Desa Lerep Ungaran, Buka 35 Hari Sekali

Pasar Lerep Ungaran menawarkan pariwisata tradisional alternatif. Foto: dok. Kemenparekraf

Desa Lerep Ungaran, Jawa Tengah, bisa menjadi contoh memberdayakan masyarakat sekaligus memberi alternatif wisata untuk publik. Berwisata di desa wisata memang menyenangkan. Tak sekadar berlibur, namun sekaligus mengenal budaya dan ciri khas setiap desa yang dikunjungi.

Desa Lerep Ungaran

Setelah pandemi, ada kemungkinan wisatawan memilih destinasi kunjungan yang mengedepankan rasa aman, nyaman, bersih, dan sehat seiring keberlanjutan lingkungan.

Oleh karena itu, tak heran jika saat ini desa wisata menjadi salah satu program unggulan pemerintah. Selain sebagai alternatif tempat berwisata, ia juga sebagai penggerak dan kebangkitan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia.

Ada banyak desa wisata yang bisa dikunjungi, salah satunya Desa Lerep di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Desa wisata ini telah mendapatkan sertifikasi sebagai desa wisata berkelanjutan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf), tentu tidak heran jika Desa Lerep Ungaran menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan.

Desa Lerep Ungaran pasarnya hanya buka setiap 35 hari, yakni pada hari Minggu Pon.
Desa Wisata Lerep di Ungaran menawarrkan alternatif liburan. Foto: dok. Kemenparekraf

Salah satu keunikan yang ditawarkan Desa Lerep Ungaran adalah pasar kuliner jaman dulu, atau biasa dikenal sebagai Pasar Djadjanan Ndeso Tempo Doeloe Lerep yang telah ada sejak tiga tahun lalu.

Sesuai dengan namanya, “Pasar Jadul Lerep” menghadirkan makanan lokal tradisional, namun dengan konsep yang unik dan berbeda dengan pasar pada umumnya. Seperti apa itu?

Pasar yang berlokasi di Kompleks Embung Sebligo Desa Lerep ini seakan akan membawa pengunjung masuk ke zaman dahulu. Berbeda dengan pasar pada umumnya, penjual di Pasar Jadul Lerep Ungaran menggunakan kostum tradisional khas masyarakat Jawa

Seperti mengenakan atasan lurik berwarna cokelat atau hijau, dan dilengkapi dengan bawahan batik. Ada pula penjual yang menggunakan kebaya saat melayani pembeli.

Kuliner Tradisional Pasar Lerep Ungaran Dok. Kemenparekraf
Jajanan tradisional di Pasar Desa Lerep Ungaran. Foto; DOk. Kemenparekraf

Keunikan lain yang menambah kekhasan Pasar Lerep Ungaran adalah jadwal dibukanya pasar yang hanya pada Minggu Pon saja. Itu artinya, pasar ini hanya buka setiap 35 hari sekali, sesuai hari pasaran Jawa.

Dari sajian yang dijajakan di Pasar Lerep juga unik. Bahkan mungkin sulit kita temui di pasar biasa. Seperti pecel, bubur tumpang, krupuk gendar, nasi iriban, dawet nganten, bubur suwek, lodheh, serabi caonan, serta masih banyak makanan dan minuman yang memanjakan lidah sejak suapan pertama.

Menariknya, semua makan dan minuman yang dijual di Pasar Lerep menggunakan bahan-bahan organik. Selain itu, uang yang dipakai untuk bertransaksi menggunakan semacam koin dari kayu.

Untuk mendapatkannya, kita hanya perlu menukarkan uang kertas dengan koin yang disediakan di area pintu masuk Pasar Lerep. Setiap uang koin kayu yang disediakan nominalnya sama dengan nilai rupiah. Mulai dari pecahan Rp 1.000, Rp 5 ribu, hingga Rp 10 ribu.

Sama dengan transaksi bayar membayar pada umumnya, pengunjung juga akan mendapatkan uang kembalian dengan koin kayu. Jangan khawatir, jika uang koin kayu masih tersisa, kita bisa menukarkannya dengan uang Rupiah saat keluar dari pasar.

Desa Wisata Lerep mengembangkan konsep wisata berwawasan lingkungan. Salah satu keunggulan dari Pasar Lerep, yaitu meniadakan kemasan plastik.

Sebagai gantinya, warga Desa Lerep Ungaran menggunakan daun jati, daun pisang, daun aren, batok kelapa, anyaman bambu, atau mangkok dari tanah liat sebagai wadah makanan dan minuman. Bahkan, sendok yang digunakan pun menggunakan sendok kayu.

Untuk pelengkap, suasana kuliner dengan konsep zaman dulunya juga dilengkapi dengan iringan musik gamelan. Perpaduan iringan musik gamelan, makanan tradisional yang lezat, sekaligus pemandangan embung berlatar Gunung Ungaran pastinya memberikan pengalaman liburan yang berbeda dari biasanya.

Jajanan Pasar Lerep Ungaran Diskominfo Ungaran
Minuman yang dijajakan juga jenis tradisional. Foto: DOk. Diskominfo Kab. Semarang

Di pasar jajanan ndeso pengunjung betul-betul akan disuguhi gaya hidup yang go green. Berbagai makanan dan minuman tradisional berbahan serba alami, kemasan go green berupa pembungkus dari daun pisang serta daun jati dan anyaman daun kelapa hijau sebagai pengikat seperti tas. 

Makanan dan minuman yang dijual di pasar jajanan ndeso sangat bervariasi jenisnya seperti sego iriban, sego jagung goreng, lontong sayur, soto, dawet brokohan, dawet nganten, ndok gluduk, cetil, gatot, tiwul, dan lain sebagainya. Ada pula nasi gudangan dan nasi gudeg a la Desa Lerep

Kepala Desa Lerep Sumariyadi menjelaskan bahwa pasar jajanan tradisional digelar untuk mendukung pengembangan desa wisata. Selain itu juga untuk memberdayakan perekonomian warga. “Selain ada homestay, warga juga berperan mendukung pengembangan desa wisata itu dengan membuat aneka kuliner tradisional seperti ini,” katanya.


Pihak pengelola desa wisata, menurutnya, memfasilitasi usaha ekonomi produktif warga dengan menggelar pasar jajanan tradisional setiap Minggu Pon.

agendaIndonesia/kemenparekraf

*****

Gunung Rinjani, Keindahan Gunung Bintang 5

Gunung Rinjani jonas verstuyft unsplash 1

Gunung Rinjani, bagi pecinta dan anak gunung, dikenal sebagai gunung dengan keindahan alam bintang lima. Untuk Indonesia, konon, ia cuma kalah dengan Gunung Semeru di Jawa Timur. Meskipun punya potensi gempa dan erupsi, daya tarik Rinjani memang luar biasa. Gunung ini sejak 2018 telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai geopark global, setelah sebelumnya pada 2013 diusulkan menjadi geopark oleh Ikatan ditetapkan sebagai geopark nasional.

Gunung Rinjani, Gunung Bintang Lima

Lima tahun terakhir ini Rinjani di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, pernah ditutup dua kali untuk pendakian. Pertama pada 2018 lalu, karena gempa besar yang menghantam Lombok. Sempat dibuka kembali menjelang akhir 2019, namun kemudian ditutup kembali karena adanya pandemi Covid-19.

Saat ini, pendakian ke gunung ini perlahan mulai dibuka kembali dengan mengedapankan protokol kesehatan. Jumlah pendaki pun masih dibatasi, itu pun tak sampai puncak atau turun ke danau Segara Anak. Namun, bagi para penggila gunung, pembukaan ini sudah membuat mereka menarik nafas lega. Umumnya, pendaki gunung memiliki kesan mendalam tentang pendakian Gunung Rinjani.

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Dedy Asriadi mengatakan, gunung Rinjani oleh pendaki gunung sering dijuluki sebagai gunung di atas gunung. Karena,“Gunung ini berdiri di atas Gunung Batu Raji,” katanya.

Di atas puncak Rinjani setinggi 3.726 meter di atas permukaan laut (mdpl), pendaki bahkan menyaksikan panorama alam yang komplet. Ada Danau Segara Anak alias danau maar yang tampak dari puncak. Dan, “Di tengah danau itu berdiam Gunung Batu Raji yang masih aktif,” katanya.

Suhu harian air permukaan danau Segara Anak, cerita Dedy, berkisar 20-22 derajat celcius. Menurutnya, inilah salah satu keajaiban Segara Anak yang merupakan salah satu danau vulkanik terbesar di dunia.

Sementara itu, bagi mereka yang menggemari fotografi, memotret matahari terbit di puncak Gunung Rinjani merupakan momen yang sempurna. Ia bukan hanya memperoleh pemandangan cahaya muncul di antara gumpalan awan, tapi juga lanskap Nusa Tenggara Barat yang tampil jelas di depan mata. Kadang, jika cuaca terang, “Bahkan dari puncak Rinjani kita bisa menyaksikan Gunung Tambora,” kata seorang pendaki yang dtemui di Sembalun, salah satu desa rute menuju Rinjani.

Gunung Tambora sendiri berlokasi di Bima, Pulau Sumbawa, sebelah timur Lombok. Jaraknya dari Lombok berkisar 416 kilometer. Semu-semu kaldera Tambora membikin kemolekan pemandangan di puncak Rinjani tak tergantikan. 

Rinjani merupakan gunung dengan lanskap terkomplet dengan panorama tercantik. “Di sepanjang jalur pendakian, kita bisa menemui air terjun,” ujar sang pendaki lagi.

Pemandangan samping kanan dan kiri selama menempuh perjalanan ke puncak pun tak membuatnya bosan. Sebab, ia dapat menjumpai hamparan savana, hutan, dan danau di tengah jalur pendakian yang bakal menjadi obat letih. “Treknya pun lengkap, mulai yang landai sampai menyusuri tebing,” ujarnya.

Saat ini para pendaki hanya diperbolehkan naik ke Rinjani melalui empat pintu pendakian, yaitu desa Senaru di Kabupaten Lombok Utara, Sembalun dan Timbanuh di Kabupaten Lombok Timur, dan Aik Berik di Kabupaten Lombok Tengah. “Selain itu tidak diperkenankan,” kata Dedy.

Gunung Rinjani merupakan surga bagi pendaki Indonesia karena keindahan pemandangannya. Menurut Dedy, dari jalur yang sering digunakan oleh pendaki, “Jalur Senaru merupakan jalur pendakian paling ramai,” ujarnya.

Ramainya jalur tersebut disebabkan selain sebagai jalur wisata trekking, juga kerap dipergunakan sebagai jalur pendakian masyarakat adat. Mereka mendaki Rinjani untuk ritual adat atau keagamaan di puncak Rinjani atau danau Segara Anak.

Ada beberapa tradisi yang masih kerap dilaksanakan masyarakat adat, yaitu upacara Roah Asuhan Gunung. Tradisi ini dilakukan Kampung Adat Senaru pada akhir musim kemarau sebagai permohonan agar gunung dan kehidupan di bawahnya kembali hidup. Ada pula di Kampung Adat Sembalun Bumbung, Lombok Timur, tiap tiga tahun sekali juga terdapat upacara Ngayu-ayu (rahayu, selamat), yang merupakan ajakan untuk melestarikan alam.

Di Desa Bayan, Lombok Utara, juga terdapat pesta Gawe Alip. Dulunya tradisi ini dilakukan setiap delapan tahun sekali bertepatan dengan tahun Alip. Namun, Pesta Gawe Alip kini dilakukan setiap ada musibah, seperti banjir bandang, tanah longsor, atau kebakaran hutan. Tujuannya, memohon kepada Yang Maha Kuasa agar dunia aman, damai, dan sejahtera.

Untuk pendaki, jalur Senaru rute pendakiannya adalah Senaru-Pelawangan Senaru-Danau Segara Anak dengan berjalan kaki. Bagi pendaki, untuk naik ke Rinjani, “Waktu tempuhnya sekitar 10 – 12 jam melalui jalur wisata di dalam hutan primer,” katanya. 

Sepanjang jalan trail telah disediakan sarana peristirahatan pada setiap pos. Dari pintu gerbang Senaru sampai Segara Anak terdapat tiga pos. Sejak dari Senaru jalur yang ditempuh langsung mendaki hingga dinding kaldera Rinjani. Setelah itu baru turun ke danau Segara Anak. Pendakian ke puncak Rinjani, umumnya dilakukan pada pukul 2 dini hari, agar dapat menikmati matahari terbit dari puncak gunung, sekaligus bila cuaca cerah bisa menikmati lanskap Pulau Lombok dan Bali. 

Sementara itu, Jalur Sembalun digemari wisatawan yang ingin trekking. Rute yang dilalui adalah gerbang Sembalun Lawang-Pelawangan- Sembalun-Puncak Rinjani. Jalur Sembalun merupakan rute panjang, yang membutuhkan waktu 9-10 jam. Jalur ini sangat dramatis karena melintasi padang savana dan punggung gunung yang berliku-liku dengan jurang di sebelah kiri dan kanan.

Tiba di Plawangan Sembalun, pendaki akan menghadapi dua pilihan, yaitu mendaki ke puncak Rinjani atau turun ke Segara Anak. Dari Plawangan ke puncak Rinjani dapat ditempuh sekitar 3 jam dengan kondisi jalan yang terus menanjak dan gersang. Apabila memilih ke Segara Anak dapat ditempuh selama 2,5 jam dengan menuruni tebing. Di tepi danau para pendaki dapat menyaksikan kerucut gunung Barujari dan Gunung Mas. Untuk mencapai Barujari dari tepi danau dapat di tempuh selama 1,5 jam.

Dibandingkan jalur Senaru, jalur Sembalun ini tidak terlalu curam. Pemandangan savananya yang membuat para pendaki menggemari jalur ini. Jalur ini memamerkan lembah yang menghijau di sebelah timur Rinjani, dan indahnya Selat Alas dan Pulau Sumbawa di kejauhan.

Pilihan lain, melalui jalur Torean. Desa Torean menawarkan pemandangan ladang, padang pengembalaan, perkebunan, dan merupakan kawasan hutan produksi. Sepanjang perjalanan, pendaki melintasi jalanan yang diapit dua gunung dan menemui aliran Sungai Kokok Putih.

F. Rosana

*****

3 Pantai di Karangasem Dengan Pasir Putihnya

3 pantai di Karangasem salah satunya Blue Lagoon

3 Pantai di Karangasem, Bali, ini seakan tersembunyi dari jangkauan orang. Tapi sesungguhnya, ia menjadi oase bagi banyak wisatawan pecinta pantai.

3 Pantai di Karangasem

Melancong tak selalu berharap bertemu dengan suasana yang ramai, bahkan saat memilih Bali sebagai destinasi wisata. Saya lebih dulu mencari lokasi yang terbilang tenang. Hasilnya, ditemukan tiga pantai yang dibilang nyempil. Petunjuk jalan menuju pantai pun jarang. Paling tidak, itulah yang dialami ketika saya menelusuri Karangasem untuk mencari Virgin Beach.

Pantai yang terletak di Desa Perasi, Karangasem, ini tak cukup terkenal, termasuk oleh sopir sekaligus pemandu yang menemani saya. Ketut, pria asal Sanur, mengaku belum pernah menginjakkan kaki di Virgin Beach. Walhasil, setelah melewati Jalan Raya Candidasa menuju Jalan Raya Bugbug, yang kiri dan kanannya penuh pemandangan hijau, kendaraan dikendarai perlahan.

Papan nama cukup jelas bertuliskan Virgin Beach pun di depan mata. “Waktu saya lewat beberapa waktu lalu, rasanya tak ada plang pantai itu,” ucap Ketut. Saya tersenyum. Bisa jadi pantai ini memang tersembunyi. Dari jalan utama menuju Amlapura, kendaraan berbelok ke kanan, masuk ke Jalan Pantai Perasi, mengikuti anak panah. Pantai masih sekitar 2 kilometer.  Setelah melalui jalan kampung, tibalah saya di area parkir. Saat kendaraan berhenti, giliran kaki pengunjung yang harus melangkah. Jalan menurun dan berbatu sepanjang 500 meter pun saya tapaki.

3 pantai di karangasem, Bali, salah satunya Virgin Beach

Saya menemukan jalan berujung gang sempit di antara dua kios. Suara debur ombak kian kencang terdengar. Mulanya tidak berharap menemui keindahan. Namun, begitu  melayangkan pandangan ke pantai sepanjang 600 meter itu, senyum saya langsung melebar. Meski terbilang pendek, pantai itu benar-benar menggoda. Wow, pasirnya lembut dan putih. Gradasi warna airnya biru menantang tubuh menceburkan diri ke dalamnya. Warga setempat menyebutnya Pantai Pasir Putih. Karena berada di Desa Perasi, dikenal pula dengan Pantai Perasi.

Belasan kafe sederhana menjadi pilihan untuk melepas dahaga. Kursi-kursi menjadi tempat untuk berleha-leha. Saya berjalan menyusuri pantai. Ada deretan perahu nelayan di bagian ujung. Para nelayan pun menyediakan jasa untuk mengantar saya ke lokasi penyelaman atau snorkeling. Tak lama setelahnya, sebuah perahu dengan empat turis perempuan menepi. Puluhan turis asing, dibalut bikini dan busana santai, menerjang ombak. Seperti saya, mereka menelusuri pantai. Saat gelap, tak ada pilihan selain meninggalkan pantai. Tidak ada penerangan, terutama di jalan, karena kiri dan kanan tanah kosong. Hanya gerombolan sapi yang asik memamah biak.

Perjalanan pulang cukup menanjak, membuat saya terengah-engah. Tentu dua pantai lain tak saya kunjungi hari ini. Saya menuju ke Candidasa, menginap di sebuah hotel. Esok pagi giliran Blue Lagoon yang akan dicapai dengan perahu. Cuaca yang cerah di April membuat saya bisa langsung menatap langit biru dengan awan putih kala pagi. Blue Lagoon berada tak jauh dari Padang Bai. Bisa dicapai via darat, tapi bila menginap, ditempuh dengan perahu menjadi pilihan yang lebih tepat.

Saya tiba pukul 09.00 di teluk tersebut. Kapal hilir mudik di Padang Bai. Belum ada perahu datang membawa turis untuk snorkeling atau menyelam.  Di depan tampak sebuah pantai yang juga pendek dan terlihat sepi. Tak jauh dari jungkung yang mengantar saya, ada sebuah area mengapung, lengkap dengan sejumlah permainan, di antaranya seluncuran yang langsung ke laut.

Tak lama, jungkung atau perahu kayu lain berdatangan. Perahu cepat pun tampaknya membawa turis-turis dari Cina. Rombongan orang itu menaiki area terapung. Sebagian meluncur dan menikmati air laut, sebagian melaju kencang dibawa banana boat dan jenis permainan lain. Sebagian lagi tampak mencoba mencermati ikan dengan snorkeling. Ramai lah pagi itu.

Tak terasa terik sinar mentari mulai terasa di kulit. Saatnya melepas keindahan di bawah laut dengan rangkaian bukit di sekeliling teluk. Masih ada satu pantai lagi hari ini yang akan disinggahi. Namun, saya memilih melalui jalur darat. Letaknya tak jauh dari Pelabuhan Padang Bai. Dari arah Candidasa, Blue Lagoon berada sebelum Pelabuhan Padang Bai, sementara Pantai Bias Tugel, yang menjadi sasaran selanjutnya, berada setelah pelabuhan tersebut.

Siang hari, saya meninggalkan Candidasa. Entahlah, kali ini adalah waktu yang tepat untuk kembali ke pantai. Bagaimana pun, paling asik menikmati pesisir saat pagi atau sore. Namun tak ada pilihan. Sebab, hari ini saya harus meninggalkan Pulau Dewata. Dari Candidasa, saya ke Padang Bai sebelum pintu pelabuhan kendaraan berbelok ke kanan, sebuah jalan kecil dengan beberapa homestay. Namanya Gang Mumbul.

Sekitar 600 meter, jalan kecil itu berujung di jalan yang diapit dua tembok. Terlihat deretan mobil di sisi kanan. Ruang parkir yang sempit membuat kendaraan yang keluar harus mundur. Gerbang itu dijaga beberapa pemuda setempat. Mereka menariki uang retribusi. Saya menembus panas di antara dua dinding tembok, menuruni tangga, hingga bertemu dengan lubang di dinding kiri. Di sinilah saya harus berbelok karena di ujung jalan tebing langsung ke samudera.

Berikutnya, saya harus menyusuri jalan setapak di antara pepohonan. Hingga kembali, saya disuguhi pantai pendek yang menawan. Panjang pantainya hanya sekitar 400 meter. Di situ pun hanya ada beberapa warung. Namun justru jadi pilihan sejumlah turis asing. Payung warna-warni menjadi tempat berteduh kala sinar surya menyengat kuat. Saya memilih duduk manis, sebab teriknya terlalu menyakiti kulit. Lain halnya dengan para pemilik kulit pucat yang terlihat asik bergumul dengan ombak. Mungkin lain kali saya harus datang lebih sore agar butiran pasir yang lembut bisa lebih lama merendam kaki.

Tak lengkap melaut tanpa mencicipi hidangan khasnya. Selepas Padang Bai, Ketut membawa saya singgah ke Lesehan Sari Baruna, tak jauh dari Goa Lawah, Klungkung, sebelum mengantarkan saya ke bandara. Satu paket sate ikan, sop ikan,  dengan nasi seharga Rp 23 ribu pun melepas rasa lapar. Saya siap terbang ke Jakarta.

Dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta

Pilihan terbang ke Bali memang begitu banyak. Setiap maskapai nasional menawarkan beberapa kali penerbangan dalam sehari. Penerbangan dari negara tetangga pun langsung mencapai Bandara Ngurah Rai. Dari bandara, Anda bisa langsung mengarah ke Karangasem. Pilihannya bisa menginap di Padang Bai, Manggis, atau Candidasa.

Rita N./B. Rahmanita/Dok. TL

Masjid Gelgel Bali, Masjid Tertua Sejak Abad 13

Masjid Gelgel Bali merupakan masjid tertua di Pulau Dewata itu dan berada di Kabupaten Klungkung. Suasana kota Klungkung.

Masjid Gelgel Bali menjadi saksi harmoni kehidupan masyarakat di Bali. Sebagai daerah dengan mayoritas penduduknya penganut agama Hindu, masjid tertua di Bali ini hidup lengkap dengan kampung Islam di sekitarnya.

Masjid Gelgel Bali

Jika melihat sepintas, tidak ada hal atau petunjuk yang menunjukkan tempat ibadah ini berbeda dari masjid yang ada di Indonesia pada umumnya. Berdiri megah dan nyata sekali merupakan bangunan baru. Hanya, menara masjid Nurul Huda, Desa Gelgel, Klungkung, Bali, yang setinggi 17 meter masih merupakan peninggalan bangunan lama dengan ciri arsitektur lama.

Selain manara, masjid juga masih lengkap dengan pintu kayu berukir lama. Soal bangunan yang tampak baru, “baru direnovasi dan nyaris tidak ada bangunan lama yang tersisa,” kata penjaga masjid, Aminuddin.

Suasana sekitar dan di area masjid sendiri juga memperlihatkan kondisi yang umum dijumpai di tempat-tempat ibadah umat muslim di banyak tempat. Seperti sore itu, saat adzan asar menjelang bergema, beberapa anak dengan pakaian koko dan bercelana panjang sudah duduk-duduk di tangga. Mereka bersiap untuk belajar mengaji.

Masjid tertua di Bali ini berada di kampung muslim desa Gelgel, Klungkung, berbatasan dengan Desa Kamasan yang merupakan desa pengrajin lukisan wayang klasik dan perajin uang kepeng. Terletak sekitar 3 kilometer sebelah selatan Klungkung, dan jarak dari Denpasar sekitar 30 kilometer melalui jalan By Pass Ida Bagus Mantra.

Masjid Nurul Huda di Gelgel ini berada di tengah-tengah perkampungan penduduk Hindu Bali. Dan di sekitarnya terdapat banyak pura-pura besar penyungsungan warga umat Hindu seperti kahyangan jagat pura Dasar Bhuana, pura Kawitan Pasek Gelgel, dan pura Dalem Prajurit. Kehidupan masyarakatnya terlihat tenang dan hidup dalam harmoni.

Sesungguhnya bangunan masjid ini pertama kali dibangun pada akhir abad ke-13 dan merupakan jejak masuknya Islam ke pulau Dewata. Seiring waktu bangunan mulai terlihat kuno dan perlu diperbaiki. Karena itu, sejak 1970-an, renovasi terus dilakukan hingga kini dan menjelma menjadi sebuah masjid nan megah. “Yang tertinggal (dari zaman dulu) hanya mimbarnya,” ujar salah seorang imam masjid. Di dalam masjid itu memang ada sebuah mimbar dari kayu berukir, yang berdiri di depan tempat pemberi khotbah.

Masjid Gelgel Bali sebagai masjid tertua di pulau Dewata, didirikan sejak abad 13.
Menara Masjid Nurul Huda di Kampung Islam Gelgel, Klungkung, Bali. Foto: Dok TL/Charisma A

Itulah bukti satu-satunya dari pasukan Majapahit yang tiba di Gelgel saat mengiringi Raja Gelgel, Dalem Ketut Klesir (1380-1460 M), setelah melakukan pertemuan di Kerajaan Majapahit pada akhir abad ke-13.  Kala itu, Prabu Hayam Wuruk (1350-1389 M) mengadakan konferensi kerajaan-kerajaan seluruh Nusantara. Ketika hendak kembali ke Bali, Raja Gelgel dikawal 40 prajurit Kerajaan Majapahit. Pasukan tersebut beragama Islam. Selain menetap, dengan seizin raja, mereka mendirikan tempat ibadah dan menyebarkan agama Islam.

Menurut Aminuddin, di sekitar masjid pun menjadi kampung Islam. Ada sekitar 300 kepala keluarga. Kini, bahkan, tidak terbatas pada warga Bali, tapi juga kaum pendatang yang kebanyakan beragama Islam tinggal di kampung tersebut. Karena itu, anak-anak yang sore itu mengaji ketika ditanya, kebanyakan mengaku bukan dari suku Bali. “Aku orang Jawa,” ujar Adi, salah satu anak yang ditemui sore itu. Jawaban yang sama juga dilontarkan dua anak lain. Anak-anak mengaji hampir setiap sore. Setelah asar hingga magrib, masjid selalu dipenuhi anak-anak. 

Kampung Islam berada di sekitar masjid, terutama di bagian belakang. Tepat di gang sebelah gerbang tempat ibadah, saya melihat orang wira-wiri dengan mengenakan peci dan sarung. Anak-anak bersepeda dengan baju koko dan peci juga. Masjid berada di jalan raya. Di ujung jalan, berdiri pura lengkap dengan penjor di bagian depannya. Kehidupan pemeluk Islam dan Hindu berjalan dengan harmonis.

Aminuddin, sang penjaga masjid, mengaku asli dari Bali. Hingga cucunya pun masih beragama Islam. Ia mengatakan, meski orang Bali, tidak memiliki embel-embel seperti pada umumnya. Pada namanya tidak ada tambahan wayan, made, dan lain-lain. “Ada juga yang seperti itu, tapi di banjar lain,” ucapnya.

Di samping dan di seberang masjid berdiri kedai-kedai dengan label halal. Tetap dengan makanan khas Bali, seperti nasi campur, tapi dijamin aman dikonsumsi kaum muslim. Sore itu, saya meninggalkan Gelgel. Namun tepat azan magrib berkumandang, saya sudah kembali ke masjid Nurul Huda untuk menunaikan salat dan menikmati senja di sekitar masjid. Ruangan ibadah lebih ramai. Sebelum beranjak, lagi-lagi, saya mengamati satu per satu warga keluar masjid dan memasuki gang untuk kembali ke rumahnya.

Rita N./Charisma A./TL/agendaIndonesia

*****

Ngopi Luwak di Tegallalang Nomor 1

Ngopi luwak di Tegallalang Bali

Ngopi luwak di Tegallang adalah sebuah kemewahan menikmati Bali. Bagaimana rasanya menikmati kopi di kedai kopi yang menyuguhkan pemandangan saah terasering, deretan cangkir dan keindahan alam.

Ngopi Luwak di Tegallalang

Di Tegallalang, Gianyar, tak hanya hamparan sawah yang banyak diburu para turis. Tak jauh dari daerah Ceking, tempat undakan sawah menjadi pemikat wisatawan, bercangkir-cangkir kopi dan teh turut menggoda untuk dicicipi. Saya pun dibikin penasaran. Salah satu kedainya hanya berjarak 5 menit dari pesawahan tersebut, yakni Bali Pulina Agrotourism. Di halamannya sudah berderet kendaraan. Beruntung masih ada ruang.

Hujan belum lama mengguyur Banjar Pujung Kelod, Desa Sebatu, Kecamatan Tegallalang. Memasuki gerbang Bali Pulina, daun-daun pohon kopi dan cokelat pun terlihat begitu segar. Kesejukan amat terasa. Para tamu, termasuk saya, langsung disambut seorang staf. Dengan tenang, staf bernama Budi itu menerangkan proses pembuatan kopi luwak. Sore hari, luwak-luwak sebesar kucing itu asik tidur .

Sawah Terasering di Tegallala ngpatrick craig unsplash

Agrowisata ini mempunyai 20 ekor luwak dengan pakan berupa kopi, mangga, dan pisang. “Diberi jenis kopi arabika yang sudah matang dan seterusnya, binatangnya sendiri yang pilih kopi mana yang mau dimakan,” ujar pria muda tersebut. Tak hanya diajak menonton luwak yang tengah tidur, saya dibawa ke area tempat kopi hasil fermentasi kopi luwak dicuci dan dijemur selama 6-7 hari. “Jika langit mendung, perlu waktu lebih lama,” ucapnya.

Proses selanjutnya mirip kulit ari yang dibuang, kemudian disangrai, yang menjadi sebuah atraksi menarik. Apalagi proses ini dilakukan secara tradisional. Penyangraian dengan penggorengan dari gerabah di atas tumpukan kayu bakar itu berlangsung sekitar 45  menit untuk kopi 1 kilogram. Saat masih hangat, biji kopi langsung ditumbuk dan disaring agar didapat bubuk kopi terbaik.

Perjalanan di agrowisata yang didirikan pada 19 Januari 2011 ini berakhir di ruang santap yang dibuat sederhana seperti warung zaman dulu. Para pengunjung akan mendapatkan delapan cangkir mini yang disajikan di atas nampan kayu. Setiap cangkir berisi teh atau kopi dengan rasa berbeda. Semisal lemon tea, teh jahe, kopi Bali, kopi ginseng, kopi jahe, cokelat, kopi cokelat, dan kopi vanila. Disajikan cuma-Cuma. Hanya, bila ingin mencicipi kopi luwak, secangkirnya dipatok Rp 50 ribu. Selain itu, Anda bisa memesan kopi Bali. Tentu saya tak ingin melewatkan secangkir kopi luwak yang pekat, setelah tubuh disiram hujan sepanjang jalan.

Menyeruput kopi pun ditemani camilan khas Bali, seperti pisang rai dan jaje lukis atau kue lupis. Ada juga pisang goreng. Uniknya, Bali Pulina membuat suasana semakin nyaman. Bukan hanya bangunan dan mebel sederhana model lawas, deck dari kayu pun membuat tamu menikmati alam lebih leluasa.  Deck berbentuk daun itu berada di tiga level yang berbeda. Di sana, para turis berfoto sebelum mencicip kopi dan camilan lain.

Sore itu, Bali Pulina, yang buka pukul 08.00-19.00, benar-benar dipenuhi turis, baik lokal maupun mancanegara, dari berbagai daerah. Sebelum beranjak pulang, saya sempat singgah di kedai khusus oleh-oleh yang menawarkan beragam kopi.  Saya penasaran dengan suguhan dan keberadaan kedai kopi lain saat melanjutkan perajalan ke arah Kintamani. Setelah melewati berbagai agrowisata, akhirnya saya memutuskan singgah di Bhuana Asri Luwak yang baru beroperasi 4 bulan.

Saya disambut Wayan, yang sore itu sudah bersiap pulang. Sebab, kedai kopi yang satu ini hanya buka hingga pukul 5 sore. Namun, dengan sabar, ia mencoba menerangkan agrowisata yang berada di Banjar Tegal Suci, Desa Sebatu, Tegallalang, tersebut.

Seperti halnya di Bali Pulina, di Bhuana Asri saya langsung disuguhin bercangkir-cangkir kecil beragam minuman teh dan kopi. Ada beberapa hal yang berbeda, yang membuat saya kembali mencoba kopi satu per satu. Yang tergolong unik adalah coconut coffee. “Parutan kelapa yang dikeringkan, lalu dicampur gula dan krim,” tutur Wayan, menjelaskan. Rasa kelapa cukup kental membuat kopi tersebut benar-benar berbeda dan unik. Selain itu, ada teh rasa manggis.

Ehmmm…. dengan hawa Kintamani yang semakin sejuk, saya duduk di bangku bambu panjang. Suguhan lain di depan mata adalah bukit hijau. Area untuk duduk dan bersantai tak terlalu luas. Belum disediakan camilan untuk menemani aneka minuman tersebut. Maklum,  pemain baru. Masih ada pilihan kedai lain, seperti Alam Bali Agrowisata dan Alas Harum Agrotourism. l

Rita N./B. Rahmanita/Dok. TL

Jajanan Indonesia, Ini 13 Yang Lezat

Jajanan Indonesia ada beraneka macam, dari yang manis, asin hingga pedas. Foto: shutterstock

Jajanan Indonesia selalu menjadi teman masyarakat Indonesia menikmati hari-harinya. Ada yang sehari-hari ada dan banyak dijual di kedai-kedai kudapan, ada yang khusus tersedia di momen-momen khusus, Imlek, Lebaran, atau Natal.

Jajanan Indonesia

Hampir di setiap daerah di Indonesia memiliki jajanan, makanan kecil atau kudapan khas. Jenis jajanan Indonesia tidak hanya asin, manis, atau pedas, banyak yang menawarkan cita rasa luar biasa memanjakan lidah, juga dilengkapi dengan berbagai varian rasa khas Indonesia yang menggugah selera.

Di negara-negara Barat, jajanan identik dengan makanan penutup. Sementara jajanan Indonesia makanan-makanan ini lebih dikenal dengan kudapan yang bisa dikonsumsi kapan saja, termasuk sebagai camilan.

Jajanan Indonesia bisa ditemui dari Sabang sampai Merauke.
Aneka Jajanan Idonesia yang mengudang selera Foto: shutterstock

Apa saja jajanan Indonesia yang banyak digemari masyarakatnya? Berikut pilihannya:

Klepon

Kudapan khas Nusantara satu ini merupakan kuliner warisan leluhur. Klepon adalah Jajanan Indonesia manis khas Jawa yang terbuat dari tepung beras, pandan, dan juga gula merah di bagian dalamnya. Bentuknya yang bulat kecil diselimuti parutan kelapa memberikan cita rasa gurih di lidah. Kejutannya ada saat kita menggigit klepon, cairan gula Jawa langsung lumer di dalam mulut.

Di Jawa Tegah dan Yogyakarta, makanan ini banyak ditemukan di pasar-pasar tradisional.

Onde-onde

Onde-onde terkenal sebagai camilan klasik khas peranakan. Kue yang sudah dianggap sebagai jajanan Idonesia ini bentunya menyerupai bola, dengan taburan wijen yang rata di permukaan. Isian onde-onde klasik adalah kacang hijau yang dihaluskan. Namun, kita bisa berkreasi membuat onde-onde isi keju, cokelat, bahkan ubi.

Di Indonesia umumnya onde-onde berbentuk bulat, berwarna coklat dan berlapis wijen. Sedangkan di Padang, Sumatera Barat, onde-onde disajikan dalam bentuk bulat, berwarna hijau, kenyal, ditaburi kelapa, dan di dalamnya ada gula merah cair.

Timpan Pisang Kudapan Aceh shutterstock
Timphan Aceh biasa disajikan saat hari raya. Foto: shutterstock

Kue Timpan Aceh

Kue timphan atau timpan adalah kue tradisional khas Aceh. Kue ini jadi jajanan pasar yang dinikmati orang Aceh sambil minum kopi. Bentuk kue ini pipih, panjang dan dibungkus daun pisang muda.

Di Aceh, timphan umumnya disajikan saat lebaran atau hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Timphan dibuat 1 atau 2 hari sebelum lebaran dan daya tahannya bisa mencapai lebih kurang seminggu. Timphan adalah menu hidangan utama buat tamu yang berkunjung ke rumah saat lebaran. Kini timphan dapat dijumpai di setiap warung kopi Aceh di banyak daerah di Indonesia.

Lemper Ayam

lemper ayam jajanan Indonesia shutterstock
Ketan dengan isian daging mirip dengan bakcang. Foto: shutterstock

Lemper adalah makanan ringan yang terbuat dari  ketan, biasanya berisi cincangan daging ayam dan dibungkus dengan daun pisang. Lemper terkenal di Indonesia dan disantap sebagai pengganjal lapar sebelum memakan makanan utama. Lemper sering dijadikan menu favorit dalam kotak kudapan di antara kue-kue tradisional lainnya.

Jadah Tempe Bacem

Jadah tempe adalah salah satu makanan tradisional khas yang berasal dari Sleman, Yogyakarta. Belum lengkap rasanya datang ke Kaliurang tidak mencicipi makanan ini. Makanan ini tidak akan anda temui di sembarang tempat di kota Yogyakarta karena makanan ini khas Kaliurang dan sangat terkenal hanya ada di sekitar tempat wisata yang berada di lereng Gunung Merapi ini.

jadah tempe mbah carik
Jadah tempe bacem Mbah Cari khas Yogyakarta.

Kue Cucur

Makanan berwarna cokelat dengan bentuk bulat pipih ini merupakan makanan khas Betawi. Perpaduan tepung beras, tepung terigu, dan gula merah merah menghasilkan tekstur padat dan empuk, pinggiran yang renyah, serta rasa yang manis. Agar semakin komplet, kue cucur paling nikmat disantap sambil menyeruput secangkir teh hangat.

Serabi atau Surabi

Di antara jajan Indonesia ada serabi atau beberapa kalangan menyebutnya surabi. Kue serabi merupakan salah satu makanan tradisional yang sangat eksis sampai saat ini. Banyak orang melakukan pengembangan makanan ini dengan beraneka bahan baru. Serabi di Indonesia yang terkenal yaitu serabi Bandung dan serabi Solo.

Ada beberapa hal yang membuat kue serabi dari keduanya berbeda, salah satunya ketebalan kuenya. Serabi bandung lebih tebal daripada serabi solo tetapi serabi solo tidak kalah dari serabi bandung dalam hal rasa.

Bika Ambon

Meskipun ada kata “Ambon”, namun ini bukan berasal dari Ambon atau Maluku melainkan dari Medan, Sumatera Utara. Nama bika ambon muncul karena kudapan ini pertama kali dijual di Jalan Ambon, Medan.

Termasuk kategori kue basah, bika ambon memiliki tekstur kenyal, empuk, dan memiliki pori-pori di bagian dalamnya. Perpaduan antara gula, telur, tepung, dan santan menghasilkan aroma harum yang khas, serta rasa manis yang bikin ketagihan.

Amparan Tatak

Tidak hanya Jawa dan Sumatera, Kalimantan juga punya jajanan khas yang harus dicicipi yaitu amparan tatak. Makanan ini terbuat dari tepung beras, santan, dan pisang yang dikukus selama satu jam. Uniknya, amparan tatak memiliki tekstur lembut dan tidak mudah hancur. Kombinasi rasa gurih dari santan dengan rasa manis dari pisang menghasilkan rasa yang lezat.

Bubur Kampiun

Kudapan khas Indonesia ini agak sedikit berat, yakni bubur kampiun dari Sumatera Barat. Sesuai dengan namanya, kuliner Nusantara satu ini merupakan perpaduan berbagai jenis bubur yang disajikan di dalam mangkuk.

Seporsi bubur kampiun terdiri dari ketan, bubur sumsum, pisang, hingga kacang hijau yang disiram dengan kuah santan. Untuk rasa tidak perlu diragukan, pasalnya bubur kampiun memiliki cita rasa manis nan gurih. Cocok sebagai menu sarapan maupun makanan penutup.

Selendang Mayang

Selendang mayang merupakan minuman. Ini merupakan kuliner khas Betawi yang terdiri dari kue lapis: terbuat dari tepung kanji, gula, dan pewarna makanan.

Kue tersebut dipotong tipis melebar dengan tekstur kenyal saat disantap. Uniknya, potongan kue tersebut akan dicampur dengan gula merah, es batu, lalu disiram kuah santan. Perpaduan tersebutlah yang akan menghasilkan rasa manis, gurih, dan menyegarkan.

Es Goyobod

Varian jajanan menyegarkan khas Indonesia selanjutnya adalah es goyobod. Keunikan dari minuman khas Jawa Barat ini adalah isiannya yang terbuat dari adonan tepung hunkwe, yang dipotong kecil-kecil layaknya jelly bertekstur kenyal.

Secara keseluruhan es goyobod terdiri dari potongan roti tawar, pacar cina, tapai singkong, dan daging buah kelapa, yang disiram dengan kuah santan serta susu kental manis. Saat dicampur perpaduan tersebut menghasilkan rasa gurih, manis, dan menyegarkan ketika disantap.

Es Palu Butung

Bukan hanya di Pulau Jawa, Makassar juga memiliki kudapan khas yang harus dicicipi, yaitu es palu butung. Meskipun terlihat mirip dengan es pisang hijau, namun ada perbedaan yang cukup signifikan dari keduanya.

Buah pisang di es palu butung tidak dibalut tepung, namun pisang hanya dikukus dan langsung disajikan menjadi beberapa potong. Es palu butung biasanya disajikan dengan bubur sumsum, sirup merah, dan es batu.

agendaIndonesia

*****

Geliat Budaya Masyarakat Ciletuh (Bagian 2)

Geliat budaya masyarakat ciletuh sambil menikmati matahari terbenam dari puncak Darma

Geliat budaya masyarakat Ciletuh merupakan salah satu syarat diakuinya sebuah geopark. Kawasan Ciletuh di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang kaya akan keragaman budaya berhasil memenuhi karakteristik tersebut. Melalui pertunjukan kesenian, kerajinan tangan, dan situs bersejarahnya, Ciletuh mengukuhkan diri sebagai taman bumi yang senantiasa merawat aneka elemen kearifan lokal khas Kabupaten Sukabumi.

Geliat Budaya Masyarakat Ciletuh

Kegiatan tradisional yang masih tumbuh di kawasan Ciletuh dan sekitarnya adalah cara bertani (tatanen) dan hajat laut. Hajat laut merupakan upacara tradisional nelayan pantai sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan atas hasil laut yang melimpah dan permohonan keselamatan bagi nelayan.

Selain itu, masyarakatnya juga terus melestarikan cerita rakyat, seni bela diri, dan terutama, seni musiknya. Salah satunya, alat musik lodong hasil kreasi pemuda Ciletuh yang terbuat dari buluh bambu hitam. Dalam memainkannya, lodong dipadukan dengan angklung, calung, dan gitar.

Produk kerajinan tangan di Ciletuh juga tak jauh-jauh dari material bambu. Misalnya kipas, keranjang, nampan, wayang golek, gerabah, dan seruling. Di samping itu, kerajinan membatik mulai dikenalkan untuk menambah keragaman budaya Ciletuh. Motif batiknya terinspirasi dari keindahan alam Sukabumi dan dinamakan batik pakidulan.

Demi menghidupkan aktivitas seni masyarakat, pemerintah setempat  menyelenggarakan gelaran tahunan yang bertajuk Ciletuh Geopark Festival. Ajang ini menampilkan pentas tradisi, pameran kerajinan, kuliner, dan wayang golek.

PUNCAK DARMA & TEBING PANENJOAN

Tanjakan curam menuju Puncak Darma seolah-olah tak ada habisnya. Berada di ketinggian 230 meter di atas permukaan laut, beberapa ruas jalan bahkan mencapai kemiringan 45 derajat. Sebagian orang pun memilih memarkirkan kendaraannya, lalu berjalan kaki sekitar dua jam. Namun begitu sampai di atas, segala jerih payah itu terbayar lunas. Panorama Teluk Ciletuh terhampar luas bersama segala ornamen alam yang mengelilinginya, dari hutan sampai samudera.

Pemandangan yang bisa disaksikan dari Puncak Darma kerap dijuluki mega amfiteater. Pasalnya, lembah di sekeliling pantai membusur dengan bentuk setengah lingkaran atau tapal kuda, mirip sebuah amfiteater di gedung pertunjukan. Arena ini terbentuk secara alami, akibat proses geologis berupa longsor besar dan penyingkapan batuan kuno ke permukaan lembah.

Puncak Darma sendiri, karena lokasinya cukup tinggi, kerap disebut sebagai tribun. Tribun alami di Desa Girimukti ini bisa dijangkau menggunakan mobil atau sepeda motor. Namun kondisi kendaraan dan pengemudinya harus benar-benar prima karena akan menghadapi tanjakan ekstrem.

Kerap ditemui beberapa mobil yang mogok akibat overheat atau tidak kuat menanjak. Ada baiknya kendaraan diparkir di bawah, lalu berjalan kaki. Selain lebih aman, Anda juga akan bisa mampir ke beberapa curug yang terlintasi ketika mendaki Puncak Darma.

Alternatif lain untuk meraih puncak bukit ini adalah dengan mampir ke Pantai Palangpang terlebih dulu. Hamparan pantainya cukup luas dan panjang, dengan pasir hitam yang menyelimutinya. Pantai ini kerap dipakai untuk mengadakan kegiatan seni atau tempat mendarat olahraga paralayang. Menghadap ke arah barat, Pantai Palangpang menjadi lokasi yang tepat untuk menghabiskan senja.

Tebing Panenjoan

Berasal dari kata tenjo yang artinya melihat, Tebing Panenjoan menjadi titik favorit lain untuk memandangi zona inti mega amfiteater Ciletuh. Berbeda dengan Puncak Darma yang lebih dekat ke laut, Panenjoan berada agak masuk ke tengah hutan. Hasilnya, imaji yang ditampilkan pun berbeda, yakni bentangan hijau sawah dan pepohonan dengan Samudera Hindia sebagai batasnya.

Secara administratif, Tebing Panenjoan berada di Desa Taman Jaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi. Lokasinya berdekatan dengan kantor Paguyuban Alam Pakidulan Sukabumi (PAPSI). Di sini, Anda bisa mendapat informasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan Geopark Ciletuh.

Sebagai salah satu destinasi unggulan, Tebing Panenjoan telah dilengkapi beragam prasarana pendukung, seperti toilet, musala, dan kantin. Tersedia pula penginapan bagi wisatawan yang ingin bermalam. Baik Tebing Panenjoan maupun Puncak Darma yang menjadi pilihan, keduanya merupakan tribun alami yang menjadi tempat terbaik untuk menikmati pesona Geopark Ciletuh dari ketinggian.

geliat budaya masyarakat ciletuh bisa dinikmati sambil menikmati  air terjun Cikanteh

TIP DAN RUTE MENJELAJAHI CILETUH (3 HARI 2 MALAM)

Geopark Ciletuh tak akan habis dijelajahi dalam waktu sebulan, seminggu, apalagi cuma sehari. Hal ini disebabkan oleh begitu luasnya kawasan dan beragamnya destinasi. Paling tidak perlu menginap selama tiga hari untuk mengunjungi atraksi populernya saja. Berikut ini panduannya agar waktu liburan Anda dapat lebih optimal.

  • Hari I: Curug Cimarinjung – Puncak Darma – Pantai Palangpang

Berangkatlah pagi-pagi sekali agar eksplorasi bisa maksimal. Tujuan pertama adalah Curug Cimarinjung, karena tempat ini terlewati saat menuju Puncak Darma. Puas bermain air, lanjutkan perjalanan ke Puncak Darma untuk menikmati panorama dari ketinggian. Terdapat beberapa warung jika ingin makan siang. Selanjutnya, nikmati panorama mentari terbenam di Pantai Palangpang. Urutan penjelajahan tiga lokasi ini bisa dibolak-balik karena relatif saling berdekatan.

  • Hari II: Pulau Kunti – Pulau Mandra – Pulau Manuk – Batu Batik

Pagi hari adalah waktu paling tepat untuk snorkeling. Dari Pantai Palangpang, silakan menyewa kapal motor untuk menyelam di Pulau Kunti. Dalam perjalanan, Anda akan melewati Pulau Manuk yang dipenuhi burung camar dan Pulau Mandra yang cocok untuk memancing. Keduanya bisa menjadi alternatif jika gagal snorkeling karena ombak besar. Setelah itu, kembali naik kapal ke Batu Batik. Di sini, Anda bisa berlabuh dan menelusuri uniknya tekstur batuan berusia ratusan tahun.

  • Hari III: Curug Sodong – Curug Cikanteh – Tebing Panenjoan

Dari tempat parkir, keindahan Curug Sodong langsung terlihat. Curug Cikanteh hanya 00 meter dari situ. Namun untuk menjangkaunya, harus melakukan trekking melewati hutan dan sungai berbatu besar. Selanjutnya, kembalilah ke tempat parkir untuk naik kendaraan ke Tebing Panenjoan. Perjalanan jauh Anda akan terbayar karena Panenjoan merupakan salah satu sudut terbaik untuk menikmati Geopark Ciletuh dari ketinggian.

N. Adhi/Dok JL

Geopark Ciletuh Keelokan 60 Juta Tahun (Bagian 1)

Geopark Ciletuh salah satunya di air terjun Sodong

Geopark Ciletuh, Sukabumi, Jawa Barat, adalah fenomena langka yang benar-benar terwujud secara alami, predikat taman bumi alias geopark pun disematkan kepadanya. Keelokan Ciletuh tak terjadi tiba-tiba. Semua berawal sejak lebih dari 60 juta tahun silam. Beraneka fosil, patahan, dan lempengan bumi membentuk endapan yang menjadi pondasi bagi ekosistem di sekitarnya.

Geopark Ciletuh

Awalnya, hanya peneliti dan geolog yang tertarik berkunjung ke sini. Namun sejak dicanangkan sebagai taman bumi atau geological park (geopark) nasional pada 2015, popularitasnya semakin melonjak. Apalagi pada 2018, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) resmi menetapkan Ciletuh sebagai bagian dari Unesco Global Geopark (UGG).

Tak mudah untuk dapat menyandang predikat geopark. Paling tidak ada tiga unsur yang harus dipenuhi, yakni geodiversity, biodiversity, dan cultural diversity. Geodiversity artinya kawasan ini harus memiliki keanekaragaman geologi atau batuan, biodiversity berarti keanekaragaman hayati alias makhluk hidup, sedangkan cultural diversity adalah kekayaan budaya di sekitarnya.

Dari segi geologinya, beragam fakta menarik telah diungkapkan Profesor Fakultas Teknik Geologi Unpad, Mega Fatimah Rosana, di situs ciletuhpalabuhanratugeopark.org. Menurutnya di Ciletuh terdapat batuan ofiolit yang berasal dari kerak samudera dan batuan metamorf yang berasal dari tumbukan kerak benua dan kerak samudera. Jadi bisa dibilang, lokasi ini merupakan salah satu titik daratan tertua di Pulau Jawa.

Selain itu, ada pula batuan yang berasal dari bagian mantel bumi, ribuan kilometer di bawah sana. Tadinya batuan ini merupakan produk gunung api di daratan, yang kemudian mengendap di laut. Karena proses geologi, bebatuan ini terangkat. Jika ingin membuktikan, cobalah tengok dinding batu di curug-curug sekitar Ciletuh. Bentuknya yang seperti kue lapis merupakan bukti bahwa batuan itu terbentuk di dalam lingkungan perairan.

Batu Batik

Wujud batuan yang lebih unik banyak ditemui pada gugusan karang di kawasan Geopark Ciletuh. Dengan menyewa kapal motor di sekitar Pantai Palangpang, Anda dapat berlayar selama 30 menit menuju Batu Batik. Sesuai namanya, hamparan bebatuan di lokasi ini berwarna cokelat kemerahan dan membentuk motif garis-garis mirip kain batik.

Dalam perjalanan menuju Batu Batik, terdapat deretan batuan lainnya yang tak kalah unik, seperti Batu Kodok, Batu Harimau, dan Batu Kasur. Masing-masing dinamai karena wujudnya yang menyerupai hewan atau benda tertentu. Semuanya terbentuk oleh proses geologi puluhan juta tahun lalu. Dipahat oleh panasnya lava gunung berapi, sebelum akhirnya terangkat sampai ke permukaan bumi.

Pulau Kunti

Puas mengeksplorasi aspek geologi, saatnya menjelajahi keanekaragaman hayati Taman Bumi Ciletuh. Tak jauh dari Batu Batik, Anda akan sampai di Pulau Kunti yang memiliki banyak flora dan fauna langka. Di hutan pulau eksotis ini, terdapat aneka bambu, seperti haur gereng dan haur koneng. Ada juga pohon beurih yang bunganya digemari lebah madu.

Pulau Kunti diyakini masih menjadi habitat owa jawa, elang jawa, dan macan tutul. Jika beruntung, Anda bahkan dapat bertemu lumba-lumba hidung botol yang kerap berseliweran di sini. Jernihnya air laut juga memungkinkan wisatawan untuk melakukan kegiatan snorkeling dan mengeksplorasi kawasan perairan di pulau kecil sekitarnya.

Ciletuh geopark salah satunya di air terjun Tengah
Air terjun tengah di Ciletuh Geopark

CURUG DI SEGALA PENJURU

Ciletuh berasal dari kata ci dan letuh. Ci berarti air, sedangkan letuh berarti keruh. Selama musim hujan, air yang mengaliri sungai dan air terjun memang cenderung keruh akibatnya banyaknya lumpur yang dibawa dari hulu. Keistimewaan Geopark Ciletuh memang tak bisa terlepas dari guyuran air curug yang melimpah di segala sudutnya.

Curug Sodong

Kerap disebut sebagai Curug Kembar, objek wisata di Desa Ciwaru ini menyajikan sepasang air terjun dengan ketinggian dan debit air yang hampir sama. Curug Sodong adalah air terjun yang lokasinya paling mudah dijangkau. Anda bisa parkir kendaraan tepat di depannya.

Curug Cikanteh

Lokasinya tidak terlalu jauh dari Curug Sodong, hanya sekitar 15 menit berjalan kaki. Namun, untuk menjangkaunya, Anda harus melakukan trekking melewati jalanan berbatu yang menanjak dan sempit. Batu-batu kali yang besar tersebar di sana-sini sehingga menambah kenyamanan saat bersantai di dasar curug.

Curug Cimarinjung

Curug Cimarinjung berada di dekat Pantai Palangpang sehingga masih termasuk di Desa Ciwaru. Tinggi hunjaman airnya sekitar 50 meter. Latar belakang tebing-tebing raksasa berwarna cokelat di sekelilingnya membuat air terjun satu ini tampak megah.

Curug Awang

Dinding batu berwarna cokelat kemerahan juga dapat ditemui di Curug Awang. Lokasinya di Desa Taman Jaya, Kecamatan Ciemas. Berbeda dengan curug lainnya yang tak begitu lebar, Curug Awang memiliki tinggi sekitar 40 meter dan lebar 60 meter, mengikuti lebar Sungai Ciletuh yang mengalir di atasnya.

Curug Tengah

Curug Tengah berjarak sekitar 200 meter dari Curug Awang dan masih bersumber pada aliran Sungai Ciletuh. Curug ini dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 15 menit dari tempat parkir. Dasar air terjunnya cukup luas, sehingga sering disebut danau. Anda bisa berenang di danau ini, tapi harus berhati-hati karena ada beberapa titik yang cukup dalam. 

Curug Puncak Manik

Berada di Kampung Pasir Ceuri, Desa Cibenda, Puncak Manik adalah curug terbawah dari rangkaian air terjun Sungai Ciletuh. Tingginya sekitar 100 meter. Untuk menjangkaunya cukup sulit. Anda harus menuruni bukit sekitar satu jam. Lalu ketika pulang, harus mendaki dengan trek yang sama. Perjalanan melewati hutan tropis yang rimbun. Jika beruntung, Anda akan menemukan bunga bangkai Rafflesia Fatma yang langka dan dilindungi.

Selain keenam curug di atas, masih ada belasan curug lain yang menanti untuk dijelajahi. Di antaranya ada Curug Cikaret, Curug Puncak Jeruk, Curug Luhur, dan Curug Dogdog. Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Satu hal yang menjadi kesamaan adalah keasriannya. Sebab, sebagian besar curug di Ciletuh berada di lokasi yang tersembunyi di balik hutan dan perbukitan.

N. Adhi/Dok JL

Dolan Ke Sumatera Barat, Ini 5 Sorganya

Dolan ke Sumatera Barat biasanya orang berkunjung ke rumah gadang. Foto: shutterstock

Dolan ke Sumatera Barat ada sejumlah spot atau destinasi wisata yang sudah dihapal para wisatawan. Jalan-jalan di seputar kota Padang, rumah gadang, atau jam gadang di Bukit Tinggi, Danau Singkarak, atau menyeberang ke Mentawai. Di luar itu sesungguhnya masih banyak pilihan destinasi ketika dolan ke Sumatera Barat.

Dolan ke Sumatera Barat

Memiliki banyak potensi wisata alam unggulan membuat Indonesia menjadi salah satu destinasi liburan bagi wisatawan dalam dan luar negeri. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki wisata alam yang indah dan layak dikunjungi tentu saja Sumatera Barat.

Dikelilingi gunung berapi dan danau, membuat Sumatera Barat menjadi salah satu provinsi yang kaya destinasi wisata alam. Menariknya, di balik wisata alam yang ditawarkan terselip budaya dan legenda yang berkembang secara luas.

Dolan ke Padang kita wajib mencicipi Sate Padang. Foto shutterstock
Sate Padang salah satu kuliner andalan Sumatera Barat, Foto: shutterstock

Jika wisatawan sempat dolan ke Sumatera Barat, mungkin sejumlah spot atau destinasi ini bisa menjadi alternatif.

Lubuak Rantiang

Lokasi obyek wisata yang terkenal dengan keindahannya ini berada di Sungai Angah, Bangek, Balai Gadang, Koto Tangan, Kota Padang. Jika dari kota Padang, air terjun ini berada sekitar 25 kilometer. 

Lubuak Rantiang merupakan wisata alam Sumatera Barat yang menjadi “harta karun” di dalam hutan. Uniknya, disebut lubuak karena air terjunnya memiliki kolam di aliran sungainya.

Meskipun hanya setinggi enam meter, namun air terjun yang dikenal dengan Lubuak Ngalauan, atau Sarasah Lubuak Rantiang ini menyuguhkan panorama indah. Belum lagi dilengkapi dengan air berwarna kehijauan bening yang sangat menyegarkan untuk berenang. Bisa menjadi pilihan ketika dolan ke Sumatera Barat.

Air Terjun Ngarai shutterstock
Air Terjun Nyarai di Sumatera Barat. Foto: shutterstock

Air Terjun Nyarai

Masih tentang air terjun, wisata alam tersembunyi di Sumatera Barat selanjutnya adalah Air Terjun Nyarai. Saking indahnya pemandangan yang ditawarkan, Air Terjun Nyarai disebut mirip dengan Grand Canyon di Amerika Serikat.

Berlokasi di Hutan Gamaran, Kecamatan lubuk Alung, Kabupaten Pariaman, Air Terjun Nyarai cukup sulit dijangkau. Karena kita harus menembus hutan terlebih dahulu. Berjarak sekitar 33 kilometer dari pusat Kabupaten Padang Pariaman dan membutuhkan waktu perjalanan sekitar satu jam. Namun, setelah itu keindahan air terjun setinggi 8 meter akan menghapus rasa lelah kita.

Air Terjun Nyarai “ditemukan” oleh Ritno Kurniawan yang hobi bertualang. Temuannya ini seakan mengubah pola pikir masyarakat setempat yang sebelumnya mendapat penghasilan dari menebang pohon di hutan, kini mengelola objek wisata Air Terjun Nyarai. Hingga akhirnya, pada April 2013 Air Terjun Nyarai mulai dikelola sebagai objek wisata andalan Kabupaten Padang.

Dolan ke SUmatera Barat Pulau Pasumpahan shutterstock
Main ke Pulau Pasumpahan adalah salah satu pilihan saat dolan ke SUmatera Barat. Foto; shutterstock

Pulau Pasumpahan

Berlibur ke Sumatera Barat jangan lupa mengunjungi pulau terindah di sana, yaitu Pulau Pasumpahan. Berada di perairan Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Pulau Pasumpahan memiliki keindahan laut yang sudah dikenal hingga wisatawan mancanegara.

Hamparan pasir putih yang bersih, terumbu karang cantik yang masih terjaga, hingga arus air yang tenang menjadi alasan Pulau Pasumpahan dijuluki Maldives-nya Sumatera Barat.

Uniknya, cerita Malin Kundang tidak hanya ditemukan di Pantai Air Manis, namun juga di Pulau Pasumpahan. Konon, Pulau Pasumpahan adalah tempat di mana ibu Malin Kundang mengutuk dan menyumpah anaknya.  Setelah dikutuk, tubuhnya berubah menjadi batu di Pulau Pisang, Pantai Air Manis. Sejak saat itu “pasumpahan” yang berarti disumpah, menjadi nama pulau ini.

Danau Kembar

Danau Kembar menjadi salah satu wisata alam di Sumatera Barat yang wajib dikunjungi. Berlokasi di dataran tinggi sebelah timur Padang, Danau Kembar memiliki pemandangan indah dan udara yang sejuk, hingga 14-16 derajat Celcius. Di sini kita bisa menyusuri keindahan danau yang terdiri dari Danau Atas dan Danau Bawah dengan menyewa perahu.

Namun di balik keindahan tersebut, ada legenda yang dipercaya masyarakat setempat. Konon, Danau Kembar didapat berkat kemenangan pertarungan Ninik (petinggi adat) dengan seekor naga besar yang jahat di kawasan tersebut.

Singkat cerita, naga kalah dan membentuk tubuhnya menyerupai angka delapan. Darahnya pun terus mengalir dan menggenang dari bagian ekor hingga kepala, yang kemudian berubah menjadi danau yang besar.

Dari pertarungan itu terbentuk dua nama daerah di sekitar Danau Kembar, yaitu Kecamatan Lembah Gumanti, yang berarti Lembah Naga Nan Mati. Kemudian, Aia Sirah (Air Merah) karena air di daerah ini berwarna merah yang dipercaya darah naga yang masih hidup terus mengalir.

Pemandian Alam Sako Tapan

Masih tentang air, surga tersembunyi di Sumatera Barat selanjutnya adalah Pemandian Alam Sako Tapan. Dikelilingi oleh pepohonan yang rindang, bebatuan yang berjajar rapi di pinggir kolam dan udara yang sejuk memberikan pengalaman berwisata yang tak terlupakan.

Selain terdiri dari bebatuan dan pemandangan alam yang indah, kebersihan Pemandian Alam Sako Tapan masih sangat terjaga. Sehingga akan membuat wisatawan merasa sangat nyaman. Satu yang menarik, Pemandian Alam Sako Tapan masih menjunjung tinggi tradisi dan budaya turun-menurun. Sebab di sini kita masih bisa menikmati tradisi Balimau yang dilakukan setiap bulan Ramadan.

Upacara Balimau di Pemandian Alam Sako Tapan dilakukan dengan cara mandi menggunakan air jeruk nipis. Konon, kegiatan mandi dengan air jeruk nipis ini dapat melindungi badan dan hati menyambut bulan Ramadan.

agendaIndonesia

*****

Menyelam di 4 Pulau Di Derawan

Menyelam di 4 pulau di Derawan, salah satunya di Pulau Maratua

Menyelam di 4 pulau di Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, kini menjadi alternatif para pecinta aktifitas bawah laut. Keindahan taman lautnya dianggap setara dengan Wakatobi atau Bunaken.

Menyelam di 4 Pulau di Derawan

Kapal cepat yang saya tumpangi merapat di dermaga Kampung Payung-Payung di Maratua, Derawan, ketika matahari mulai turun ke bumi. Begitupun hawa teriknya masih terasa menyengat kulit. Kalimantan di tengah tahun memang sedang terik-teriknya. Ini tentu waktu yang bagus untuk perjalanan menikmati pantai dan aktifitas air lainnya.

Menuju Maratua bukanlah perjalanan yang pendek. Dimulai sejak terbang dari Bandara Sukarno Hatta di Tangerang menuju Bandara Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan, di Balikpapan, selama sekitar 2 jaman. Ini lalu ditambah terbang dari kota minyak di Kalimantan Timur itu ke Bandara Kalimarau di Berau sekitar hampir satu jam. Berakhir? Belum. Perjalanan dari ibu kota Kabupaten Berau itu masih masih berlanjut. Kali ini harus melaju dengan kapal laut selama kurang lebih 3 jam.

Bisa juga menuju Derawan melalui Tarakan. Jadi dari Balikpapan terbang ke Bandara Juwata di Tarakan. Da.ri sini tetap dilanjutkan dengan kapal laut selama kurang lebih 3,5 jam

Buat yang tak biasa, mungkin perjalanan estafet nonstop seperti itu membosankan. Tak sedikit teman yang memilih berhenti di Balikpapan dulu satu malam. Atau bermalam di Berau. Tapi jika waktu libur tidak cukup panjang, pilihannya perjalanan terusan tadi.

Percayalah, rasa lelah naik-turun aneka moda transportasi tadi akan terbayarkan begitu kapal yang kita tumpangi mendekati pulau. Sejak dasar laut mulai mengintip dari balik birunya air, sejumlah atraksi sudah mulai bermunculan: ikan-ikan laut beraneka jenis dan ukuran. Bahkan, jika beruntung, sejak masih agak ke tengah laut, menurut cerita awak speedboad yang saya tumpangi, kita bisa bertemu kawanan lumba-lumba. Atraksi yang tiap hari bisa kita temui.

Kepulauan Derawan kini semakin sering menjadi pilihan para pecinta aktifitas bawah laut. Setelah Bunaken di Sulawesi Utara, lalu Raja Ampat di Papua Barat, serta Wakatobi di Sulawesi Tenggara, orang juga milirik kawasan ini untuk menyelam. Setidaknya ada lima pulau yang bisa dipilih jika ingin mengunjungi Derawan: Pulau Derawan; pulau Sangalaki; Maratua, Manimbora, atau Kakaban.

Saya dan beberapa teman tiba di Kampung Payung-payung dan memutuskan menginap di pulau Maratua. Pulau ini adalah yang terbesar di antara pulau yang ada di Derawan.

Pulau Maratua berada di selatan pulau Tarakan dan berada di kawasan laut Sulawesi. Pulau yang berbentuk mirip huruf U ini mempunyai luas sekitar 2.375,7 hektare dengan sekitar 3 ribu orang penduduk. Pulau ini merupakan pulau terbesar di Derawan. Terdapat empat kampung di sini, yaitu Kampung Payung-Payung, Bohe Bukut, Bohe Silian, dan Teluk Alulu. Penginapan dan resor mulai marak, baik yang dikelola penguasaha swasta maupun penduduk setempat. Sejak pulau ini naik daun, wisatawan asing lebih banyak yang berkunjung dibanding wistawan domestik.

Pulaunya memang memiliki eksotisme dan keindahan yang membuat jatuh hati. Karakteristik dari Maratua hampir mirip dengan pulau Derawan. Meski sudah mulai dikunjungi wisatawan, Maratua sesungguhnya masih seperti wilayah pesisir yang baru berkembang. Masyarakatnya kebanyakan bekerja sebagai nelayan dan mempunyai kapal. Kapal-kapal tersebut, di samping untuk mencari ikan, juga untuk mengangkut penumpang, baik penduduk Maratua maupun wisatawan yang akan menyeberang ke Berau atau Tanjung Redep.

Pagi-pagi, setelah sarapan, semua sudah tak sabar terjun ke air. Pasir pantai yang putih dan air yang biru betul-betul memanggil untuk menjeburkan diri. Entah sekadar berenang atau menyelam dan melihat berbagai jenis ikan. Dari lion fish sampai pari putih. Saat permukaan air dangkal, penyu pun sering menampakkan diri.

Pulau ini menawarkan keindahan pantai yang masih alami, belum banyak dijelajahi wisatawan. Panorama bawah lautnya juga mempesona. Tak hanya batu karang yang masih alami, biota laut pun turut menjadi daya tarik wisata pulau ini.

Capai di Maratua? Kami bergeser memilih menyelam atau snorkeling di Pulau Kakaban dan Pulau Sangalaki. Kami memilih Kakaban dulu, sebab ada yang unik di pulau ini: di tengah pulau terdapat Danau Kakaban dengan bermacam biota laut, termasuk ubur-ubur. Ini jenis ubur-ubur yang istimewa karena tidak menyengat. Ada beberapa jenis ubur-ubur di sini. Namun yang terbanyak adalah golden jellyfish dan moon jellyfish.

Awalnya, tentu saja, ada kekhawatiran untuk terjun di perairan dengan ubur-ubur di sekitar kita. Bagaimana kalau menyengat? Atau skadar menempel di kulit? Tapi lupakan kekhawatian itu, berenang dan snorkeling dengan dikelilingi ubur-ubur ternyata aman-aman saja. Kadang ada senssasi tersendiri jika tersentuh mereka.

Lelah di tengah Kakaban, kita bisa pindah ke area pantainya. Berenang dan snorkeling di laut lepas. Tapi, jika ingin menyelam di perairan laut lepas, pulau Sangalaki bisa menjadi pilihan.

menyelam dengan Penyu shutterstock

Pulau ini boleh dikata merupakan pulau yang terindah di Derawan. Pasir putihnya terasa lembut di kaki. Di sekitarnya terdapat taman laut dan terkenal dengan wisata selam. Pesona bawah laut Sangalaki dihiasi biota laut yang indah meski tetap harus hati-hati jika berada di depat mereka, di antaranya ikan pari manta. Hewan laut yang bentang tubuhnya bisa mencapai 7 meter.

Di perairan Sangalaki, yang banyak ditemui adala ikan Pari Mantai Karang. Ini lebih kecil sedikit dari Manta di laut lepas. Begitupun, ia tetap menakjubkan.

Bosen dengan air laut, di Sangalaki ada konservasi penyu. Pengunjung bisa menikmati proses dari penyu bertelur sampai menetasnya tukik (anak penyu), kemudian dilepas di laut. Sangalaki memang merupakan Taman Wisata Alam, yang menjadi tempat wisata sekaligus tempat para penyu kembali ke darat untuk bertelur dan menghasilkan tukik-tukik. Suatu kesempatan yang langka bila wisatawan dapat melihat langsung penyu sedang bertelur pada malam hari.

Berbeda dengan Maratua, pulau Sangalaki tidak berpenduduk. Sebab, seperti disebut tadi, pulau ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Hanya terdapat sebuah resor yang dikelola swasta. Selebihnya, pulau tersebut dihuni dan dijaga petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Tugas para penjaga tersebut adalah mengawasi dan membantu melestarikan proses penangkaran penyu. Setiap malam, mereka secara bergantian mengelilingi pulau untuk menemukan penyu yang sedang naik ke darat dan mencari lokasi untuk bertelur. Mereka harus mencatat waktu dan posisi penyu bertelur. Karenanya, setelah dua pekan, para petugas dengan mudah mendapatkan lokasi keluarnya tukik-tukik dari dalam pasir.

F. Rosana