarkan program pendidikan selama tujuh hari dengan biaya Rp 12 Juta buat orang Indonesia, dan Rp 15 juta bagi warga asing, untuk dapat menjadi penerbang paramotor. “Syaratnya, sehat fisik dan tidak mempunyai penyakit jantung, itu saja. Kalau fobia ketinggian, itu bisa dilatih hingga hilang. Peralatan latihan juga harus milik sendiri,” ujarnya.

Ia juga menyediakan jasa wisata tandem terbang dengan paramotor di sekitar Pantai Parangtritis, Yogyakarta, dengan biaya Rp 400 ribu untuk sekali terbang selama 15 menit. “Tapi seringnya saya malah diundang bupati, wali kota, atau tim SAR untuk terbang tandem melihat wilayah tugas mereka,” katanya sembari tertawa. Terbang dengan paramotor memang cocok untuk mengamati kawasan tertentu karena, pada ketinggian 100-200 meter, obyek di bawah kelihatan lebih dekat.

Paramotor dulu sering dipergunakan untuk memotret dari udara dengan ketinggian tak terlalu ekstrim.
Dua pegiat paramotor sedang mengudara. Foto: Dok. unsplash

Selain itu, laju paramotor lebih gampang diatur daripada pesawat udara. Radius terbang paramotor pun cukup luas, hingga 100 kilometer lebih, tergantung bahan bakar bensin yang ada. “Rekor saya terbang cross country menyusuri pantai selatan Jawa dari Pantai Parangtritis hingga Pantai Cilacap. Kini sedang mempersiapkan diri membuat rekor baru dari Parangtritis hingga Kuta, Bali,” tuturnya.

Harga peralatan yang mahal, sekitar Rp 100 juta untuk satu set lengkap parasut dan mesin, membuat peminat paramotor masih sedikit. Diperkirakan, belum sampai 50 orang di Indonesia yang menggeluti hobi ini. Di luar negeri paramotor sudah berkembang, sehingga Didit sering kebanjiran undangan untuk mewakili Indonesia dalam berbagai kegiatan festival paramotor mancanegara.

“Indonesia, yang luas, sangat ideal untuk terbang paramotor. Banyak yang mengusulkan agar ada kegiatan di Indonesia, tapi karena baru saya sendiri yang main, ya, berat sendirian kompetisi di sini. Makanya, saya senang jika ada yang berminat belajar paramotor,” ujar Didit, yang juga memegang lisensi sebagai juri perlombaan. Ia sudah sering main paramotor di Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Melalui Majalolo Paramotors Corp, Didit bahkan telah berhasil mengembangkan usaha karoseri paramotor, yang tidak hanya bisa merakit perlengkapan paramotor, tetapi juga sudah membuat baling-baling sendiri. “Bikinan tukang las di Yogyakarta, kualitasnya sangat bagus. Untuk mesin dan parasut masih impor,” ucapnya. Ia belakangan juga diminta melatih tim SAR (search and rescue) berbagai daerah untuk terbang dengan paramotor.

Lantas apa proyek Didit Majalolo ke depan? “Saya ingin terbang dengan paramotor ke seluruh wilayah Indonesia, ingin memotret keindahan Indonesia dari udara.” Selama ini, ia terbang dengan paramotor, selain Mamberamo dan Jayawijaya, di Morotai, Maluku Utara; Pulau Panjang, Kepulauan Seribu; Pulau Merah, Banyuwangi; Parangtritis-Cilacap, Jawa Tengah; Timbis, Bali; dan wilayah selatan Lampung. Ia mempunyai empat set paramotor, baik untuk terbang cross country sendiri, pelatihan, maupun terbang tandem. Ayo, kamu mau mencoba? Seru lo!

Wahyuana/TL/agendaIndonesia

*****

Lokal dan Barat Di Puhu Restaurant & Lounge

Lokal Dan barat di Puhu resto and lounge

Lokal dan barat di Puhu Restaurant and Lounge, menyatu dalam setiap menu yang disajikan di Padma Ubud, Bali. Hidangan lokal yang sarat bumbu, dan olahan Barat yang sesuai dengan lidah asing.

Lokal dan Barat di Puhu

Agak temaram saat tiba di ruangan terbuka dari Puhu Restaurant & Lounge, restoran dengan menu Asia dan internasional, yang berada di Padma Resort Ubud di Payangan, Gianyar, Bali. Bangku kayu yang simpel dan suasana malam di luar menjadi tawaran lain di samping hidangannya. Untuk yang bersama dengan pasangan, bisa duduk di bagian luar dengan bisikan alam yang lebih terasa. Di dalam, lebih hangat dengan dekorasi kayu, termasuk pilar-pilar kayu yang besar. Ditambah iringan musik sang pianis, dengan tembang-tembang 1990-an.

Rasa lapar dari sore hari membuat saya memilih sajian dengan karbohidrat tinggi. Apalagi kalau bukan nasi, sesuai dengan perut Asia, meski hidangan internasional pun bertebaran di menu. Mata saya pun langsung menangkap kata nasi goreng. Ehmm … ada beberapa pilihan olahan khas lokal ini. The Puhu nasi goreng spesial berada di paling atas dalam daftar hidangan. Ada pula nasi goreng senggol Payangan—nasi goreng kampung dengan ayam goreng, udang goreng, sate daging sapi, dan telur mata sapi. Namun saya memilih nasi goreng buntut. Untuk perut yang kosong, selain mengenyangkan, paduan nasi goreng buntut dengan sambal hijau, sate daging sapi, dan omelet itu memang rasanya terbilang jempolan.

Kebanyakan koki resto dengan mayoritas tamu orang asing akan mengurangi kadar rempah dan rasa pedasnya. Tapi tak demikian dalam olahan di Puhu ini. Rasa pedas pada sambalnya membuat lidah cukup kepanasan, dan rempah pada buntutnya pun cukup kuat. Dalam menu, pada hidangan seharga Rp 118 ribu ini, memang tertera gambar cabai. Bila tak mau rasa pedas, bisa memilih dua jenis nasi goreng lainnya.

Hidangan yang kemudian saya pilih pada makan malam berikutnya pun lagi-lagi bertanda cabai. Saya pun dibikin mabuk kepayang oleh sambal hijau yang dipadu dengan bebek goreng dan tumis bayam. Bebek nan garing dengan sambal hijau yang pedas benar-benar membikin selera makan langsung melonjak. Sajian seharga Rp 128 ribu itu membuat rasa lelah langsung sirna, dan saya pun bisa beristirahat dengan tenang setelah seharian mengunjungi beberapa obyek wisata di pulau ini. Pilihan sajian Indonesia lainnya, bila ingin berkuah, bisa berupa soto ayam, sop buntut goreng atau rebus, atau rawon sapi.

Seorang staf pun menuturkan, sang koki adalah orang Bali, bahkan asli dari Desa Puhu. Dikenal sebagai Chef CK. Banyak menonjolkan olahan lokal dengan bumbu yang berlimpah, tapi dengan pengalamannya bekerja di sejumlah resto di berbagai negara, sang juru masak pun piawai memasak hidangan Eropa atau internasional lainnya.

Malam itu, rekan saya memilih menu internasional. Mulai surf and turf, tak lain dari dua potong daging panggang yang dibikin bulat, dengan udang sungai besar, bayam, kentang, dan asparagus. Harga dipatok Rp 246 ribu. Daging panggang yang empuk. Berikutnya, ia mencoba pan roasted ricotta cheese stuffed chicken breast, olahan ayam dengan keju dan ricotta yang cukup mengenyangkan dan tentunya penuh protein. Jadilah penggemar makanan lokal dan internasional sama-sama puas. Untuk minuman, silakan pilih macam-macam mocktail, jus, atau wine yang memang tersedia di cellar.

Puhu Restaurant & Lounge; Padma Resort Ubud; Banjar Carik, Desa Puhu; Payangan, Gianyar, Bali

SUGUHAN LAIN

Sebagian ruang Puhu Restaurant & Lounge terbuka. Sekalipun duduk di bagian dalam, Anda tetap bisa menghirup udara luar dan menatap ke luar karena pintu memang terbuka lebar. Bila mampir di sore hari, atau saat langit belum gelap, perbukitan hijau, juga taman-taman dengan bambu-bambu di beberapa sisi, bisa ditemukan di sekeliling hingga 180 derajat sejauh mata memandang. Hotel memang berada di ujung sebuah bukit, hingga lembah di depan resto pun menjadi suguhan spesial bagi para tamu.

Di bagian tengah, di antara taman, ada juga kolam luas yang terlihat seperti tanpa tepi. Kolam yang melebar ini menjadi pemandangan khas saat orang berada di Puhu. Sementara interior ruang yang banyak menggunakan kayu, berhiaskan pilar besar. Langit-langit pun terbuat dari kayu. Atmosfer cokelat yang alami, harmonis dengan suguhan alam di sekeliling. Di balkon dengan meja khusus dua orang, udara luar langsung menjadi santapan pertama. Pagi menjadi saat makan sembari menghirup udara segar, sedangkan malam menjadi makan romantis dengan langit berbintang dan hamparan air yang terkena cahaya lampu. Di lounge dan bar, bila ingin melepas lelah setelah makan malam, bisa ditemukan beragam wine, cocktail, dan gin. l

Rita N./Bintari R./Dok. TL

Lawar Nyawan, 1 Masakan Ekstrim Bali

Lawar Nyawan Bali merupakan salah satu makanan eksttim bagi wisatawan asing.

Lawar nyawan adalah sensasi menikmati makan lawar dengan kondimen nyawan atau tawon atau lebah. Buat wisatawan asing di Bali, ini salah satu makanan ekstrim di Indonesia.

Lawar Nyawan

Lawar adalah salah satu kuliner khas Bali. Dan dari beberapa jenis lawar yang ada, boleh jadi lawar nyawan adalah salah satu yang paling unik. Kuliner khas pulau Dewata tersebut merupakan resep tradisional yang coba terus dilestarikan hingga kini.

Pada dasarnya, lawar adalah masakan yang memadukan ragam sayuran, serutan kelapa muda dan daging cincang yang dibumbui terasi serta bumbu ala Bali. Daging yang digunakan pun beragam, dari sapi, kambing, babi, cumi-cumi, bebek, ayam bahkan labi-labi atau bulus.

Lawar Khas Bali shutterstock
Lawar nyawan adalah kembangan dari masakan khas Bali, lawar. Foto: dok. shutterstock

Makanan ini dulunya disajikan untuk perayaan adat atau syukuran keluarga di Bali. Pada awalnya, lawar disajikan dengan darah daging hewan tersebut. Ini karena lawar dianggap melambangkan keseimbangan antara Brahmana (darah), Iswara (serutan kelapa muda), dan Wisnu (terasi).

Selain itu, lawar juga dikenal memiliki campuran rasa manis, asin, pedas dan asam yang melambangkan keharmonisan. Maka dalam acara perayaan tersebut ia menjadi simbol doa dan harapan agar hidup senantiasa harmonis dan adil/seimbang.

Setiap daerah di Bali pun memiliki ciri khas lawarnya masing-masing. Misalnya, di daerah Gianyar dan Badung, lawar yang disajikan dominan menggunakan sayur kacang panjang. Sementara di Buleleng lebih banyak menggunakan daun pepaya dan nangka muda.

Pada perkembangannya, kuliner ini pun turut beradaptasi dengan perkembangan zaman. Contohnya, agar dapat menjangkau peminat lawar dari kalangan Muslim, kini tersedia lawar putih alias tidak menggunakan darah hewan.

Selain itu, daging babi yang biasanya menjadi bahan baku masakan ini dulunya juga digantikan dengan daging sapi, kambing, cumi-cumi, bebek maupun ayam. Bahkan daging bulus yang dulu pernah juga dimasak menjadi lawar kini sudah tak lazim digunakan.

Tetapi mungkin yang beberapa orang belum banyak tahu, ada satu jenis lainnya, yaitu lawar nyawan. Disebut demikian karena menggunakan nyawan yakni lebah atau sarang lebah.

Lawar Nyawan Gofood
Lawar Nyawan dari Resto Piring Mas. Foto: dok. gofood

Secara bahan baku dan cara memasaknya, lawar jenis ini kurang lebih mirip seperti kebanyakan. Namun yang membuatnya unik dan berbeda adalah penggunaan sarang lebah dalam masakannya sebagai tambahan kondimen.

Sarang lebah yang digunakan pun tidak bisa sembarangan. Hanya sarang yang berisi larva atau anak lebah saja yang dapat dimasak menjadi lawar, karena memakan lebah dewasa akan beresiko tersengat.

Karena kebutuhan yang khusus inilah, lawar nyawan terbilang langka dan tidak semua dapat menyajikannya. Selain karena kelangkaannya, membeli bahan baku nyawan atau sarangnya pun tak bisa dibilang murah. Harganya bisa menyentuh Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu per kilogram.

Padahal, rata-rata restoran yang menyajikan kuliner ini butuh setidaknya 5-20 kilogram nyawan setiap harinya, bahkan dapat mencapai 30 kilogram ketika musim liburan dan banyak pengunjung. Kondisi ini dapat semakin dipersulit ketika musim hujan dan panen sulit dilakukan.

Hal itu disebabkan karena kebiasaan lebah yang cenderung lebih banyak berkembang biak pada saat musim kemarau. Untuk mengatasinya, beberapa restoran kemudian melakukan budidaya sarang lebah secara mandiri.

Uniknya, proses pembuatannya malah terbilang relatif cukup mudah. Sarang lebah yang sudah dipanen, berukuran sekitar segenggaman tangan yang masih berisi larva atau anak lebah, langsung direbus hingga matang dan terurai.

Untuk membuat bumbunya, digunakan bahan seperti bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, kemiri, sereh, lengkuas, cabe rawit dan terasi. Setelah diulek, bumbu kemudian ditambahkan serutan kelapa muda untuk diuleni.

Sayur yang digunakan biasanya adalah potongan kacang panjang, nangka muda dan taoge yang direbus. Sesudahnya, nyawan yang sudah matang dipotong-potong, kemudian ditumis dengan bumbu, serutan kelapa muda dan sayur. Setelah matang, lawar nyawan siap disajikan.

Lawar nyawan biasa disajikan dengan nasi, terkadang dengan tambahan seperti sate lilit. Sarang lebah yang lunak dan gurih, bercampur dengan bumbu khas Bali yang kaya akan rasa, membuatnya jadi kuliner yang begitu unik.

Tak hanya itu, makanan ini disebut sarat dengan kandungan proteinnya yang berasal dari larva atau anak lebah di dalamnya. Dipercaya ia mampu mengatasi berbagai masalah tubuh seperti panas dalam, asam lambung, tekanan darah tinggi dan resiko stroke, hingga vitalitas pria dewasa.

Seperti disebutkan di atas, saat ini tak banyak restoran yang menyajikan kuliner tradisional nan unik ini. Salah satunya yang cukup terkenal adalah Warung Piring Mas yang terletak di Desa Sangeh, Kabupaten Badung.

Restoran ini dikenal menyediakan beragam hidangan tradisional Bali, termasuk salah satunya adalah lawar nyawan. Sang pemilik restoran, Ida Ayu Prita Putrayani, mengaku terinspirasi dari ibunya yang sejak dulu kerap membuat masakan tersebut.

Setelah berhenti dari pekerjaannya pada 2006, ia memulai usahanya dengan menu utama resep kuliner unik warisan keluarganya tersebut. Untuk mendapatkan pasokan nyawan, ia menjalin kerja sama dengan petani lebah madu di Karangasem untuk berbudidaya sarang lebah.

Di restoran ini, wisatawan bisa memesan masakah khas ini dengan pilihan pakai atau tanpa sayuran. Harganya pun termasuk terjangkau, berkisar antara Rp 35 ribu hingga Rp 40 ribu, sudah termasuk nasi, sate lilit ayam, kacang tanah goreng, sup dan jamur crispy.

Selain itu, di restoran yang buka dari jam 09.00 sampai 20.00 ini terdapat pula jenis-jenis lawar lain, serta kuliner khas Bali lainnya seperti ayam betutu. Harganya juga berkisar antara Rp 25 ribu hingga Rp 35 ribu. Bahkan mereka juga menjual madu murni dalam botol.

Warung Piring Mas

Jl, Paninjauan, Desa Sangeh, Kabupaten Badung, Bali

Telp. 081238706257

agendaIndonesia/Audha Alief P.

*****

Singgah Semarang Dan Menikmati Kotanya Dalam 1 Hari

Kampung tematik Semarang menjadi andalan kota ini menarik wisatawan.

Singgah Semarang cuma satu hari, apa saja yang bisa dinikmati? Bagi yang sudah biasa main ke ibukota Jawa Tengah ini tentu saja tak cukup hanya mampir sehari di sini. Banyak hal yang kadung menjadi klangenan. Namun, untuk yang cuma waktu seharian saja?

Singgah Semarang

Semarang kini semakin mudah dijangkau dari banyak kota, termasuk dari Jakarta, sejak jalan tol yang menghubungkan hampir seluruh kota besar di pulau Jawa selesai dibangun dan dioperasikan. Dari Jakarta umumnya kota Semarang bisa dicapai dengan waktu rata-rata 4-5 jam. Dua orang teman bahkan pernah mencoba membandingkan lama tempuh perjalanan dari Jakarta ke Semarang dengan dua moda, pesawat terbang dan mobil pribadi. Hasilnya: mereka sampai di lobi sebuah hotel di kawasan Simpang Lima Semarang dalam waktu hampir bersamaan.

Tapi baiklah, kita tak membahas soal waktu perjalanan. Semarang, apa saja yang bisa dinikmati dalam satu hari dan kita bisa merasa sudah mendapatkan pengalaman kota di pesisir utara Jawa Tengah ini.

Hari itu, saya dan sejumlah teman SMA bikin janjian bikin reuni kecil di Semarang. Meeting point di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Ini karena 4 dari total 9 orang berangkat menggunakan pesawat dari Jakarta, sisanya dari Yogyakarta. Teman-teman dari Yogya mengunakan dua mobil MPV.

Semarang, yang sebelumnya kami persepsi amat biasa karena selama ini cuma kami nikmati sambil lalu, ternyata sungguh mengasyikkan karena didekati sebagai obyek wisata. Pada kunjungan ini kami menyaksikan persilangan tradisi peranakan Tionghoa, kolonial Belanda, dan Jawa. Dari warisan budaya hingga kulinernya.

Sejarah Semarang diawali pada abad 8 Masehi, sebagai kota pelabuhan ia merupakan bagian dari kerajaan Mataram Kuno. Nama Semarang sendiri konon berasal dari pohon asam yang arang (bahasa Jawa: jarang, Asam Arang), sehingga akhirnya disebut Semarang.

Sesuai perkiraan, dua rombongan sampai di Ahmad Yani hampir bersamaan. Sekitar Jam 8 pagi. Tujuan pertama kami jelas, sarapan. Dan yang kami pilih adalah Soto Pak Man di jalan Pamularsih Raya nomor 32. Dua tahun terakhir tempat ini jadi viral. Pertama karena ia dipilih Presiden Joko Widodo untuk jajan. Kedua, pertengahan 2019 sempat disegel karena soal pajak. Tapi kini sudah beroperasi normal.

Tempatnya cukup nyaman. Sotonya seperti umumnya soto khas Semarang dengan kuah bening. Untuk sarapan rasanya pas, tidak terlalu berat. Cuma hati-hati, lauk-pauk yang tersedia di meja sangat berlimpah. Sate usus, sate kulit, sate kerang, perkedel, atau tempe goreng garing. Seorang teman menyebut, “Gara-gara soto semangkok, rusak diet sebulan..” Tapi tak apalah, kami sedang traveling bukan?

Dari sana kami jalan ke Kelenteng Sam Po Kong, di Gedung Batu. Lokasinya tak terlalu jauh dari Pak Man. Kami pilih ini supaya bisa menurunkan isi perut. Kelenteng ini merupakan persinggahan Laksamana Zheng He atau Cheng Ho atau Sam Po Tay Djien ke Jawa pada 1405. Di sini, selain menjadi tempat peribadahan, pengunjung dapat melihat keindahan kelenteng, megahnya patung Cheng Ho, juga bisa berfoto dengan menggunakan kostum ala bangsawan Tiongkok.

Dari sana, kami menuju Kelenteng Tay Kak Sie, di Gang Lombok, yang didirikan pada 1746. Selain kelenteng, di sini juga terdapat patung Cheng Ho dan replika kapalnya. Istimewanya, tepat di samping kelenteng terdapat warung Lumpia Gang Lombok. Nah, ketahuan kan niatnya? Konon ini warung lumpia tertua dan legendaris di Semarang milik keturunan keluarga Thoa Thay Yoe.

Singgah Semarang di antaranya ke pusat oleh oleh djoe

Loen pia atau Lumpia merupakan salah satu makanan khas Semarang, terdiri dari rebung, udang, telur, sayuran yang digulung dalam kulit tepung. Bisa disajikan dalam dua pilihan, goreng atau basah. Saking istimewanya, untuk  kenikmatan itu kami harus rela menunggu antrian selama 1,5 jam… haiya….

Perjalanan dilanjutkan menuju ikon Semarang lainnya yang tak kalah melegenda, Lawang Sewu. Semula bangunan yang didirikan Belanda pada 1904 ini digunakan sebagai kantor pusat perusahaan kereta api Belanda atau NIS (Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij). Mengingat gedung ini banyak memiliki pintu dan jendela besar, maka popular disebut Lawang Sewu (pintu seribu), meski kenyataannya jumlah pintunya tidak sampai seribu. Lawang  Sewu memiliki bentuk bangunan khas kolonial, megah, unik, sehingga menjadi salah satu tempat favorit untuk sesi foto, termasuk prewedding.

Jejak peninggalan kolonial lain adalah kota tua, dengan daya tarik utamanya Gereja Blenduk. Gereja ini dibangun pada 1753 dan merupakan gereja Kristen tertua di Jawa Tengah. Di kawasan ini ada spot baru yang berbau milenal: Museum 3D Trick Art. Yang senang memajang foto di instragram bisa mampir ke sini. Tepatnya di jalan Letjen Suprapto.

Menjelang sore, seraya terus ngobrol, perjalanan kami teruskan untuk menikmati kuliner warisan budaya kolonial yang masih tersisa di Semarang, yakni Toko Oen, resto yang berdiri sejak 1936. Toko ini serupa dengan Oen yang ada di Malang. Memasuki resto kita seolah masih berada di zaman Belanda. Suasana resto dipertahankan sesuai aslinya, termasuk kostum pegawai resto putih-putih dengan kopiah khas. Toko Oen menjual cookies, es krim, dan kudapan khas Belanda seperti kroket, poffertjes, atau oliebolen... hmm lekker..

Lepas magrib, kami bergeser tempat untuk menikmati makan malam. Kali ini kami memilih nasi goreng babat. Yang paling terkenal tentu saja Nasi Goreng babat Pak Karmin. Ada dua outlet warung ini. Pertama di Mberok, ini posisinya antara kota tua dan toko Oen. Cabangnya ada juga di Jalan M.H. Thamrin. Kami pilih yang ke dua ini, karena lebih searah dengan tujuan selanjutnya.

Babat adalah jerohan sapi, jika tidak menyukainya, bisa memilih yang daging saja. Selain Pak Karmin, ada beberapa warung nasi goreng Babat yang terkenal di Semarang. Salah satunya Nasi Goreng babat Sumarsono dan Nasi Goreng Babat Hengky. Ke duanya ada di kawasan perumahan Anjasmoro.

Selesai makan malam, perjalanan reuni seharian kami di Semarang hampir berakhir. Jam 7 malam kami menuju Jalan Pandanaran. Apalagi, ini salah satu pusat oleh-oleh di Semarang, seperti bandeng presto, wingko babat, moci, juga lunpia. Dengan oleh-oleh dijinjing, maka berakhirlah reuni seharian kami hari itu. Empat orang dari kami diantar ke bandara Ahmad Yani, sementara lima lainnya langsung kembali ke Yogya.

Ketika pesawat kami mendarat di Jakarta, lima teman kami memasuki kota Yogya.

AgendaIndonesia

*****

Tip Top Medan, Restoran Heritage Sejak 1929

Tip Top Medan, suasana Interiornya

Tip Top Medan tanpa sengaja kami temukan saat berkunjung ke ibu kota Sumatera Utara ini. Awalnya lucu, karena nama ini mirip dengan tempat es krim di Yogyakarta, sehingga tertarik mencobanya. Ia juga mirip Ragusa di Jakata Pusat, atau Oen di Semarang.

Tip Top Medan

Kami memilih duduk persis di depan kasir, Bakery & Cake Shop yang asyik ini. Restauran yang berlokasi macam di Jalan Ahmad Yani ini, terbilang langka. Hanya ada satu-dua di Indonesia. Atmosfir yang dibangun restoran ini sengaja mengambil setting tahun 40-an. Misalnya penggunaan mebel rotan dengan desain yang simple, tentu juga menempati bangunan lama, peninggalan masa lalu.

Lihatlah, beberapa pelayan pria wara-wiri mengenakan pakaian stelan putih-putih lengkap dengan peci hitam. Ini membangun ingatan kita pada Istana Negara, pada  pasukan pengibar bendera merah putih saat perayaan 17 Agustus.  Sedangkan yang perempuan dengan blus batik, dengan motif tradisional dengan sogan warna gelap.

Tip Top Medan Resto Heritage

Pada dindingnya  tersusun foto-foto suasana, adegan tahun 1930-an dalam berbagai ukuran. Di beranda, ada foto pemilik pertamanya. Tertera restoran bernama “Jangkie”, yang rupanya adalah nama  pemilik awal rumah makan ini. Dalam catatan di sana, terbaca bangunan itu didirikan pada 1929, nama tersebut memang yang digunakan untuk arena makan ini.

Menurut runutan sejarahnya, restoran mulanya berada di Jalan Pandu, baru kemudian pindah ke daerah Kesawan pada 1934 dan memilih nama Tip Top yang bermakna sempurna. Dulu, jalanan depan restoran merupakan pusat keramaian hingga meneer, mevrouw, plus mejuffrouw pun berkumpul menikmati sekaligus mengagumi seduhan kopi Sidikalang yang terkenal itu. Juga melahap es krim, kue-kue khas Belanda dan aneka hidangan mancanegara maupun lokal.

Tak lama, saya bisa merasakan dua hidangan istimewanya, huzaren salad dan ayam goreng somboy. Salad khas Belanda yang segar untuk pembuka, dan ayam gorengnya yang renyah dan gurih.  Sebelumnya saya menyantap es krim dengan rasa kopi yang kental. Keragaman memang disodorkan oleh kru dapur Tip Top. Bagi para tamu, ada beberapa pilihan menu ala Eropa seperti aneka steak dan aneka salad, selain juga penganan ringan seperti bitterballen, pancake gula merah, uitsmijter dan roti ham & keju serta roti daging bakar.

Turis dari Holand termasuk yang cukup banyak mampir kemari. Ada yang memang pernah pada 1930-an tinggal di Medan, dan ingin mengulang kenangan lama menikmati es krim dan kopi Sidikalang. Ada pula yang datang adalah anak-cucu dari opa-oma Belanda yang pernah bersentuhan dengan Tip Top di masa lampau. 

Di samping masakan Barat, juru masak Tip Top pun menawarkan hidangan khas Cina. Seperti steak ala Hong Kong, fu yong hai, kwetiau goreng dan tentunya ayam goreng somboy yang saya rasakan kerenyahannya. Tapi yang diunggulkan dan banyak dipesan pengunjung dari resto ini, tak lain adalah nasi goreng Tip Top Spesial.

Di salah satu sisi, ada ruang khusus untuk menu masakan Indonesia. Seperti gado-gado, ayam goreng, rendah, gulai ikan, kari kambing dan ayam panggang santan. Penataan seperti rumah makan padang, dengan dinding kaca dan sajian siap makan. Menurut Ferry Kelana, 71 tahun, pemiliknya sekarang, tak ada perubahan dari ruangan maupun menu di restoran ini.

Sebagai generasi ketiga, hubungan Ferry dengan Jangkie adalah keponakan-paman. Kini, ia bahkan sudah mengajarkan ke putra bungsunya untuk pengelolaan restoran ini. Ia mengaku akan berupaya mempertahankan seperti aslinya. Tak hanya menu yang sama tapi juga bahan-bahannya yang segar. “Kami juga tidak memberi tambahan seperti pengawet dan penambah rasa lainnya,” ujar pria yang akrab dipanggil Om Ferry ini.

Tak hanya bangunan, perabotan, pajangan yang menyebarkan cita rasa klasik, band yang beraksi setiap Rabu malam pun melantunkan tembang-tembang kuno. Paduan semuanya semakin “membawa” tamu ke masa silam.

Boks

Java Ice Cream & Ontbykoek

Tip Top Medan Ice Cream

Tak hanya hidangan berat yang membuat orang memiliki memori khusus di Tip Top. Es krim dan kue-kue khas Belanda pun yang dulu dicecap para meevrouw pun tetap dipertahankan. Bakery & Cake Shop bersebelahan dengan ruang khusus restoran. Di bagian belakang keduanya tersambung. Sore hari, ketika toko kue tutup, kue-kue bisa tetap tersaji di beranda restoran.

Keunikannya, es krim bahkan tetap disajikan dengan wadah yang sama, yakni gelas berkaki dari almunium.  Ferry menyebutkan ia masih menyimpan gelas-gelas alumunium peninggalan  pamannya itu dengan rapi. Hingga suguhan pun masih tetap seperti akhir 1930-an. Salah satu yang favorit adalah Java Ice Cream. Selain itu ada banyak pilihan es krim lain seperti Ystaart dengan tiga rasa.

Kue-kuenya di resto ini hasil panggangan tungku kayu bakar, yang biasa digunakan sejak 1934 pun. Tungku bata itu berukuran sekitar  4×5 meter dan sulit untuk diperbaiki atau mengalami perubahan. “Karena untuk mendinginkannya perlu waktu sebulan,” ujarnya Ferry sambil tersenyum. Namun toh panasnya bisa membuat olahan tetap seprima zaman lampau.

Datang, dan cobalah kue-kuenya yang khas; moorkop dan ontbykoek. Moorkop dengan lapisan cokelat di bagian atas dan di bagian dalam terdapat krim, memang tampak menggiurkan. Sedangkan ontbykoek adalah kue dengan rasa kayu manis yang lembut sehingga terasa menyegarkan. Dulu, kedua kue ini disantap para meneer untuk sarapan. “Nah karena kegemaran pada rempah ini yang membuat mereka (Belanda) datang ke negeri ini,” ujarnya. Resep kue ini memang tak hanya memerlukan kayu manis, tapi juga pala dan cengkeh. Selain keduanya, ada beberapa jenis tart, dalam ukuran kecil maupun untuk pesta ulang tahun.

Tip Top; Restaurant, Bakery & Cake Shop; Jl. Jend. A. Yani No 92 A-B; Medan

Rita N./ Toni H./Dok. TL

Jenang Kudus Mubarok, Dijajakan Mulai 1910

Jenang Kudus Mubarok menjadi salah satu ikon kota Kudus, Jawa Tengah.

Jenang Kudus Mubarok mungkin adalah satu dari empat hal yang popular tentang kota Kudus di Jawa Tengah. Pertama tentu Sunan Kudus sebagai salah satu dari Wali Sanga, sembilan wali yang yang melakukan syiar agama Islam di Jawa. Lalu ada Masjid Kudus beserta menaranya, ke tiga tentu industri rokok kretek.

Jenang Kudus Mubarok

Ke empat kalau bIcara soal Kudus, tentu soal jenangnya, khususnya Jenang Kudus Mubarok. Jenama ini telah berhasil membuat kota kretek itu begitu identik dengan kudapan tradisional yang mirip dodol ini. Lho, jenang atau dodol?

Buat yang belum tahu, ada beda antara ke duanya. Memang, seperti dodol, jenang juga dibuat dari bahan dasar seperti tepung ketan, gula dan santan. Bedanya, dodol biasanya cenderung bertekstur kering. Sedangkan jenang cenderung lebih basah dan licin.

Gerai Jenang Kudus Mubarok mubarokfood
Jenang Kudus Mubarok menjadi salah satu karakter kota Kudus, Jawa Tengah. Foto; Dok Jenang Mubarok

Itu disebabkan oleh beda jenis lemak yang terdapat di kedua makanan tersebut. Pada jenang, terkandung jenis lemak nabati yang membuatnya terasa lembut dan berminyak. Sedangkan dodol mengandung lemak hewani yang membuatnya lebih kering.

Tak banyak yang tahu secara pasti asal muasal terciptanya jenang di Kudus. Kebanyakan cerita yang berkembang biasanya berangkat dari mitos atau cerita rakyat. Seperti misalnya seorang murid Sunan Kudus yang mampu memakan bubur jenang dari gamping. Karena kejadian tersebut, Sunan Kudus bersabda suatu saat warga Kudus akan makmur dari usaha membuat jenang.

Ada pula versi yang menyebutkan bahwa Sunan Kudus dan muridnya tersebut memberi makan bubur jenang gamping kepada seorang anak yang diyakini diganggu roh jahat.

Lepas dari mitos dan cerita rakyat tersebut, jenang diyakini sudah jadi penganan asli Kudus sejak lebih dari 110 tahun yang lalu. Bahkan, setiap perayaan tahun baru Hijriyah pada tanggal 1 Muharam diadakan Kirab Jenang Tebokan sebagai simbol rasa syukur.

Namun, boleh dikatakan jenang Kudus mulai meraih kepopuleran setelah mulai dijajakan untuk umum pada sekitar tahun 1910. Sang perintis adalah Hj. Alawiyah, warga desa Kaliputu yang dipercaya sebagai daerah asal jenang Kudus pertama kali muncul.

Dulu, ia mencoba menjual jenang buatannya di area Pasar Kudus saat itu, yang sekarang beralih fungsi menjadi lahan parkir pengunjung Masjid Menara Kudus dan makam Sunan Kudus. Sehari-harinya ia dibantu suaminya, H. Mabruri dalam mengelola bisnis ini.

Selepas berpulangnya Hj. Alawiyah, bisnis kemudian dilanjutkan oleh sang anak H. Achmad Shochib. Saat itu, jenang buatan mereka dikenal dengan jenama Sinar Tiga Tiga. Dinamakan demikian karena alamat rumah produksi berada di jalan Sunan Muria nomor 33 pada saat itu.

Perlahan, jenang Kudus pun sudah mulai terkenal dan banyak jenama baru yang bermunculan. Kebanyakan pun meniru format jenang Sinar Tiga Tiga yang dibungkus plastik dan dikemas dalam kertas. Berat kemasan tersebut sekitar 0,25 kg, sehingga kerap dipanggil sebagai jenang prapatan. Prapatan dari kata seprapat yang artinya seperempat.

Untuk mengatasi persaingan yang makin ketat, pada 1975 Sinar Tiga Tiga meluncurkan tiga merk baru: Mabrur, Viva dan Mubarok. Ternyata, merek Mubarok yang melejit menjadi paling populer kala itu.

Mereka juga berinovasi dengan cara diversifikasi produk. Jenang rasa coklat dan melon pun diperkenalkan pada tahun yang sama. Lalu beberapa tahun setelahnya diluncurkan pula rasa mocca.

Pada 1992 bisnis jenang Kudus Mubarok dilanjutkan oleh anak H. Achmad Shochib, yakni H. Muhammad Hilmy yang menjadi generasi ketiga. Nama perusahaan pun berubah menjadi CV Mubarokfood Cipta Delicia, dengan Mubarok sebagai jenama utamanya.

Kendati sudah beralih dari bisnis UMKM menjadi perusahaan berskala besar, nyatanya Jenang Kudus Mubarok tetap mempertahankan cara pembuatan jenang secara tradisional. Adonan tepung ketan, santan dan gula yang digunakan untuk membuat jenang masih dimasak dengan kayu bakar.

Alasan tetap dipertahankannya cara tradisional ini agar adonan dapat dimasak secara lebih merata. Setelah dimasak selama lima jam, adonan kemudian didinginkan selama sehari agar tidak mengembun ketika dikemas dan lebih tahan lama.

Jenang Kudus Mubarok dijual dalam beberapa jenis kemasan, dari yang kecil, besar sampai yang di dalam toples. Jenang kemasan kecil dihargai Rp 22,5 ribu, sedangkan kemasan besar dan toples harganya Rp 45 ribu.

Jenang Kudus Mubarok Expo Dodol Jenang Mubarok com
Jenang Kudus Mubarok terus melakukan publikasi dan pemasaran meskipun sudah menguasai pasar. Foto: Jenang Mubarok

Uniknya, meski Mubarok sudah popular, jenama lama seperti Sinar TIga Tiga, Mabrur dan Viva juga masih tersedia. Bahkan pelancong masih bisa membeli jenang Sinar Tiga Tiga dengan kemasan dari kertas dan ukuran menyerupai aslinya, seharga Rp 10,5 ribu.

Tersedia pula jenama baru lainnya seperti Jawa Rasa, Baginda dan Semesta yang dikemas dalam plastik. Selain itu, terdapat berbagai pilihan rasa seperti coklat, susu, cocopandan, anggur, strawberry, durian, mocca, cappuccino, melon, nanas dan juga campuran dalam satu kemasan.

Selain produk jenang, mereka kini juga berinovasi dengan menawarkan ragam produk penganan lain seperti dodol dengan merek seperti Citra Persada dan Claszeto, serta kurma berlapis coklat Al Madina.

Dengan banyaknya pilihan produk yang tersedia, tak heran jika mereka menjadi penguasa pasar jenang dan menjadi ikon kota Kudus. Mereka menguasai produk jenang Kudus hingga 50 persen lebih. Produk-produk mereka pun sudah diekspor ke negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Jepang dan Hong Kong.

Museum Jenang Mubarok mubarokfood
Jenang Kudus Mubarok juga mendirikan Museum Jenang. Foto: Mubarokfood

Tak hanya itu, mereka kini juga mendirikan Museum Jenang Kudus sebagai salah satu spot wisata baru. Di sini pelancong dapat belajar tentang sejarah kota Kudus, serta sejarah produksi jenang dan rokok kretek yang menjadi simbol kota tersebut.

Museum ini terletak di rumah produksi dan gerai utama Jenang Mubarok. Tokonya sendiri buka setiap hari dari jam 08.00 hingga 21.00. Untuk info lebih lanjut dapat menghubungi (0291) 432633, (0291) 432606 atau via email di info@mubarokfood.co.id, serta bisa mengakses situs resmi mubarokfood.co.id.

Jenang Mubarok & Museum Jenang Kudus

Jl. Sunan Muria no. 33, Kudus

agendaIndonesia/Audha Alief P

*****

Menikmati 1 Senja dan Ikan Bakar di Kedonganan

Ocdeanman Indonesia 2022 diselenggarakan di pantai Jimbaran, Bali.

Menikmati 1 senja dan ikan bakar di Bali mungkin banyak orang yang pikirannya langsung melayang ke pantai Jimbaran di daerah selatan pulau ini. Pikiran yang keliru, Jimbaran memang dikenal wisatawan yang ingin menikmati bakar-bakaran masakan laut di pulau Dewata.

Menikmati 1 Senja dan Ikan Bakar

Jimbaran, atau lebih tepatnya Pasar Kedonganan, memang salah satu sentra hasil laut di Bali. Tak hanya wisatawan domestik, banyak wisatawan domestik menikmati kunjungan ke pasar ini. Kuliner makanan laut yang masih segar. Umumnya wisatawan langsung menuju ke warung-warung atau kafe-kafe di pantai Jimbaran. Namun tak jarang ada pula yang memilih menuju ke pasar Kedonganan.

Tidak banyak memang yang sengaja singgah dan mengitari pasar tersebut. Alasannya, pasar ini terletakdi ujung utara Jimbaran dan tertutup oleh ingar-bingar restoran di sepanjang pantai. Padahal, konon, restoran atau kafe atau warung seafood di kawasan ini juga mengambil ikan mentah dari pasar Kedonganan. Meskipun ada pula yang sudah punya langganan nelayan sebagai pemasok.

Menikmati 1 senja dan ikan bakar di kawasan Jimbaran, Bali, tepatnya di Pasar Kedongan.
Para Nelayan tiba di pantai Jimbaran Utara yang langsung terhubung dengan Pasar Kedonganan, Bali. Foto: DOk. shutterstock

Banyak wisatawan yang datang ke pasar ini untuk mengambil foto, ber-swafoto, atau sekadar melihat-lihat suasana. Pasar Ikan Kedonganan cukup terkenal bagi wisatawan yang senang blusukan, baik domestik maupun mancanegara. Namun ada pula yang datang untuk membeli. Juga minta dibakarkan di tempat-tempat yang memang melayani jasa memasakan.

Sore akhir Maret lalu, misalnya, terlihat ada beberapa orang yang melihat ikan-ikan yang dipajang di lapak-lapak pedagang. Seringkali ada kebingungan di antara penjual maupun pembeli soal mana ikan yang enak. Buat penjual, tentu, semuanya enak, namun buat pembeli kadang memiliki favorit.

Di situ barangkali kelebihan jika wisatawan membeli di resto atau kafe. Tentu ada harga lebih yang mesti dibayarkan jika dibandingkan langsung ke pasar.

Selama ini, Jimbaran memang dikenal sebagai salah satu tempat makan bersuasana asyik di Bali. Restoran-restoran kelas atas sengaja mengambil lokasi tepat di tepi pantai, sehingga para pengunjung bisa menikmati santapan laut sembari melihat detik-detik tenggelamnya mentari. Memang mengesankan.

Saat mempunyai uang yang memadai, Jimbaran adalah pilihan tepat. Namun jika kantong mepet, ada pilihan lain yang tidak kalah seru. Melangkahlah ke ujung utara dan “nangkring” di sekitar Pasar Ikan Kedonganan.

Di bibir pantai yang berhadapan langsung dengan pasar ikan, banyak bersandar kapal nelayan tradisional. Nelayan dan para pemilik lapak pasar ini didominasi oleh orang Jawa. Ini bisa diketahui saat mendengar logat Jawa Timur dan Madura dari mulut para penjual.

Menikmati 1 senja dan ikan bakar bisa dilakukan tanpa meorogoh kocek terlalu dalam dengan langsung membeli ke pasar.
Suasana di dalam Pasar Kedonganan, Jimbaran, Bali. Foto: Dok. shutterstock

Bau ikan laut langsung menyeruak ketika kita melangkahkan kaki ke dalam pasar. Lantai becek membuat kita harus berhati-hati agar tidak terpeleset. Pasar ini terletak di dalam bangunan tertutup dan beratap seng, sehingga kondisinya cukup remang-remang. Pengunjung bisa  mengitari pasar terlebih dulu sebelum memutuskan memilih ikan. Melihat kepiting segar, udang dalam berbagai ukuran, lobster raksasa, dan cumi-cumi, kadang rasanya ingin mencicipi semua. Namun jika cuma sendirian atau rombongan kecil, sesuaikan pilihan jenis ikan yang mau dibeli.

Ada baiknya mengetahui dulu ikan apa yang mau disantap. Ini sangat membantu menentukan pilihan. Juga harga. Yang terakhir ini bisa mencari tahu dengan ngobrol ke orang-orang di sekitar pasar. Sore itu kami memilih udang dan ikan ekor kuning.

Lalu, akan dibawa ke mana ikan-ikan yang dibeli tersebut? Di sinilah keunikan Pasar Ikan Kedongana. Mirip dengan Muara Karang di Jakarta, pengunjung bisa menemukan warung-warung yang menyediakan jasa pembakaran ikan tak jauh dari pasar. Yang perlu Anda lakukan hanya menimbang ikan di warung tersebut, memesan nasi putih dan es kelapa muda, lantas bersantai menikmati angin sepoi-sepoi dari pantai sembari menunggu ikan matang.

Untuk dua kilogram sajian laut yang saya beli, hanya dikenai biaya pembakaran Rp 60 ribuan. Itu pun sudah termasuk sambal matah dan sambal terasi favorit saya. Jadi, total pengeluaran untuk makan berdua termasuk beli ikannya tak lebih dari Rp 300 ribu. Murah kan?

Menikmati 1 senja dan ikan bakar di Pasar Kedonganan Bali.
Ikan dan yang lain bisa langsung minta dibakarkan di warung sekitar Pasar Kedonganan, Bali. Foto: Dok. shutterstock

Sekitar 20 menit kemudian, makanan terhidang di atas meja kayu. Warung-warung di pasar ini sederhana dan terkesan ala kadarnya. Tentu, dari segi fasilitas, sangat jauh dibandingkan dengan restoran besar di sepanjang Jimbaran. Tapi soal rasa, boleh diadu.

Pengunjung boleh mengacungkan jempol untuk juru masak warung, yang mampu meracik bumbu ikan bakar hingga meresap ke dalam daging. Manisnya pas, dengan sedikit rasa asam dari kucuran jeruk nipis. Sebaiknya, Anda membeli ikan yang tak terlalu besar agar proses pembakaran merata. Kerang hijau yang disajikan juga matang dengan sempurna. Sungguh nikmat dipadu dengan sambal matah, yang terbuat dari potongan cabai, bawang merah, dan tomat segar.

Senja mulai jatuh. Di kejauhan, kita bisa melihat kerlip lampu-lampu deretan restoran di pinggiran pantai Jimbaran. Para pengunjungnya tampak memadati area tepi pantai untuk menikmati senja. Dari tempat kami berada, tampak pula pemandangan matahari tenggelam.

Saat perut sudah kenyang, pengunjung bisa beranjak menuju pantai. Langit jingga diramaikan pesawat terbang yang lalu-lalang. Maklum, kawasan Jimbaran cukup dekat dengan Bandara Ngurah Rai. Dari pantai cukup terlihat pesawat yang lepas landas atau baru mendarat. Di ufuk barat, matahari sudah memerah dan membulat mendekati garis horizon pantai. Sebuah pengalaman baru di Bali: berbelanja di pasar ikan sembari menikmati senja yang indah.

TL/agendaIndonesia

*****